Sorak sorai membahana di Stadion Harapan Bangsa ketika papan pergantian pemain diangkat pada menit ke-84. Nomor 78 yang telah begitu akrab di hati para suporter Persiraja muncul di papan, menandakan waktu yang dinantikan telah tiba.
Mukhlis Nakata, sang legenda hidup, melangkah masuk ke lapangan untuk terakhir kalinya sebagai pemain. Ban kapten pun disematkan kepadanya. Belasan ribu penonton berdiri memberikan tepukan panjang yang menggema, mengiringi ikon yang telah mendedikasikan lebih dari 15 tahun hidupnya untuk Laskar Rencong.
Laga melawan Dejan FC pada Minggu malam (5 Januari 2024) terasa istimewa. Bukan hanya karena kemenangan 2-0 yang diraih Persiraja, tetapi juga karena pertandingan ini menjadi panggung perpisahan Mukhlis Nakata, sang legenda yang telah menjadi simbol kesetiaan dan dedikasi dalam dunia sepak bola Aceh.
Awal Perjalanan Mukhlis Nakata di Persiraja
Mukhlis Ali “Nakata” memulai perjalanan sepak bolanya sejak usia 10 tahun di SSB Aneuk Rincong, Blang Padang. Bakatnya yang menonjol membawanya ke tim junior Persiraja Banda Aceh pada usia 12 tahun. Kariernya semakin menanjak, dan pada usia 18 tahun, ia bergabung dengan tim Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh pada 2007. Setelah PON, Mukhlis melanjutkan perjalanan kariernya dengan bergabung bersama PSAB Aceh Besar yang saat itu berada di Divisi 1.
Titik balik besar dalam karier Mukhlis terjadi pada tahun 2008, ketika ia dipanggil untuk bergabung dengan Persiraja Banda Aceh. Pada saat itu, ia bergabung sebagai pemain junior di bawah asuhan pelatih Anwar. Momen ini menjadi awal dari perjalanan panjang Mukhlis bersama Laskar Rencong, klub yang kemudian ia sebut sebagai rumahnya sendiri. “Persiraja adalah rumah saya, tim kebanggaan orang Aceh,” ujarnya dalam sebuah wawancara dikutip dari YouTube Persiraja.
Nama “Nakata” yang kini melekat pada Mukhlis sebenarnya berasal dari panggilan penonton sejak masa junior. Dirinya dipanggil ‘Nakata’ karena memiliki kemiripan dengan Hidetoshi Nakata, pemain asal Jepang yang saat itu bersinar di Serie A pada tahun 2000-an. “Panggilan itu akhirnya melekat hingga sekarang,” katanya.
Kini, banyak orang mengenalnya dengan nama “Mukhlis Nakata.”
Dedikasi Tanpa Batas untuk Laskar Rencong
Selama lebih dari 15 tahun, Mukhlis Nakata menjadi saksi hidup perjalanan Persiraja. Ketika klub menghadapi krisis finansial di awal dekade 2010-an, banyak pemain memilih untuk meninggalkan tim demi masa depan yang lebih baik.
Namun, Mukhlis memilih untuk tetap bertahan. Baginya, bermain untuk Persiraja bukan hanya soal karier, tetapi juga soal rasa cinta dan tanggung jawab terhadap daerah kelahirannya.
Pada tahun 2016, Mukhlis diangkat menjadi kapten tim. Gelar itu bukan hanya tanda penghormatan, tetapi juga pengakuan atas kepemimpinan dan dedikasinya. Di bawah kepemimpinannya, Persiraja mengalami kebangkitan besar. Meskipun berjuang di Liga 2, Mukhlis memimpin tim dengan penuh semangat, membawa Persiraja melewati masa-masa sulit.
Momen puncak kariernya tiba pada musim 2019, ketika Persiraja berhasil promosi ke Liga 1 setelah lebih dari satu dekade absen dari kasta tertinggi sepak bola Indonesia. Mukhlis adalah bagian penting dari keberhasilan itu, menjadi motor penggerak tim di lapangan dan inspirasi bagi pemain lain di ruang ganti.
Namun, tidak hanya kejayaan yang ia alami. Mukhlis juga menghadapi berbagai tantangan, termasuk cedera yang sempat mengancam kariernya. Tetapi, ia selalu bangkit, menunjukkan semangat juang yang luar biasa. Kesetiaannya pada Persiraja tetap tak tergoyahkan, meskipun tawaran dari klub-klub lain datang menghampirinya.
Malam Perpisahan Nakata
Sejak awal laga melawan Dejan FC, atmosfer Stadion Harapan Bangsa terasa berbeda. Spanduk-spanduk bertuliskan “Terima Kasih, Mukhlis Nakata” dan “Saboeh Klub Si Umu Masa atau One Man Club” menghiasi tribun. Nyanyian Skull Persiraja pun turut bergema.
Gol cepat di babak pertama dan satu gol di babak kedua membawa Persiraja unggul 2-0, tetapi sorotan utama malam itu tetap tertuju pada momen di menit ke-84. Ketika Mukhlis masuk ke lapangan, seluruh penonton berdiri, bertepuk tangan memberikan penghormatan terakhir kepada sang kapten.
Setelah pertandingan usai, seluruh pemain, pelatih, dan manajemen Persiraja berkumpul di tengah lapangan, membentuk lingkaran besar dengan Mukhlis di pusatnya. Mereka menundukkan kepala, memberikan penghormatan terakhir kepada sang kapten yang telah menjadi panutan selama bertahun-tahun.
Mukhlis kemudian diberikan mikrofon untuk menyampaikan salam perpisahan. Ia mengucapkan rasa terima kasih kepada para suporter dan seluruh elemen klub yang telah mendukungnya sepanjang karier. Kata-katanya sederhana, tetapi menyentuh hati semua yang hadir di stadion.
“Persiraja adalah bagian dari hidup saya, terima kasih untuk semuanya,” ucapnya.
Setelah itu, Mukhlis berdiri di tengah lapangan, mencium logo Persiraja yang ada di dadanya, simbol kecintaannya yang tulus kepada klub. Ia kemudian bersama putrinya berjalan mengelilingi stadion, melambaikan tangan kepada para suporter yang terus memanggil namanya. Di setiap langkahnya, sorak-sorai semakin membahana, memberikan penghormatan terakhir untuk sang kapten.
Akhir dari Era Mukhlis Nakata
Mukhlis Nakata kini telah gantung sepatu, tetapi warisannya akan terus hidup dalam setiap langkah Persiraja ke depan. Ia adalah simbol dari dedikasi, kerja keras, dan kesetiaan yang semakin langka dalam sepak bola modern.
Dalam sejarah Persiraja, Mukhlis bukan hanya seorang pemain, tetapi juga ikon yang mencerminkan kebanggaan dan semangat masyarakat Aceh. Tepukan terakhir yang diberikan untuknya bukan hanya penghormatan untuk seorang pemain, tetapi juga penghargaan untuk seseorang yang telah memberikan segalanya demi klub, kota, dan masyarakatnya.
Mukhlis Nakata adalah legenda yang tidak hanya bermain dengan kaki, tetapi juga dengan hati, dan untuk itu, ia akan selalu dikenang.