Bisnisia.id | Jakarta – Dua dekade telah berlalu sejak bencana dahsyat tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004. Jusuf Kalla, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12, mengenang momen-momen awal saat kabar tsunami pertama kali diterimanya.
JK mengungkapkan bagaimana situasi penuh ketidakpastian saat itu serta langkah-langkah awal yang diambil pemerintah untuk menghadapi bencana yang menelan ratusan ribu korban jiwa tersebut.
Detik-detik Mendengar Kabar Tsunami
“Saat itu hari Minggu, saya sedang diundang menghadiri acara halal-bihalal keluarga Aceh di Jakarta,” kenang JK dalam siaran Metro Tv pada Kamis, 26 Desember 2024.
Sebelum memasuki acara halal-bihalal , ia diberitahu adanya kabar bencana di Aceh.
“Belum jelas apa yang terjadi karena tidak ada kontak,” tambahnya.
Bahkan Gubernur Aceh, yang hadir di acara tersebut, juga tidak memiliki informasi.
Melalui berbagai upaya, termasuk menghubungi Gubernur Sumatera Utara, informasi awal yang diterima hanya menyebutkan adanya gempa besar. Saat hari berlanjut, skala bencana mulai terungkap, namun tetap sulit dipahami.
“Siang hari ada laporan 50-60 orang meninggal. Malamnya, saya dihubungi lagi dan disebutkan korban bisa mencapai 50 ribu. Ini sangat mengejutkan,” ujarnya dengan nada haru.
Langkah Cepat Penanganan Darurat
Melihat kondisi yang semakin jelas, Jusuf Kalla langsung memerintahkan sejumlah langkah darurat, termasuk pengadaan logistik seperti makanan dan obat-obatan. Salah satu keputusannya adalah mengirimkan semua roti yang ada di Sumatera Utara ke Aceh menggunakan pesawat.
“Masyarakat menangis kelaparan, kita harus bergerak cepat,” jelas JK.
Ia juga mengambil keputusan penting terkait penguburan jenazah secara massal, mengingat jumlah korban yang sangat besar.
“Fatwa dikeluarkan agar jenazah dapat dimakamkan tanpa perlu dimandikan atau dikafani. Ini demi kemanusiaan,” katanya.
Melibatkan Dunia Internasional
Sebagai Koordinator Nasional (KorNas) masa itu, JK membuka akses bagi wartawan asing untuk masuk ke Aceh, meskipun aturan sebelumnya melarangnya. Keputusan ini, menurutnya, bertujuan agar dunia mengetahui skala bencana dan mendorong bantuan internasional.
“Setelah berita tersebar, negara-negara seperti Singapura, Malaysia, dan Jepang langsung mengirimkan bantuan,” jelas JK.
Pelajaran dari Tsunami Aceh
Tsunami Aceh menjadi benchmark penanganan bencana di dunia. Jusuf Kalla menekankan pentingnya koordinasi antar-kementerian dan pembelajaran masyarakat dalam menghadapi bencana.
“Sekarang, jika ada gempa di laut, masyarakat langsung lari ke tempat tinggi. Ini salah satu kesadaran yang terbangun dari pengalaman pahit itu,” katanya.
Ia juga menyoroti bagaimana fase tanggap darurat selama enam bulan diikuti dengan rehabilitasi dan rekonstruksi. Meski tantangan besar, termasuk konflik dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), turut memperumit proses tersebut, pemerintah berhasil menyeimbangkan bantuan kemanusiaan dengan upaya perdamaian.
Warisan Bagi Masa Depan
Bagi Jusuf Kalla, tsunami Aceh tidak hanya menjadi tragedi besar, tetapi juga pelajaran penting tentang kemanusiaan, solidaritas global, dan kesiapan menghadapi bencana.
“Tsunami ini mengajarkan kita pentingnya belajar dari masa lalu agar kita lebih siap di masa depan,” pungkasnya.