Pariwisata di Aceh memiliki potensi besar untuk menjadi sektor unggulan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Dengan keindahan alam, kekayaan budaya, dan keragaman ekosistem yang dimilikinya, Aceh berpeluang menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia.
Namun, untuk mencapai visi ini, diperlukan peran aktif dari semua pihak, terutama agam inong atau duta wisata yang berperan sebagai promotor yang sadar akan pentingnya pengelolaan wisata yang berkelanjutan.
Syarifah Qadriah, Inong Aceh 2024, yang juga mahasiswi Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala, memaknai duta wisata sebagai tiga peran utama, yakni promotor, edukator, dan inisiator.
“Promotor bertugas mempromosikan wisata yang ada di daerahnya, edukator memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya wisata, dan inisiator menciptakan ide-ide baru untuk pengembangan destinasi,” ungkap Syarifah, yang merupakan Inong asal Aceh Timur.
Muhammad Faiz Al Kirami, 21 tahun, selaku Agam Aceh 2024, menambahkan pentingnya merancang regulasi agar masyarakat bisa menyampaikan keluhannya terkait pariwisata yang ada di Aceh.
“Kami juga menjadi penghubung antara masyarakat, khususnya pelaku usaha wisata, dan pemerintah yang merancang regulasi. Ini penting agar keluhan masyarakat bisa disampaikan dan diatasi dengan kebijakan yang tepat,” ujar Faiz, yang merupakan mahasiswa Ilmu Pemerintahan USK.
Keduanya sepakat bahwa tantangan terbesar yang dihadapi pariwisata Aceh saat ini adalah pengelolaan infrastruktur dan lingkungan.
“Banyak destinasi wisata di Aceh yang pengelolaan sampahnya kurang baik, fasilitasnya tidak memadai, dan masih ada retribusi liar. Ini memberikan kesan buruk bagi wisatawan,” ungkap Agam asal Aceh Besar.
Syarifah juga menyoroti pentingnya pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pariwisata.
“Sosialisasi tentang pengelolaan wisata yang baik, menjaga kebersihan lingkungan, dan melibatkan masyarakat melalui pendekatan persuasif adalah langkah penting,” katanya.
Sebagai langkah konkret, Faiz memperkenalkan program Educational Camping.
“Program ini melibatkan pemuda-pemudi Aceh untuk camping di destinasi wisata baru, sekaligus pelatihan konten kreator dan voice over. Tujuannya agar mereka bisa mempromosikan destinasi di daerah masing-masing,” jelasnya.
Program ini rencananya akan berlangsung dua bulan sekali dengan menjelajahi destinasi yang belum terkenal.
Syarifah, Inong Aceh 2024, yang berusia 21 tahun, menambahkan bahwa program ini selaras dengan peran mereka sebagai duta wisata, yang bertujuan menciptakan kesadaran masyarakat akan pentingnya wisata sebagai sektor ekonomi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Dengan optimisme, keduanya berharap dapat membawa perubahan nyata bagi Aceh.
“Kami ingin sektor pariwisata menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang baru bagi Aceh, mengingat dana otonomi khusus akan dicabut pada 2027. Aceh harus mandiri dan tidak bergantung lagi pada anggaran dari pusat,” ujar Faiz.
Syarifah berharap agar generasi muda Aceh menjadi agen perubahan.
“Kami ingin menjadi role model bagi pemuda-pemudi Aceh agar sadar bahwa mereka memiliki peran penting dalam menjaga alam, budaya, dan memajukan pariwisata Aceh,” katanya.