Bisnisia.id | Aceh Tamiang – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang, Fadlon, SH meminta perusahaan sawit kabupaten setempat untuk memenuhi hak plasma masyarakat sekitar kebun mereka sesuai dengan regulasi yang berlaku.Â
“Ada empat regulasi utama yang mengatur kewajiban perusahaan dalam memberikan hak plasma kepada masyarakat, baik dalam bentuk kebun plasma maupun program kemitraan. Regulasi tersebut adalah Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian, serta dua Peraturan Menteri Pertanian (Permentan), yaitu Nomor 18 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar dan Nomor 26 Tahun 2007 tentang Perkebunan,” jelas Fadlon kepada wartawan pada Selasa (7/1/2025). Â
Fadlon mengungkapkan bahwa luas perkebunan kelapa sawit di Aceh Tamiang yang tercatat dalam Hak Guna Usaha (HGU) mencapai 46.084,59 hektare dari 34 perusahaan kelapa sawit skala besar. Namun, ia menyoroti bahwa masih banyak perusahaan yang belum memenuhi kewajiban mereka dalam memberikan hak plasma kepada masyarakat di sekitar kebun. Â
“Kami meminta perusahaan sawit untuk memberikan 20 persen hak plasma kepada masyarakat sesuai regulasi yang berlaku. Kewajiban ini merupakan tanggung jawab perusahaan yang harus dipenuhi,” tegas politisi dari Partai Aceh tersebut. Â
Permasalahan Hak Plasma, Lokasi dan Luas Lahan Tidak Sesuai Â
Fadlon juga menyoroti berbagai permasalahan yang sering muncul terkait pemberian hak plasma oleh perusahaan sawit. Salah satu contohnya adalah penentuan lokasi lahan plasma yang sering kali jauh dari kebun utama, sehingga sulit bagi masyarakat untuk mengelolanya. Â
“Padahal, masyarakat adalah pemilik asli tanah tersebut sebelum perusahaan datang. Namun, ketika hak plasma diberikan, lokasinya malah jauh dari kebun utama, sehingga masyarakat tidak bisa mengelola lahan tersebut dengan optimal,” ujar Fadlon, yang juga menjabat sebagai Pj Ketua DPW Partai Aceh Kabupaten Aceh Tamiang. Â
Selain itu, terdapat perusahaan yang sama sekali tidak memberikan hak plasma atau memberikan lahan plasma dengan luas yang tidak sesuai dengan ketentuan. Praktik semacam ini, menurut Fadlon, sangat merugikan masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik di lapangan. Â
“Kondisi ini mencerminkan kurangnya tanggung jawab sosial perusahaan, dan hal tersebut tidak dapat dibiarkan,” tambahnya. Â
Seruan untuk Penataan Ulang dan Pengawasan Ketat Â
Fadlon meminta Bidang Perkebunan di Distanbunnak Aceh Tamiang dan Bidang Perkebunan Provinsi Aceh untuk melakukan penataan ulang terhadap perusahaan sawit di Aceh Tamiang. Ia juga menekankan pentingnya pengawasan dan kontrol ketat terhadap implementasi kewajiban pemberian hak plasma kepada masyarakat. Â
“Jangan sampai ada perusahaan yang seenaknya mengambil tanah masyarakat tanpa memberikan hak plasma yang layak. Pemerintah harus memastikan setiap perusahaan memenuhi tanggung jawab sosial mereka,” katanya. Â
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan untuk Kesejahteraan Masyarakat Â
Fadlon menjelaskan bahwa pemberian hak plasma kepada masyarakat sekitar kebun sawit bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan memenuhi hak tersebut, perusahaan sawit dapat membantu meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Â
Ia juga menekankan bahwa perusahaan sawit seharusnya menjadi mitra yang baik bagi masyarakat, bukan pihak yang merugikan dan merampas hak mereka. Â
“Semoga masyarakat Aceh Tamiang dapat benar-benar merasakan manfaat dari keberadaan perusahaan sawit di daerah mereka,” pungkas Fadlon, yang juga merupakan pembina Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh Tamiang. Â