Bisnisia.id | Banda Aceh – Kinerja APBN di Aceh hingga akhir September 2024 menunjukkan performa yang stabil dan mengarah pada pencapaian target tahunan. Hal ini diungkapkan dalam rapat Asset & Liabilities Committee (ALCo) Regional Aceh yang digelar rutin setiap bulan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Aceh.
Kegiatan ini melibatkan jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu-Satu) Aceh, termasuk Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Diskusi difokuskan pada evaluasi penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN di wilayah Aceh.
Hingga 30 September 2024, realisasi total pendapatan mencapai Rp5,08 triliun atau 72,85% dari target. Angka ini mencakup penerimaan pajak sebesar Rp3,88 triliun atau 63,20% dari target, dan penerimaan bea dan cukai sebesar Rp239,39 miliar, yang melampaui target dengan pencapaian 126,09%.
Selain itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga menunjukkan kinerja yang baik dengan total penerimaan Rp955,73 miliar atau 149,96% dari target. Keberhasilan ini didukung oleh meningkatnya pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) di bidang kesehatan dan pendidikan.
Dari sektor penerimaan pajak, kontribusi terbesar berasal dari sektor administrasi pemerintahan dengan Rp1,47 triliun (37,98%), disusul oleh sektor perdagangan besar dan eceran yang mencapai Rp429,88 miliar (11,07%), sektor keuangan dan asuransi sebesar Rp404,57 miliar (10,42%), dan sektor industri pengolahan yang menyumbang Rp356,54 miliar (9,18%). Selain itu, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menyumbang Rp254,38 miliar (6,55%), menunjukkan peran penting sektor primer dalam ekonomi Aceh.
Di bidang PNBP yang dikelola DJKN, terdapat peningkatan pada penerimaan dari lelang sebesar 7,25% menjadi Rp2,54 miliar. Realisasi Pokok Lelang juga meningkat 8,72% menjadi Rp80,01 miliar. Peningkatan ini menunjukkan efisiensi dalam pengelolaan aset negara dan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam aktivitas lelang.
Dalam pengelolaan piutang negara, penerimaan biaya administrasi piutang naik signifikan sebesar 140% menjadi Rp71,50 juta, sementara penurunan outstanding piutang mencapai 59,22%, setara Rp4,06 miliar. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menekan piutang yang belum terselesaikan.
Pada September 2024, Aceh mencatat inflasi tahunan (year on year) sebesar 1,50%, inflasi tahun berjalan (year to date) sebesar 1,31%, dan deflasi bulanan (month to month) sebesar -0,52%. Angka inflasi tahunan ini sudah berada dalam batas bawah sasaran inflasi nasional sebesar 2,5% ± 1%.
Deflasi di Aceh terutama disebabkan oleh panen komoditas seperti cabai merah dan padi yang meningkatkan suplai dan menurunkan harga. Faktor lain adalah penurunan harga yang diatur pemerintah, seperti bahan bakar minyak dan tarif air minum, yang turut mendukung stabilitas inflasi di tingkat regional.
Namun, penurunan inflasi secara nasional yang terjadi lima bulan berturut-turut menjadi sinyal melemahnya daya beli masyarakat.
Kanwil DJPb Aceh memantau kondisi ini untuk memastikan dampak pada perekonomian lokal, terutama dalam menghadapi tantangan daya beli masyarakat yang melemah.
Selain mengelola APBN, Kanwil DJPb juga berperan dalam memantau penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pembiayaan Ultra Mikro (UMi) di Aceh.
Penyaluran KUR tertinggi terjadi di Aceh Utara dan Pidie, dengan skema Mikro yang didominasi sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan. Di sisi lain, penyaluran UMi tertinggi terjadi di Bireuen, diikuti Bener Meriah.
PNM menjadi penyalur UMi terbesar di Aceh, bersama dengan Komida Syariah dan LKMS Mahirah, yang mencerminkan peran penting lembaga keuangan syariah dalam pemberdayaan ekonomi mikro di daerah.
Sebagai bagian dari perannya sebagai Regional Chief Economist, Kanwil DJPb Aceh terus meningkatkan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi dan praktisi ekonomi lokal, untuk menyusun kajian yang mendalam tentang perekonomian Aceh.
“Kami membuka ruang kolaborasi dengan semua pihak di Aceh, baik untuk kebutuhan data maupun kajian bersama, demi sebesar-besarnya manfaat bagi masyarakat,” kata Kepala Kanwil DJPb Aceh.
Di tengah pencapaian ini, Kanwil DJPb juga mengingatkan masyarakat akan maraknya modus penipuan yang mengatasnamakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Kepala Bidang Humas DJPb Aceh menjelaskan bahwa semua pembayaran pajak resmi hanya melalui kode billing yang diterbitkan pemerintah dan dibayarkan langsung ke Kas Negara.
Masyarakat diminta waspada terhadap berbagai modus yang meminta pembayaran melalui rekening pribadi atau lembaga, dan diminta melaporkan indikasi penipuan ke saluran pengaduan resmi DJP.
Laporan kinerja ini menyoroti sinergi antarinstansi di bawah Kemenkeu-Satu yang berupaya memastikan optimalisasi pendapatan dan pengelolaan pengeluaran, serta mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh secara berkelanjutan.
Dukungan terhadap sektor-sektor prioritas seperti perdagangan, industri pengolahan, dan pertanian menjadi kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat daya tahan Aceh di tengah kondisi ekonomi global yang menantang.