Bisnisia.id | Banda Aceh –Â Para perupa Aceh yang tergabung dalam apotik warna menggelar kegiatan mewarnai tiang flyover di Simpang Surabaya, Banda Aceh, sebagai upaya memperindah kota dengan sentuhan seni mural. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan nuansa positif bagi kota Banda Aceh, sekaligus menyampaikan pesan-pesan yang bermakna melalui karya seni mereka.
Koordinator lapangan Apotik Warna, Olexs, menjelaskan bahwa mural yang mereka buat memiliki makna mendalam, yakni “Salem Teuka” atau selamat datang. Dalam mural tersebut, terdapat gambar warung kopi dan perempuan yang menyapa dengan salam, sebagai simbol keramahan khas kota Banda Aceh. Selain itu, rumah Aceh yang menjadi ikon adat juga turut digambarkan, merepresentasikan kearifan lokal dan budaya yang kuat di kota tersebut.
Olex juga menambahkan bahwa aksi ini melawan coretan-coretan yang kerusakan ruang kota “aksi ini sebagai respons terhadap maraknya coretan merusak dinding atau vandalisme negatif. Kegiatan ini bertujuan mengubah coretan-coretan tersebut menjadi mural yang lebih positif dan bermakna,” tambah Olex.
Para perupa yang terlibat, termasuk Iswadi Basri, Olexs, Munzir, S.Sn, Chika, dan Mahatir, berkeinginan agar mural ini membawa energi positif bagi kota. Mereka berharap melalui karya seni ini, Banda Aceh menjadi lebih indah dan berkarakter, meskipun dana yang digunakan berasal dari patungan para perupa dan donasi warga. Mereka ingin agar seni mural dinikmati oleh publik dan menghindari sekadar coretan yang merusak citra kota.
Davi Abdullah, seorang budayawan sekaligus filmmaker Independen, mengungkapkan pandangannya mengenai gerakan mewarnai ini disebut vandalisme. Gerakan ini sudah muncul di kota-kota besar untuk mewarnai.
Menurut Davi abdullah, aksi ini bukan sekadar coretan liar di dinding, melainkan sebuah ekspresi budaya yang sarat dengan konsep dan ideologi yang ingin disampaikan oleh para perupa. Ia melihat bahwa melalui vandalisme, seniman perupa berusaha membangun citra kota dengan cara yang unik dan penuh makna, mencerminkan aspirasi, kritik sosial, serta dinamika kehidupan urban yang kompleks.
Lebih lanjut, Davi menilai bahwa gerakan ini merupakan bentuk perlawanan terhadap homogenisasi ruang publik yang sering kali didominasi oleh kepentingan komersial. vandalisme dalam konteks budaya dan sosial, bukan semata-mata sebagai tindakan merusak.
Menurutnya, seni jalanan mampu menghadirkan dialog antara masyarakat dengan lingkungannya, serta memperkaya narasi visual kota yang kerap diabaikan. Dengan demikian, Davi mengajak masyarakat untuk lebih menghargai dan memahami esensi dari gerakan ini sebagai bagian dari kekayaan budaya perkotaan.