Bisnisia.id | Banda Aceh – Direktur Eksekutif Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh, Teuku Jailani, memberikan apresiasi tinggi terhadap kinerja pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan sektor ekonomi di provinsi tersebut. Namun untuk mencapai kemajuan yang cepat, Aceh sangat butuh kontribusi investasi.
Teuku Jailani menyatakan bahwa kerja keras pemerintah dalam membangun ekosistem yang mendukung perkembangan usaha dan investasi di Aceh patut mendapatkan pengakuan.
Menurut Jailani, salah satu langkah penting yang perlu diperhatikan adalah pengembangan ekosistem yang memadai untuk menarik lebih banyak investasi.
“Dengan kondisi yang ada saat ini, kita perlu membangun sebuah ekosistem yang bisa mendorong pembangunan. Investasi harus terus berkembang, dan untuk itu data yang tepat dan informasi yang akurat sangat diperlukan,” ujar Jailani Rabu, (15/1/2025).

Jailani melanjutkan, meskipun ekosistem yang ada sudah memberikan dampak positif, masih banyak yang harus dilakukan. Salah satunya adalah memperbaiki tingkat kemiskinan yang memiliki korelasi langsung dengan daya beli masyarakat.
“Perbaikan ini akan meningkatkan daya beli masyarakat, yang tentunya akan berpengaruh positif pada sektor industri, khususnya di bidang perdana dan jasa,” tambahnya.
Sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintah, Jailani mengajak semua pihak, baik pengusaha maupun pemerintah daerah, untuk terus bekerja sama dan mengembangkan sektor-sektor yang memiliki potensi besar untuk tumbuh.
“Kolaborasi ini sangat penting, dan saya yakin dengan terus mengembangkan narasi-narasi konsultatif, kita dapat menemukan objek-objek yang berpotensi untuk tumbuh,” tutup Jailani.
Sepertinya pemerintahan Aceh yang baru telah menyadari pentingnya investasi untuk percepatan pembangunan ekonomi daerah. Sebulan pasca pilkada, Gubernur Aceh terpilih Muzakir Manaf melakukan kunjungan ke Bangkok, Thailand untuk bertemu dengan calon investor.

Dalam pertemuan itu, Muzakir Manaf mengatakan Aceh sangat terbuka bagi investor asing. Muzakir Manaf menuturkan para pengusaha Thailand menyatakan ketertarikannya untuk menjalin kerja sama dan berinvestasi di Aceh, terutama di sektor mineral seperti emas, perak, dan tembaga, serta minyak, gas, dan kopi.
Dalam pertemuan itu, Mualem mengundang para pengusaha untuk berkunjung langsung ke Aceh guna melihat berbagai peluang investasi yang tersedia.
“Kami mengundang tuan-tuan dan puan-puan semua untuk datang ke Aceh,” ujar Mualem.
Selain itu, Mualem menawarkan sejumlah peluang investasi yang sangat dibutuhkan di Aceh saat ini, antara lain pembangunan kilang padi modern, pabrik pakan ternak, pabrik minyak goreng, pengalengan ikan, serta pabrik es balok untuk mendukung sektor perikanan.
Sementara itu Direktur Eksekutif Forum Bisnis dan Investasi Aceh (Forbina), Muhammad Nur mengatakan persoalan investasi harus menjadi fokus pemerintahan Aceh yang baru. Kegagalan beberapa investasi besar tidak boleh berulang di bawah rezim Muzakir Manaf.
Aceh tidak bisa hanya bergantung pada dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Menurutnya, peran investasi swasta harus diperkuat agar Aceh bisa keluar dari statusnya sebagai salah satu daerah termiskin di Indonesia.
Muhammad Nur mencatat beberapa contoh kasus, termasuk kegagalan perusahaan asal Dubai yang pada tahun 2022 batal merealisasikan investasi sebesar Rp7 triliun di sektor pariwisata dan migas. Selain itu, PT Trans Continent pada 2023 gagal melanjutkan proyek pengembangan pusat distribusi dan pembangunan pusat logistik berikat.
“Proyek investasi semen Aceh oleh PT Semen Indonesia Aceh (SIA) juga mengalami kegagalan sejak 2018 karena sengketa lahan yang tak kunjung selesai. Hingga saat ini, proyek tersebut telah menghabiskan biaya sebesar Rp97,5 miliar hanya untuk pembayaran pekerjaan proyek dan operasional,” ujar Muhammad Nur.

Muhammad Nur menegaskan bahwa kegagalan ini harus menjadi pelajaran penting bagi pemerintahan baru untuk memperbaiki tata kelola investasi di Aceh. “Pemerintah harus belajar dari pengalaman ini dan memastikan kebijakan investasi yang lebih transparan, akuntabel, serta mampu menyelesaikan kendala di lapangan,” pungkasnya.
Muhammad Nur juga menyoroti pentingnya peran Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) dan PT Pembangunan Aceh (PEMA) dalam mendukung investasi di sektor migas. Kedua lembaga ini diharapkan menjadi motor penggerak produksi yang dapat menarik lebih banyak investor.
PT Pembangunan Aceh (PEMA), badan usaha milik daerah (BUMD) Pemerintah Aceh, menargetkan investasi sebesar Rp56 miliar pada tahun 2025. Target ini meningkat lebih dari 100 persen dibandingkan anggaran prainvestasi tahun 2024 sebesar Rp24 miliar.