Bisnisia.id | Banda Aceh – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh meminta klarifikasi atau informasi mendalam kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh terkait adanya 23 perusahaan kelapa sawit yang beroperasi tanpa memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
Anggota Komisi III DPR Aceh, Nurchalis, menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk menyelesaikan masalah yang berpotensi mengganggu iklim investasi di Aceh.
“Kami memberikan atensi terhadap masalah ini agar tidak merugikan perusahaan, masyarakat, dan negara. Komisi III akan berkoordinasi dengan BPN Aceh untuk menelusuri penyebab dan akibat dari permasalahan ini,” ujar Nurchalis, Minggu (19/1/2025).
Menurut Nurchalis, sebelum melakukan kunjungan lapangan untuk bertemu dengan pihak perusahaan, Komisi III akan terlebih dahulu berdiskusi dengan BPN Aceh. Diskusi ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas terkait permasalahan yang ada.
“Kami berencana melayangkan surat undangan kepada BPN Aceh pada Senin (hari ini) untuk diskusi lebih lanjut. Ini bukan pemanggilan, tetapi undangan diskusi agar dapat bersama-sama mencari solusi,” tambah Nurchalis, yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi NasDem DPR Aceh.
Komisi III, lanjutnya, berkomitmen untuk mengawal penyelesaian masalah ini demi menciptakan iklim investasi yang sehat serta mencegah polemik yang berlarut-larut.
Sebelumnya, Kepala Kanwil BPN Aceh, M. Shafik Ananta Inuman, menyatakan pihaknya telah menyurati 23 perusahaan kelapa sawit yang beroperasi tanpa HGU. Namun, ia belum merinci nama-nama perusahaan tersebut atau menjelaskan kondisi di lapangan.
“Kami belum tahu persis kondisi di lapangan, tetapi untuk tindak lanjut sudah kami surati dan hubungi perusahaan-perusahaan tersebut,” ungkap Shafik, Kamis (16/1/2024).
Penertiban perusahaan sawit tanpa HGU menjadi prioritas nasional yang ditegaskan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menyatakan bahwa penerbitan HGU bagi perusahaan yang tidak memenuhi syarat akan ditunda hingga mereka melengkapi seluruh persyaratan.
“Denda pajak adalah sanksi utama yang sedang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun, membayar denda tidak berarti otomatis mendapatkan HGU. Keputusan akan bergantung pada evaluasi lebih lanjut,” jelas Nusron dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, Rabu (30/10/2024).
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menilai transparansi dari pemerintah daerah dan BPN Aceh sangat penting dalam kasus ini.
“Publik perlu tahu siapa saja perusahaan tersebut dan di mana mereka beroperasi. Jangan sampai ada pembiaran atau indikasi manipulasi pajak yang berpotensi merugikan negara,” tegas Alfian.
Menurutnya, meskipun proses perizinan berada di bawah kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah tetap memiliki tanggung jawab administratif untuk memastikan perusahaan-perusahaan tersebut mematuhi aturan yang berlaku.