Bisnisia.id | Dunia – Harga batu bara terus mengalami penurunan signifikan, mendekati titik terendah dalam setahun terakhir. Berdasarkan data Refinitiv, harga batu bara acuan ICE Newcastle untuk kontrak Februari ditutup di level US$ 116,30 per ton, turun 1,44% dalam sehari. Penurunan ini memperpanjang tren negatif selama enam hari berturut-turut, dengan akumulasi penurunan lebih dari 8%.
Mengutip CNBC Indonesia, Jumat (10/1/2025) penurunan harga batu bara sebagian besar disebabkan oleh peningkatan produksi yang melebihi permintaan, meskipun konsumsi tetap kuat. Tren ini juga diperburuk oleh masifnya perkembangan energi baru terbarukan (EBT).
Menurut Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batu Bara Tiongkok (CCTD), produksi batu bara diproyeksikan akan terus meningkat hingga 2025. Produksi tahunan diperkirakan naik sebesar 1,5%, sementara permintaan hanya tumbuh sekitar 1%.
Stok batu bara domestik yang melimpah di Tiongkok menjadi salah satu faktor utama yang menekan harga di pasar global. Peningkatan kapasitas penambangan di beberapa provinsi produsen utama seperti Shanxi, Helongjiang, Xinjiang, Guizhou, dan Ningxia menjadi penyokong utama pasokan. Langkah ini juga dilakukan untuk mengatasi penurunan pendapatan pajak akibat krisis di sektor properti.
“Produksi di Shanxi diperkirakan akan pulih pada 2025 setelah sempat terhambat oleh inspeksi keselamatan tahun lalu,” ujar Feng Huaming, analis dari CCTD.
Selain itu, produsen batu bara di Mongolia dan Rusia yang bergantung pada pasar Tiongkok diprediksi akan tetap berupaya meningkatkan penjualan meskipun menghadapi tekanan dari pasokan domestik yang melimpah.
Selain faktor produksi, tekanan terhadap harga batu bara juga datang dari perkembangan energi ramah lingkungan. Tiongkok, sebagai salah satu negara dengan konsumsi energi terbesar, semakin serius dalam mengembangkan proyek energi terbarukan. Baru-baru ini, pemerintah Tiongkok mengumumkan rencana pembangunan bendungan pembangkit listrik tenaga air di Tibet.
Bendungan yang dirancang sepanjang 31 mil ini akan memiliki kapasitas sebesar 300 miliar kWh dan digadang-gadang akan melampaui Bendungan Tiga Ngarai, yang saat ini merupakan pembangkit listrik tenaga air terbesar di dunia. Proyek ini menjadi bagian dari strategi Tiongkok untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, termasuk batu bara.
Dengan berbagai dinamika tersebut, harga batu bara diperkirakan akan tetap tertekan sepanjang tahun ini. Kebijakan Tiongkok untuk memperluas kapasitas penambangan dan mengurangi impor menjadi faktor kunci yang menjaga harga tetap rendah. Di sisi lain, perkembangan energi terbarukan terus mengikis dominasi batu bara sebagai sumber energi utama.