Bisniskita.id | Suka Makmue – PLTU 1-2 Nagan Raya berkomitmen dalam upaya mengurangi emisi karbon sebagai bagian dari komitmen presiden dalam rangka mencapai tujuan perubahan iklim yang ditetapkan pada Paris Agreement, dengan target mencapai net zero emisi.
Manager Bagian Coal & Ash Handling, Azie Anhar, mengatakan Langkah-langkah yang telah diambil oleh PLTU nagan Raya termasuk melakukan uji coba co-firing biomassa.
“Pada tahun 2022, PLTU 1-2 nagan Raya membakar sekitar 10.627 ton cangkang sawit sebagai pengganti batu bara,” jelas Azie kepada Bisniskita.id di PLTU 1-2 Nagan Raya, Suak Puntong, Kecamatan Kuala Pesisir, Kabupaten Nagan Raya, pada Senin (16/10/2023).
Upaya ini menghasilkan sekitar 13.321 MWh energi hijau atau energi ramah lingkungan. Namun, pada tahun 2023, mereka mulai menggunakan bahan bakar biomassa lain selain cangkang sawit, seperti sekam padi dan saudas. Penggunaan sekam padi dan saudas ini diharapkan dapat mendukung transisi energi yang lebih ramah lingkungan.
Menggunakan biomasa sebagai bahan bakar alternatif dalam proses produksi, dan melakukan karbonisasi biomassa dapat mengunci karbon. Langkah ini adalah salah satu cara untuk mengurangi emisi.
“Saat ini, PLTU nagan Raya telah membakar sekitar 829 ton sekam padi dan saudas, yang setara dengan 829 MWh energi hijau,” Lanjut Azie.
Saudas adalah limbah dari proses penggergajian kayu, sehingga dapat dianggap sebagai bahan bakar biomasa yang berkelanjutan.
Meskipun upaya ini bertujuan untuk mencapai karbon netral, PLTU nagan Raya menghadapi kendala dalam hal harga biomassa yang masih tinggi. Harga biomasa diharapkan dapat menjadi lebih kompetitif dengan harga batu bara di masa depan, terutama jika kalorinya lebih rendah.
“Misalnya, cangkang sawit memiliki kalori yang mendekati batu bara, sehingga harganya lebih tinggi. Sebaliknya, saudas dan sekam padi memiliki kalori yang lebih rendah, dan oleh karena itu, harganya lebih kompetitif dibandingkan dengan batu bara,” jelas Azie.
Tersedianya biomasa juga menjadi pertimbangan, karena perlu dikumpulkan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan. Ini merupakan tantangan, terutama karena produksi biomasa seperti cangkang sawit biasanya berasal dari pabrik kelapa sawit.