BISNISIA.ID | Jakarta – Perubahan iklim yang semakin ekstrem kini menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh berbagai sektor di dunia, termasuk industri.
Dampaknya tidak hanya terlihat pada kondisi lingkungan yang semakin memprihatinkan, tetapi juga pada perekonomian global yang menuntut perubahan besar dalam cara industri beroperasi.
Hal ini mengemuka dalam seminar bertajuk “Green Economy-Green Job: Tantangan dan Solusi untuk Indonesia” yang diselenggarakan pada Jumat (4/10) di auditorium Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM).
Seminar ini dihadiri oleh berbagai pakar dari kalangan akademisi, pemerintah, dan praktisi industri.
Fokus utama diskusi adalah bagaimana dunia industri di Indonesia dapat beradaptasi terhadap tren ekonomi hijau (green economy) dan menciptakan pekerjaan yang berkelanjutan (green jobs), guna menjaga kelestarian lingkungan sekaligus meningkatkan daya saing produk dalam negeri di kancah global.
Prof. Dr. Anwar Sanusi, M.P.A., Ph.D., Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan RI, menyampaikan bahwa salah satu tantangan utama dalam penerapan green economy di Indonesia adalah rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja yang ada.
“Kondisi ini mengharuskan dunia industri untuk tidak hanya berfokus pada eksploitasi alam secara langsung, tetapi juga memperhatikan pengembangan kompetensi sumber daya manusia (SDM) agar lebih sesuai dengan kebutuhan industri yang ramah lingkungan,” ungkap Anwar.
Ia menekankan bahwa upaya pelatihan dan peningkatan kompetensi sangat penting untuk memastikan tenaga kerja Indonesia dapat beradaptasi dengan transformasi ekonomi hijau.
“Link and match antara kompetensi tenaga kerja dan kebutuhan industri adalah kunci untuk mencapai tujuan ini,” jelasnya.
Menurutnya, keberpihakan industri terhadap lingkungan tidak bisa lepas dari peningkatan kualitas tenaga kerja yang mampu mendukung proses produksi yang lebih berkelanjutan.
Dalam pandangan Sosiolog UGM, Fina Itriyati, Ph.D., konsep green job atau pekerjaan hijau harus mencakup semua lapisan masyarakat. “Pekerjaan hijau bukan hanya milik kalangan atas atau oligarki, tetapi juga harus bisa diakses oleh masyarakat kelas bawah,” tegasnya.
Fina menjelaskan bahwa pekerjaan hijau merupakan bentuk kontribusi nyata untuk mengurangi konsumsi energi dan bahan baku yang berlebihan, serta menekankan pentingnya regulasi yang kuat dalam penerapannya.
“Tanpa regulasi yang jelas dan dukungan dari perusahaan untuk berkolaborasi dengan komunitas, green job hanya akan menjadi wacana tanpa implementasi yang nyata,” tambahnya.
Ia menggarisbawahi pentingnya perusahaan berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keberlanjutan lingkungan, terutama dalam mempersiapkan tenaga kerja untuk menghadapi tantangan ekonomi hijau.
Amalia Prabowo, President Director ExportHub.id, yang hadir sebagai praktisi dalam seminar ini, menyoroti tantangan besar yang dihadapi dunia industri di Indonesia dalam transisi menuju green economy.
Menurutnya, digitalisasi merupakan salah satu kunci agar produk industri di Indonesia dapat lebih kompetitif di pasar global. “Kami berupaya mempertemukan akademisi dengan UMKM di daerah, untuk bersama-sama memaparkan dan memasarkan produk Indonesia secara global,” ujar Amalia.
Ia menambahkan bahwa salah satu masalah terbesar yang dihadapi industri saat ini adalah kesiapan usaha di Indonesia yang masih rendah dalam menghadapi persaingan global.
“Produk Indonesia masih sangat jarang ditemui di marketplace global. Ini harus diubah dengan memperkuat digitalisasi dan kesiapan industri untuk bersaing secara internasional,” tuturnya.
Sementara itu, Wikan Sakarinto, S.T., M.Sc., Ph.D., Direktur Akademi Inovasi Indonesia, menyoroti rendahnya indeks produktivitas tenaga kerja di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
“Produktivitas tenaga kerja kita masih rendah. Untuk memperbaiki hal ini, salah satu solusinya adalah memberikan pelatihan softskill kepada tenaga kerja agar mereka lebih siap menghadapi tuntutan industri yang berubah,” katanya.
Wikan menegaskan bahwa peningkatan produktivitas SDM bukan hanya soal kemampuan teknis, tetapi juga terkait dengan keterampilan lunak seperti komunikasi, kolaborasi, dan kemampuan berpikir kritis.
Ini menjadi krusial dalam menciptakan tenaga kerja yang mampu mendukung keberlanjutan industri di tengah perubahan lingkungan yang semakin ekstrem.
Seminar ini menegaskan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak—akademisi, pemerintah, industri, dan masyarakat—untuk mewujudkan masa depan ekonomi hijau yang berkelanjutan di Indonesia.
Dengan tantangan yang begitu kompleks, solusi yang ditawarkan juga harus komprehensif, mulai dari peningkatan kompetensi tenaga kerja, digitalisasi industri, hingga regulasi yang mendukung keberlanjutan lingkungan.
Kesadaran akan dampak perubahan iklim yang semakin ekstrem harus diimbangi dengan tindakan nyata dari dunia industri.
Hanya dengan komitmen bersama untuk mendukung ekonomi hijau, Indonesia dapat meningkatkan daya saing produk industrinya di pasar global sambil tetap menjaga kelestarian lingkungan.