Bisnisia.id | Banda Aceh – Direktur Eksekutif Forum Bangun Investasi Aceh (FORBINA), Muhammad Nur, S.H., bersama Maulana, S.H., dan perwakilan warga resmi mengajukan gugatan terhadap Gubernur Aceh ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh.
“Gugatan ini terkait pemberian Izin Usaha Perkebunan Budidaya kepada PT. Dua Perkasa Lestari (DPL) di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya). Gugatan tersebut didaftarkan pada Jumat, 22 November 2024, dengan nomor perkara No. 45/G/2024/PTUN.BNA,” Ungkap Muhammad Nur dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (22/11/2024).
Latar Belakang Gugatan
Pada tahun 2007, Gubernur Aceh menerbitkan izin melalui Surat Keputusan Nomor P2TSP.525/4828/2007 tertanggal 27 Desember 2007. Surat ini memberikan PT. DPL izin mengelola lahan seluas 2.600 hektare untuk usaha perkebunan kelapa sawit.
Namun, FORBINA dan warga menyebutkan bahwa lahan tersebut merupakan wilayah yang sebelumnya dikuasai dan dimanfaatkan oleh 28 kelompok tani setempat. Para petani ini adalah bagian dari program pemberdayaan ekonomi yang dicanangkan oleh pemerintah pusat untuk mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan korban konflik melalui pembagian 63.000 bibit untuk lahan seluas 2.600 hektare.
Sayangnya, program yang digagas oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut terganggu akibat penerbitan izin kepada PT. DPL. Warga kehilangan akses ke lahan yang menjadi sumber penghidupan mereka, sementara perusahaan terus memperluas wilayah penanaman kelapa sawit.
Temuan dan Dalil Hukum
Menurut FORBINA, pemberian izin oleh Gubernur Aceh kepada PT. DPL mengandung cacat hukum dan cacat prosedural. Beberapa temuan utama yang menjadi dasar gugatan meliputi:
- Ketidaksesuaian Lokasi
Lokasi yang diizinkan kepada PT. DPL tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, sehingga menimbulkan konflik dengan masyarakat setempat. - Pelanggaran Hak Masyarakat
Lahan yang diberikan kepada perusahaan adalah wilayah kelola masyarakat yang telah lama menjadi sumber penghidupan petani. - Krisis Sosial dan Ekonomi
Kebijakan tersebut memperburuk kondisi masyarakat, terutama pasca-konflik dan di tengah tantangan kemiskinan serta keterbatasan lapangan pekerjaan.
Tuntutan FORBINA dan Warga
FORBINA menilai kebijakan ini sebagai bentuk perampasan tanah rakyat demi kepentingan investasi. Direktur Eksekutif FORBINA, Muhammad Nur, S.H., menegaskan bahwa tugas pemerintah seharusnya adalah melindungi hak masyarakat, bukan menghilangkan wilayah kelola mereka.
“Kebijakan ini menunjukkan ambisi yang tidak memperhatikan kebutuhan rakyat. Di tengah kondisi perekonomian pasca-konflik dan bencana, pemerintah seharusnya fokus melindungi masyarakat, bukan memprioritaskan investasi yang merugikan,” ujar Muhammad Nur.
FORBINA juga meminta PT. DPL untuk menghormati proses hukum dengan menghentikan seluruh aktivitasnya di lapangan hingga ada keputusan dari pengadilan. Selain itu, Gubernur Aceh diharapkan bertanggung jawab atas keputusan yang dinilai merugikan banyak pihak.
Harapan ke Depan
Melalui gugatan ini, FORBINA bersama warga berharap keadilan dapat ditegakkan dan hak-hak masyarakat atas lahan mereka dikembalikan. Gugatan ini juga diharapkan menjadi pelajaran penting bagi pemerintah daerah untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan aset masyarakat.
Kasus ini menjadi perhatian besar publik, terutama karena menyangkut persoalan hak atas tanah dan kesejahteraan warga lokal yang terpinggirkan oleh investasi besar.