Bisnisia.id | Aceh Besar – Barisan pohon kurma yang menjulang tinggi, dengan daun-daunnya yang melambai lembut di bawah sinar matahari tropis, menciptakan suasana magis yang seolah membawa pengunjung ke oasis di padang pasir timur tengah.
Di tengah hamparan hijau subur dan dikelilingi oleh perbukitan yang menjulang, terletaklah sebuah Kebun Kurma yang bernama Barbate tepat di Jl. Lintas Blangbintang, Kruengraya, Meurandeh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Dari Kota Banda Aceh, lokasi ini dapat ditempuh dengan perjalanan sejauh 21 km atau sekitar 30 menit, melalui jalan beraspal yang membelah bukit-bukit yang naik turun.
Pengelola Kebun Kurma Barbate, Ramadani, mengatakan Kebun ini bukan hanya tempat wisata biasa, melainkan hasil kolaborasi produk perkebunan dan destinasi wisata yang dimiliki oleh Haji Sukri, seorang pengusaha asal Kuta Baro. Kebun ini dimulai sejak 2015 dengan tujuan utama menanam kurma di tanah yang sebelumnya dianggap tidak subur.
“Awal mula kebun ini berkat ide dari Pak Mahdi Muhammad, yang setelah pensiun dan kembali ke Aceh, bertemu dengan Haji Sukri. Bersama-sama, mereka memulai penanaman kurma pada September 2015,” ujar Ramadani ketika ditemui Bisnisia.id di lokasi perkebunan, pada Kamis (08/08/2024).

Lahan tersebut awalnya berupa hutan yang ditumbuhi pohon kayu seperti akasia dan eukaliptus, peninggalan dari masa pemerintahan Presiden Suharto.
Kebun yang sekarang memasuki tahun kesembilan ini telah ditanami berbagai jenis kurma, termasuk Barhi Thailand, Barhi Inggris, Barhi Abu Dhabi, dan Ajwa. Beberapa varietas lain, seperti Ajwa dari Arab Saudi, masih dalam tahap uji coba.

“Kami berusaha menghadirkan yang terbaik. Proses penanaman sudah selesai pada 2016, dan pohon-pohon mulai berbuah pada 2018,” tambah Ramadani.
Selain mengelola kebun, pada 2018, Haji Sukri mengembangkan lahan ini menjadi objek wisata.
“Awalnya pengunjung datang karena penasaran dengan kebun kurma ini, sehingga kami memutuskan untuk memperlengkapi tempat ini dengan berbagai fasilitas wisata seperti ATV, memanah, berkuda, dan wahana kereta mini,” jelas Ramadan.
Namun, setelah beberapa tahun berjalan, jumlah pengunjung mulai menurun.
“Dulu, ribuan orang datang saat akhir pekan, tapi sekarang tidak seramai itu. Faktor ekonomi dan banyaknya objek wisata baru di sekitar sini mungkin menjadi penyebabnya. Meski demikian, pengelola tetap optimis dengan potensi kebun ini,” ujar Ramadani.
Selain kurma, kebun ini juga menghasilkan madu dari budidaya lebah Trigona dan pernah memelihara kambing serta ayam petarung.
“Kami juga menghadapi tantangan dengan keterbatasan fasilitas seperti air dan jaringan telepon,” kata Ramadani.
Air menjadi kebutuhan krusial di daerah ini, dan mereka harus menggunakan sistem penampungan hujan untuk keperluan sehari-hari.
Kebun Kurma Barbate kini masih berfungsi sebagai pusat agro-wisata dan menjadi salah satu kebanggaan masyarakat setempat.
“Meskipun sekarang lebih sepi, kami tetap fokus pada perkebunan dan berharap suatu hari bisa kembali menarik minat banyak orang,” kata pengelola menutup perbincangan.
Dengan luas total 600 hektar, kebun ini merupakan simbol keberhasilan pertanian di lahan yang dulu dianggap tidak subur dan kini menjadi destinasi wisata yang edukatif serta produktif.