Bisnisia.id | Banda Aceh –Prof. Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, menyampaikan pentingnya riset berbasis lokal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, memberantas kemiskinan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ia memberikan sorotan khusus pada Aceh sebagai daerah yang kaya potensi alam dan inovasi, terutama dalam riset pengolahan nilam yang telah memberikan kontribusi nyata.
Dalam pemaparannya di Aceh International Forum, Prof. Stella menekankan bahwa riset berbasis lokal harus menjadi pondasi utama dalam membangun perekonomian yang berkelanjutan.
“Riset lokal tidak hanya membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberdayakan perempuan di daerah,” jelasnya.
Aceh, yang dikenal sebagai penghasil nilam berkualitas tinggi, menjadi salah satu contoh sukses riset berbasis lokal.
“Nilam, atau patchouli, yang tumbuh subur di Aceh telah diolah menjadi berbagai produk hilir seperti minyak wangi, kosmetik, hingga serum anti-penuaan,” ujar Prof. Stella.
Menurutnya, riset ini membuka peluang besar bagi petani nilam untuk terlibat langsung dalam rantai ekonomi, mulai dari budidaya hingga pengolahan produk.
Prof. Stella menjelaskan proses kompleks yang terlibat dalam pengolahan nilam, seperti steam extraction, molecular distillation, dan cooling crystallization. Proses-proses ini memungkinkan daun nilam diubah menjadi produk bernilai tinggi yang diekspor ke berbagai negara, termasuk Turki, Amerika Serikat, dan Singapura.
Ia juga menyoroti kolaborasi antara peneliti lokal dan petani yang berkontribusi pada keberhasilan riset ini.
“Petani Aceh tidak hanya menjadi produsen bahan baku, tetapi juga bagian dari proses inovasi. Dengan demikian, mereka memperoleh manfaat ekonomi langsung,” katanya.
Menurut Prof. Stella, keberlanjutan harus menjadi prinsip utama dalam setiap inovasi.
“Kita harus memastikan bahwa apa pun yang kita lakukan tidak hanya memberikan manfaat sesaat, tetapi juga mendukung dan memperkuat ekosistem lokal secara berkelanjutan,” tegasnya.
Ia mencontohkan upaya konservasi terumbu karang di perairan Aceh yang melibatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence). Teknologi ini membantu mendeteksi kondisi terumbu karang, termasuk usia, kesehatan, dan risiko kepunahan. Data ini digunakan untuk merancang strategi konservasi yang lebih efektif sekaligus mendukung sektor pariwisata berbasis kelestarian alam.
Prof. Stella menegaskan bahwa kementerian yang dipimpinnya berkomitmen mendukung riset berbasis lokal melalui pendanaan dan kolaborasi.
“Kami akan terus bekerja sama dengan universitas, lembaga penelitian, dan masyarakat lokal untuk memastikan bahwa inovasi-inovasi ini berkembang menjadi industri yang memberikan manfaat luas,” katanya.
“Aceh adalah contoh nyata bagaimana potensi lokal dapat diolah menjadi kekuatan global melalui sains dan teknologi. Saya yakin, dengan kolaborasi yang kuat, Aceh akan terus menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia,” tutupnya.