Bisnisia.id | Banda Aceh – Wirausaha kelas kecil dan menengah di Provinsi Aceh butuh pendampingan berkelanjutan dari pemerintah agar daya saing kian kuat. Tanpa pendampingan mereka akan kalah bersaing di pasar yang kian bebas.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (PLUT-KUMKM) Aceh, Rosti Maidar, pada Senin (9/12/2024), memaparkan strategi penguatan daya saing pelaku UMKM di Aceh melalui kolaborasi lintas sektor.
Rosti mengatakan pihaknya memberikan perhatian yang besar pada pelaku usaha kecil dan menengah. Pendampingan mencakup berbagai aspek penting, seperti peningkatan kualitas kelembagaan, legalitas usaha, serta sertifikasi halal dan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
“Kami mendampingi pelaku usaha untuk memperoleh sertifikasi seperti HAKI dan sertifikasi halal, sesuai dengan kebutuhan produk mereka. Sertifikasi ini penting untuk meningkatkan kepercayaan konsumen dan memberikan nilai tambah bagi produk,” jelas Rosti.
Selain sertifikasi, Rosti menekankan pentingnya peningkatan kompetensi sumber daya manusia. Pelatihan dan sosialisasi diberikan untuk membantu pelaku usaha memahami standar produksi yang aman dan efisien, serta memanfaatkan teknologi seperti media sosial untuk pemasaran.
“Ada banyak pelaku usaha yang belum memaksimalkan teknologi digital. Kami mengadakan pelatihan agar mereka mampu memasarkan produk secara lebih efektif dan menjangkau pasar yang lebih luas,” tambahnya.
Aceh, dengan kekayaan budaya dan tradisi yang melimpah, memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Rosti mencontohkan warisan budaya seperti tari Saman, tradisi peusijuek, serta komoditas unggulan seperti kopi dan pala yang dapat dikemas secara inovatif untuk meningkatkan daya tarik pasar.
“Misalnya, produk khas seperti kue tradisional Aceh dapat dikemas secara menarik dan ditawarkan di destinasi wisata seperti Pantai Lampuuk dan Sabang. Ini tidak hanya mendukung ekonomi lokal, tetapi juga menjadi daya tarik wisatawan,” ungkap Rosti.
Namun, pengembangan ekonomi kreatif tidak terlepas dari tantangan, terutama dalam hal sumber daya manusia, akses teknologi, dan pembiayaan.
“Banyak pelaku usaha yang masih menggunakan metode tradisional karena keterbatasan informasi dan akses terhadap teknologi modern. Selain itu, kendala pembiayaan menjadi hambatan besar karena mereka belum memiliki laporan keuangan yang memadai untuk mendapatkan dukungan perbankan,” terang Rosti.
Untuk mengatasi tantangan ini, Rosti menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, lembaga keuangan, dan komunitas pelaku usaha.
“Kami menyediakan ruang konsultasi dan pendampingan di UPTD PLUT-KUMKM. Namun, keberhasilan juga bergantung pada inisiatif dan semangat pelaku usaha itu sendiri,” tegasnya.
Rosti juga menyoroti pentingnya kebijakan yang mendukung untuk menarik investasi ke sektor ekonomi kreatif.
“Aceh memiliki peluang besar untuk menjadi pusat ekonomi kreatif berbasis budaya. Namun, peluang ini hanya bisa terwujud jika semua pihak bekerja sama dan memanfaatkan potensi yang ada secara optimal,” pungkasnya.
Dengan pendekatan strategis dan dukungan lintas sektor, diharapkan UMKM dan ekonomi kreatif di Aceh dapat terus berkembang, memberikan kontribusi signifikan pada perekonomian daerah.