Bisnisia.id | Banda Aceh – Produksi kakao di Provinsi Aceh menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir, mengindikasikan stagnasi pada salah satu komoditas unggulan pertanian daerah ini. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh dalam buku “Aceh Dalam Angka,” luas tanam kakao pada 2019 tercatat sebesar 99.300 hektar dengan hasil produksi mencapai 41.100 ton. Namun, pada 2023, luas tanam turun menjadi 93.400 hektar, sementara produksi merosot hingga 36.600 ton.
Penurunan produktivitas kakao di Aceh tampak signifikan. Pada 2022, dari total 94.631 hektar lahan kakao, hanya 52.148 hektar yang berhasil menghasilkan biji kakao. Sementara itu, 23.511 hektar lainnya masih dalam tahap belum menghasilkan, dan 18.972 hektar mengalami kerusakan.
Produktivitas rata-rata kakao di Aceh pun tergolong rendah, hanya sekitar 700 kg per hektar. Saat ini, tercatat 120.493 kepala keluarga (KK) di Aceh yang bergantung pada budidaya kakao.
Kabupaten Aceh Tenggara merupakan daerah penghasil kakao terbesar dengan produksi mencapai 20.651 ton, diikuti Aceh Utara dengan 18.763 ton, dan Pidie Jaya sebesar 17.920 ton. Namun, secara keseluruhan, produksi kakao di Aceh tidak mengalami peningkatan berarti sejak 2012. Pada tahun tersebut, produksi kakao tercatat sebesar 36.661 ton, hanya sedikit lebih tinggi dari produksi pada 2023.
Di sisi lain, kinerja ekspor kakao nasional justru mencatatkan peningkatan signifikan, didorong oleh kenaikan harga kakao di pasar internasional. Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jumat (15/11/2024), menyampaikan bahwa harga kakao di pasar global sepanjang Januari hingga Oktober 2024 mencapai rata-rata US$6,97 per kilogram, naik drastis sebesar 112,58% dari rata-rata harga tahun 2023 yang hanya sebesar US$3,28 per kilogram.
Volume ekspor kakao juga meningkat, dengan total 288,25 ribu ton pada periode Januari-Oktober 2024, atau naik 1,92% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar 282,81 ribu ton. Nilai ekspor kakao dan produk olahannya (HS18) pun mencapai US$2,01 miliar, meningkat lebih dari dua kali lipat dari US$0,98 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Kinerja positif ekspor kakao nasional ini menunjukkan potensi besar yang seharusnya dapat dioptimalkan, termasuk oleh daerah penghasil seperti Aceh. Namun, tantangan yang dihadapi oleh petani kakao di Aceh, seperti rendahnya produktivitas dan luas lahan yang terus menyusut, memerlukan perhatian khusus untuk meningkatkan daya saing kakao lokal di pasar global.