Bisnisia.id | Banda Aceh – Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh menyelenggarakan acara bertajuk Dialog Keacehan, sebuah forum penting yang membedah visi dan misi pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh periode 2025-2030.
Bertema “Pendidikan, Kebudayaan, dan Kepemudaan,” dialog yang berlangsung di Auditorium Prof Ali Hasjmy pada Senin (4/11/2024) ini menghadirkan dua Calon Wakil Gubernur: Muhammad Fadhil Rahmi dari paslon Nomor Urut 1 dan Fadhlullah dari paslon Nomor Urut 2.
Dialog ini menjadi momentum signifikan bagi masyarakat Aceh, terutama generasi muda, untuk mengenal lebih dekat calon pemimpin mereka.
Acara ini merupakan hasil kolaborasi yang solid antara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP) UIN Ar-Raniry, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah Aceh, DPD KNPI Aceh, SEMA UIN Ar-Raniry, dan Kementerian Penerangan DEMA UIN Ar-Raniry.
Kehadiran berbagai pihak ini memperlihatkan komitmen bersama dalam memperkuat pendidikan politik bagi masyarakat dan mendorong keterlibatan aktif para pemuda dalam proses demokrasi di Aceh.
Dialog dibuka secara resmi oleh Penjabat (Pj.) Gubernur Aceh, Safrizal ZA, yang diwakili oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Perekonomian, Keuangan, dan Pembangunan, Restu Andi Surya.
Dalam sambutannya, Restu menekankan pentingnya acara seperti ini dalam mendukung proses demokrasi dan memberikan ruang yang luas bagi masyarakat, khususnya generasi muda, untuk memahami calon pemimpin mereka.
“Acara ini bukan sekadar rangkaian menuju pemilihan yang akan datang, tetapi lebih dari itu, merupakan momen berharga bagi seluruh masyarakat Aceh untuk mendalami sosok, visi, dan pemikiran dari calon pemimpin yang kelak akan membawa Aceh ke arah yang lebih baik,” ujar Restu.
Ia juga menambahkan bahwa keterlibatan kampus seperti UIN Ar-Raniry dalam kegiatan demokrasi menunjukkan kepedulian akademisi terhadap pentingnya demokrasi yang sehat dan transparan di Aceh.
Menurut Restu, dukungan UIN Ar-Raniry dalam membangun tradisi demokrasi yang partisipatif menunjukkan betapa pentingnya peran institusi pendidikan dalam mencetak generasi muda yang kritis dan berpikir maju.
“Generasi muda harus melihat calon pemimpin mereka tidak hanya sebagai figur, tetapi juga sebagai sosok yang memiliki visi yang jelas untuk masa depan mereka,” tuturnya.
Rektor UIN Ar-Raniry, Mujiburrahman, menyampaikan apresiasinya terhadap kedua narasumber yang hadir dan menegaskan pentingnya kesinambungan kepemimpinan dalam perspektif Islam.
“Kami atas nama sivitas akademika mengucapkan selamat kepada narasumber utama kita. Dengan jihad politik yang mereka lakukan, Aceh akan terhindar dari kekosongan kepemimpinan, yang dalam Islam sangat penting untuk dihindari,” kata Mujiburrahman.
Rektor juga berharap dialog ini dapat membantu para calon dalam menyempurnakan visi dan misi mereka. “Dialog ini merupakan kontribusi dunia akademik untuk memperkaya visi dan misi para calon, khususnya dalam bidang pendidikan, kebudayaan, dan kepemudaan,” ujarnya. Menurut Mujiburrahman, ketiga aspek tersebut menjadi elemen krusial bagi kemajuan Aceh yang berkelanjutan.
Sebagai Ketua Panitia, Dekan FISIP UIN Ar-Raniry, Muji Mulia, menyampaikan bahwa dialog ini bertujuan untuk menggali ide dan solusi bagi kemajuan pendidikan, kebudayaan, dan kepemudaan di Aceh.
Ia menyoroti berbagai tantangan yang masih dihadapi provinsi tersebut, terutama dalam sektor pendidikan dan tingginya angka pengangguran.
“Aceh memiliki potensi besar, namun kita masih menghadapi banyak masalah, terutama dalam sektor pendidikan dan tingginya angka pengangguran. Selain itu, kita juga dihadapkan pada tingginya angka kekerasan sosial,” ungkap Muji, merujuk pada data yang menunjukkan Aceh sebagai provinsi ketujuh dengan kasus kekerasan sosial tertinggi di tahun 2023.
Muji berharap, melalui dialog ini, tercipta gagasan-gagasan konstruktif yang mampu menjawab tantangan Aceh di masa depan. Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, akademisi, tokoh masyarakat, dan pemuda dalam menciptakan perubahan yang nyata.
Dialog ini turut menghadirkan para narasumber pengayaan seperti Prof Habiburrahim, PhD, Reza Idria, PhD, dan Aklima, MA.
Ketiganya membahas isu-isu terkait pendidikan, kebudayaan, dan kepemudaan dengan perspektif mendalam, menawarkan pandangan yang kritis namun solutif.
Prof Habiburrahim, misalnya, menyoroti tantangan pendidikan di Aceh dalam meningkatkan mutu tenaga pendidik dan fasilitas pendidikan yang masih minim, khususnya di daerah pedalaman.
Sedangkan Reza Idria menekankan pentingnya pelestarian budaya sebagai identitas Aceh di tengah arus modernisasi yang semakin cepat.
Menurutnya, tanpa upaya serius dari pemerintah dan masyarakat, kebudayaan Aceh bisa tergerus dan kehilangan nilai historisnya.
Sementara itu, Aklima memberikan pandangan terkait kepemudaan, terutama dalam memberdayakan pemuda agar terlibat aktif dalam pembangunan sosial dan ekonomi.
Dialog yang dihadiri ratusan mahasiswa, akademisi, pegiat budaya, pemuda, serta tokoh masyarakat ini menunjukkan tingginya antusiasme masyarakat Aceh, khususnya generasi muda.
Para peserta menyambut baik dialog ini sebagai wadah bagi mereka untuk memahami visi dan misi calon pemimpin secara langsung.
Dengan adanya forum seperti ini, diharapkan para calon pemimpin Aceh tidak hanya menyampaikan janji, tetapi juga menunjukkan komitmen untuk memperjuangkan masa depan yang lebih baik bagi seluruh lapisan masyarakat.
Acara ini pun berakhir dengan harapan besar agar Aceh dapat memiliki pemimpin yang amanah, visioner, dan mampu membawa perubahan positif bagi pendidikan, kebudayaan, dan kepemudaan Aceh ke depan.