Bisnisia.id | Simeulue – Pemerintah Aceh melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) terus memperkuat pengawasan serta penegakan hukum di sektor kelautan dan perikanan. Salah satu langkah tegas terbaru adalah penyegelan terhadap satu unit bagan apung tanpa izin yang beroperasi di perairan Lhok Air Pinang, kawasan konservasi Pulau Pinang, Pulau Siumat, dan Pulau Simanaha (PISISI), Pulau Simeulue, pada Senin (11/12).
Kepala DKP Aceh, Aliman, menjelaskan bahwa kegiatan pengawasan ini merupakan hasil kerja sama DKP Aceh dengan Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo, Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Dit Polairud) Polda Aceh, serta kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS). Tim pengawasan yang dipimpin oleh Samsul Bahri, Pengawas Perikanan Ahli Muda DKP Aceh, berhasil menghentikan sementara operasi bagan apung milik seorang warga Simeulue Timur berinisial SR (38).
“Kami melakukan penyegelan setelah menerima laporan masyarakat tentang aktivitas ilegal di kawasan konservasi ini. Sebelumnya, perangkat sidang adat laut Lhok Air Pinang telah mengingatkan pemilik bagan agar memindahkan alat tersebut. Namun, peringatan itu diabaikan sehingga kasus ini diserahkan kepada DKP Aceh,” ungkap Aliman.
Menurut Samsul Bahri, SR terbukti melanggar sejumlah aturan perikanan, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Bidang Kelautan dan Perikanan. Teguran pertama telah dilayangkan sejak Juli, diikuti surat teguran kedua pada November. Namun, peringatan tersebut tidak diindahkan.
“Pada akhirnya, kami harus melakukan tindakan penyegelan dengan tanda garis pengawas perikanan sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021. SR akhirnya memindahkan bagannya secara sukarela dan menandatangani berita acara penyegelan,” jelas Samsul.
Kepala DKP Aceh, Aliman, menegaskan bahwa aktivitas bagan apung tanpa izin tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berdampak buruk terhadap ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat setempat. Selain itu, lokasi penangkapan ikan oleh SR tidak sesuai dengan jalur penangkapan yang telah diatur.
“Penegakan hukum ini penting untuk memastikan pelaku usaha perikanan mematuhi aturan, melaporkan aktivitasnya sesuai ketentuan, dan tidak menyebabkan kerugian lebih besar bagi masyarakat serta lingkungan,” ujar Aliman.
DKP Aceh mengimbau seluruh pelaku usaha perikanan untuk mematuhi peraturan tentang perizinan usaha, daerah penangkapan ikan, dan alat bantu penangkapan, termasuk hukum adat laut yang menjadi bagian dari budaya maritim Aceh.
“Melalui kerja sama dengan Dirjen PSDKP, Dit Polairud Polda Aceh, dan nelayan setempat, kami akan terus mengawasi serta menegakkan hukum agar kelestarian sumber daya perikanan di Aceh tetap terjaga,” tutup Aliman.