Bisnisia.id | Banda Aceh –Sekretaris Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Provinsi Aceh, Muhammad Arnif, menegaskan bahwa upah minimum bukanlah faktor penghambat investasi di Aceh. Menurutnya, upah minimum di Aceh masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan daerah lain seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan sejumlah kota besar di Indonesia.
Arnif justru menilai bahwa faktor utama yang menghambat investasi di Aceh adalah minimnya ketersediaan energi dan infrastruktur, rumitnya birokrasi dan perizinan, serta masih adanya pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum tertentu.
“Selain itu, tarik ulur kewenangan antara pusat dan daerah dalam pemberian izin perusahaan juga berdampak signifikan terhadap minat investor untuk berinvestasi di Aceh,” ujar Arnif.
Pernyataan ini sekaligus menanggapi pernyataan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh yang sebelumnya menyebutkan bahwa upah minimum tinggi menjadi salah satu penghambat investasi di Aceh. Serikat pekerja menilai pernyataan tersebut tidak rasional dan tidak berdasar.
“Justru upah minimum yang layak sejalan dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Dengan meningkatnya upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK), daya beli masyarakat akan meningkat, perputaran ekonomi akan berjalan lebih baik, dan ini akan menghidupkan sektor UMKM,” tegas Arnif.
Serikat pekerja berharap pemerintah Aceh dapat fokus menyelesaikan hambatan-hambatan struktural yang menghalangi investasi, daripada menjadikan upah minimum sebagai kambing hitam.