Bisnisia.id | Seoul – Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, ditangkap pada Rabu (15/1) atas tuduhan pemberontakan. Penangkapan ini menjadi yang pertama dalam sejarah negara tersebut terhadap seorang presiden yang masih menjabat. Yoon mengatakan bahwa ia mematuhi proses hukum, meskipun menyebut penyelidikan itu ilegal, demi menghindari “pertumpahan darah.”
Penangkapan ini menjadi babak baru dalam krisis politik yang melanda salah satu negara demokrasi paling dinamis di Asia. Sebelumnya, Yoon dimakzulkan oleh parlemen pada 14 Desember setelah mengeluarkan pernyataan darurat militer pada awal bulan yang memicu kekacauan politik dan mengguncang ekonomi terbesar keempat di Asia.
Setelah hampir dua minggu bersembunyi di kediamannya di lereng bukit, Yoon akhirnya menyerahkan diri pada Rabu pagi. Keputusan itu diambil setelah lebih dari 3.000 polisi mengepung kediamannya sejak dini hari.
“Saya memutuskan untuk menanggapi penyelidikan CIO, meskipun itu adalah penyelidikan ilegal, untuk mencegah pertumpahan darah yang tidak menyenangkan,” ujar Yoon dalam pernyataan resminya, merujuk pada Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) yang memimpin penyelidikan tersebut seperti disiarkan oleh Reuters.com
Yoon kemudian meninggalkan kediamannya dengan iring-iringan kendaraan dan tiba di kantor CIO untuk diinterogasi. Sesuai prosedur, pihak berwenang memiliki waktu 48 jam untuk menentukan apakah Yoon akan ditahan hingga 20 hari atau dibebaskan.
Tim pengacara Yoon menilai penangkapan ini ilegal. Mereka beralasan bahwa surat perintah dikeluarkan oleh pengadilan yang tidak berwenang dan bahwa tim penyelidikan tidak memiliki mandat hukum yang jelas.
Deklarasi darurat militer oleh Yoon awal Desember lalu mengejutkan publik Korea Selatan dan memicu krisis politik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mahkamah Konstitusi saat ini sedang mempertimbangkan apakah pemakzulan Yoon akan ditegakkan secara permanen atau jika ia akan dikembalikan ke jabatannya.
Penangkapan Yoon memicu reaksi besar di kalangan pendukungnya. Sejak dini hari, ratusan pendukung berkumpul di luar kediaman Yoon untuk memprotes upaya penangkapannya. Sebagian dari mereka terlihat membawa bendera dengan slogan “Hentikan Pencurian,” merujuk pada klaim Yoon tentang kecurangan pemilu—salah satu alasan yang ia gunakan untuk mendeklarasikan darurat militer.
“Sangat menyedihkan melihat negara kita berantakan,” ujar Kim Woo-sub, seorang pensiunan berusia 70 tahun yang ikut memprotes di luar kediaman Yoon.
Meski mayoritas warga Korea Selatan mendukung pemakzulan Yoon, menurut survei, ketegangan politik ini telah menghidupkan kembali dukungan untuk Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang dipimpin Yoon. Dalam jajak pendapat terbaru Realmeter, dukungan untuk PPP mencapai 40,8%, mendekati angka dukungan untuk Partai Demokrat yang berada di 42,2%.
Penangkapan Yoon diperkirakan akan semakin memperuncing ketegangan politik di Korea Selatan, yang juga merupakan salah satu mitra keamanan utama Amerika Serikat di Asia.