Bisnisia.id | Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, yang akrab disapa Zulhas, menyampaikan sejumlah persoalan serius yang dihadapi sektor pertanian Indonesia dalam beberapa dekade terakhir.
Dalam sambutannya pada acara Pelantikan Pejabat Tinggi Pratama di Graha Mandiri, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2024), Zulhas menyoroti isu-isu mendasar seperti berkurangnya luas lahan sawah hingga menua dan berkurangnya jumlah petani muda.
Zulhas menegaskan, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah penyusutan lahan sawah yang mencapai 100 ribu hektar setiap tahun.
Penyusutan ini bukan hanya mengancam keberlanjutan sektor pertanian, tetapi juga berpotensi mempengaruhi ketahanan pangan nasional di masa depan.
Menurut Zulhas, perubahan ini tak lepas dari pesatnya alih fungsi lahan pertanian untuk berbagai keperluan, termasuk perumahan dan industri.
“Setiap tahun kita kehilangan 100 ribu hektar lahan sawah. Ini menjadi masalah serius karena lahan pertanian adalah tulang punggung ketahanan pangan kita,†ungkap Zulhas.
Selain masalah lahan, Zulhas juga menyoroti kondisi demografi para petani Indonesia yang semakin menua.
Dia menjelaskan bahwa generasi muda saat ini tampak kurang tertarik untuk terjun ke sektor pertanian, sehingga menyebabkan regenerasi petani terhambat.
“Petani kita mengalami penuaan. Kalau kita pergi ke daerah, kebanyakan yang menggarap sawah adalah petani yang sudah tua. Anak-anak muda, khususnya generasi milenial, tidak lagi tertarik menjadi petani,†jelas Zulhas.
Zulhas pun membandingkan kondisi ini dengan era Orde Baru, di mana sektor pertanian menjadi tulang punggung perekonomian nasional dan sebagian besar petani memiliki lahan sawah dan kebun sendiri.
“Pada zaman Orde Baru, rata-rata petani punya kebun dan sawah. Saat itu, sekitar 65 persen pekerja berasal dari sektor pertanian. Namun, dalam 24 tahun terakhir, sekitar 80 persen petani sekarang berubah menjadi buruh tani, dan kontribusi sektor pertanian terhadap tenaga kerja nasional hanya tinggal sekitar 25 persen,†kata Zulhas.
Dalam pandangannya, pergeseran ini disebabkan oleh perubahan struktural di sektor ekonomi nasional yang semakin bergeser ke arah industri dan jasa.
Akibatnya, sektor pertanian kehilangan daya tariknya bagi generasi muda, terutama di tengah semakin sulitnya memiliki lahan secara pribadi.
Zulhas juga menyampaikan bahwa pemerintah saat ini tengah berupaya keras untuk mencapai swasembada pangan paling lambat pada tahun 2028.
Menurutnya, target tersebut sangat menantang karena memerlukan koordinasi dan sinergi antar berbagai kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Pertanian, Pupuk Indonesia, Badan Pangan Nasional, dan Bulog.
“Kita ingin mencapai swasembada pangan, tetapi banyak sekali sektor yang terlibat. Ini bukan tugas yang mudah, namun sangat mulia,†tegasnya.
Zulhas juga mengingatkan bahwa upaya mencapai swasembada pangan harus dilakukan dengan pendekatan komprehensif, termasuk mendorong generasi muda untuk terlibat dalam sektor pertanian, memperbaiki akses dan distribusi pupuk, serta mengoptimalkan teknologi dalam pengelolaan lahan dan hasil pertanian.
Menurut Zulhas, hanya dengan komitmen kuat dari seluruh pihak, target swasembada pangan pada tahun 2028 dapat tercapai.
Dalam jangka panjang, Zulhas berharap adanya langkah-langkah yang dapat menarik minat generasi muda untuk kembali ke sektor pertanian, salah satunya dengan menghadirkan inovasi dan teknologi yang lebih modern dalam sistem pertanian Indonesia.
Menurutnya, modernisasi pertanian dapat menjadi daya tarik bagi kaum milenial yang terbiasa dengan teknologi dan efisiensi.
Dengan demikian, kata Zulhas, keberlanjutan sektor pertanian dan ketahanan pangan Indonesia dapat tetap terjaga, meski di tengah berbagai tantangan yang ada.