Bisnisia.id | Banda Aceh – Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Banda Aceh, Ahmad Haeqal Asri melakukan kunjungan ke Jepang atas undangan Red Cross Japan di Blood Center Nagoya, Kamis, 31 Oktober 2024.
Dalam lawatannya, Ahmad Haeqal mengungkapkan bagaimana Jepang, sebuah negara yang juga rawan bencana seperti Aceh, memiliki kesiapan infrastruktur, manajemen bencana, dan budaya cinta tanah air yang begitu kuat.
“Kunjungan pertama saya ke Jepang adalah bisnis trip, dan yang kedua ini adalah kunjungan khusus ke Red Cross Japan. Kami belajar banyak tentang kualitas darah yang disalurkan ke masyarakat, termasuk standar kesehatan yang diterapkan. Selain itu, kami juga mempelajari penanganan bencana, karena Jepang dan Aceh memiliki tantangan geografis yang sama, yaitu rentan terhadap bencana alam,” ungkap Haeqal.
Menurut Ahmad Haeqal, Jepang dan Aceh sama-sama terletak di kawasan yang rawan bencana.
Jepang bahkan memiliki sejarah panjang dalam menghadapi gempa besar, salah satunya terjadi pada tahun 1995 di Kobe, yang menewaskan ribuan orang.
“Mereka benar-benar belajar dari bencana masa lalu. Kesiapan infrastruktur mereka sangat luar biasa. Dengan pelatihan dan pendidikan yang intensif, masyarakat di sana memiliki kesiapsiagaan yang tinggi dalam menghadapi bencana. Ini menjadi salah satu pelajaran penting yang bisa kita terapkan di Aceh,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa Jepang tidak hanya mengandalkan teknologi, tetapi juga membangun pola pikir dan karakter tanggap bencana sejak dini di masyarakat.
Dari anak-anak hingga orang dewasa, seluruh elemen masyarakat dilatih untuk siap siaga dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap keselamatan bersama.
Salah satu hal yang paling berkesan bagi Ahmad Haeqal adalah kuatnya kecintaan masyarakat Jepang terhadap negara mereka.
Ia mencontohkan bagaimana lingkungan di Jepang sangat bersih, tanpa sampah berserakan di tempat-tempat umum, meskipun kepadatan penduduknya cukup tinggi, mencapai sekitar 150 juta jiwa.
“Mereka ramah tetapi disiplin. Cinta terhadap negeri begitu besar sehingga menjaga kebersihan menjadi bagian dari budaya mereka. Ini hal yang sangat menarik dan bisa menjadi pelajaran bagi kita, terutama bagaimana menanamkan kecintaan terhadap lingkungan sebagai watak dasar anak-anak kita,” ujarnya.
Menurutnya, kesadaran menjaga lingkungan dan kedisiplinan dalam hal kebersihan di Jepang bukan hanya hasil dari aturan ketat, tetapi sudah tertanam sebagai nilai budaya.
Hal ini terlihat dari bagaimana masyarakat Jepang saling mengingatkan untuk menjaga kebersihan dan melestarikan lingkungan tanpa perlu dipaksa.
Dalam pengamatannya, Haeqal juga melihat bagaimana Jepang menjaga kualitas produk dalam negeri dengan ketat, di mana produk terbaik mereka, terutama bahan pangan seperti daging, diprioritaskan untuk konsumsi dalam negeri.
“Jika kita ingin mencicipi daging terbaik, kita harus makan di Jepang. Mereka benar-benar menjaga kualitas produk dalam negeri, sebuah bentuk patriotisme yang patut dicontoh. Jepang mungkin memiliki sejarah sebagai bangsa penjajah, tetapi mereka sangat kompak dalam menjaga standar hidup masyarakatnya. Ini hal yang menurut saya patut menjadi contoh bagi kita,” paparnya.
Ahmad Haeqal menyampaikan harapannya agar nilai-nilai positif yang ia lihat di Jepang, seperti kedisiplinan, kecintaan terhadap lingkungan, dan sikap tanggap bencana, bisa ditanamkan di Indonesia, khususnya Aceh.
Menurutnya, Aceh sebagai wilayah yang rawan bencana dapat mengadopsi pola-pola kesiapsiagaan dan pembinaan karakter yang sudah lama diterapkan di Jepang.
“Budaya cinta tanah air, kedisiplinan, dan kesiapsiagaan yang saya lihat di Jepang adalah contoh nyata bahwa pembangunan karakter harus dilakukan secara menyeluruh sejak dini. Di Aceh, kita harus mulai menanamkan kecintaan terhadap negeri kita dan menjadikannya bagian dari pendidikan anak-anak. Dengan begitu, mereka akan memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan dan berperan aktif dalam membangun masyarakat yang lebih tangguh,” tutupnya.