Khairul Fajri Yahya (44) tidak khawatir saat memutuskan keluar dari perusahaan tempat dia bekerja di Jakarta. Setelah resign, tahun 2014, dia kembali ke Banda Aceh, kota tempat dia lahir. Dia ingin memulai sesuatu yang baru, kreatif, dan berdaya guna bagi Aceh.
Setelah menyusun banyak rencana, akhirnya dia memutuskan untuk memulai usaha memproduksi ija kroeng (Bahasa Aceh) yang artinya kain sarung. Kelak Ija Kroeng ditabalkan menjadi merek.
Dalam budaya masyarakat Aceh, kain sarung nyaris tidak bisa dipisahkan dari kehidupan. Selain jamak digunakan untuk pakaian ibadah, sarung juga kerap dipakai untuk kegiatan sehari-hari. Namun, secara tradisi kain sarung lebih identik dengan orang tua. Nyaris tidak ada anak muda yang menggunakan sarung untuk berkegiatan.
“Saya ingin budaya memakai sarung bisa tumbuh lagi. Selama ini anak-anak muda semakin jarang pakai sarung, padahal ini budaya lokal,” kata Khairul saat ditemui Rabu (31/7/2024) di Banda Aceh.
Khairul ingin meneguhkan bahwa kain sarung bukan hanya untuk orang tua, tetapi juga dapat dipakai oleh anak muda. Mulailah dia bereksperimen membuat kain sarung dengan tampilan lebih segar.
Motif kain sarung buatan Khairul dibuat beragam dan unik seperti ornamen pintu Aceh, kerawang gayo, hingga motif daun ganja. Dia juga membuat celana sarung. Kain dijahit menjadi celana, namun pada bagian depan ditambah kain lebar sehingga sekilas terlihat seperti sarung. Selain mudah dikenakan, pemakai juga dapat bergerak dengan leluasa.
Dia memanfaatkan momentum Lebaran untuk meluncurkan celana sarung ke pasar. Hasil inovasi Khairul diterima oleh pasar. Penjualan celana sarung melonjak. Banyak anak muda mulai menggunakan celana sarung.
Khairul tidak berhenti melakukan inovasi. Jika pada awal-awal hanya memproduksi kain sarung, kini dari tangan dinginnya juga telah lahir pakaian. Dalam karya Khairul selalu menyematkan budaya Aceh.
Bermitra dengan JNE
Meski tinggal di provinsi paling barat di Indonesia, Ija Kroeng telah wara-wiri ke seluruh penjuru Nusantara. Kurir-kurir PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) telah mendekatkan Ija Kroeng dengan konsumen di Pulau Jawa, Kalimantan, hingga Papua.
“Saat ini kebutuhan jasa pengiriman saya hanya bermitra dengan JNE. Kami mendapatkan tarif khusus,” kata Khairul.
Kemitraan Ija Kroeng dengan JNE bukan sekadar kepentingan bisnis. JNE juga mendukung promosi Ija Kroeng melalui media sosial, hadiah dalam acara, dan menyediakan ruang promosi dalam pameran produk UMKM.
“JNE membantu promosi di media sosial. Semua biaya produksi materi promosi ditanggung JNE. Kami sangat terbantu,” kata Khairul.
JNE Dukung UMKM Aceh
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, preferensi masyarakat dalam berbelanja mengalami perubahan signifikan. Di Aceh, tren penggunaan media sosial, toko online, dan pasar daring semakin dominan dibandingkan pasar konvensional.
Sales Marketing PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Aceh, Fadil, mengatakan fenomena ini mendorong masyarakat untuk menggunakan jasa pengiriman dalam setiap transaksi, sehingga membuat pihaknya berupaya semaksimal mungkin dalam berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Aceh.
“JNE berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) melalui berbagai program. Salah satu inisiatif unggulan mereka adalah program “support ongkir” yang memberikan dukungan biaya pengiriman gratis kepada beberapa UMKM,” jelas Fadil kepada Bisnisia.id di Banda Aceh, pada Kamis,(25/07/2024).
Program ini sering dilaksanakan dalam bentuk promo khusus, seperti pada tanggal-tanggal cantik atau event-event tertentu, dengan menggandeng mitra seperti UMKM.
Selain itu, JNE juga memberikan dukungan dalam hal promosi, baik melalui media sosial maupun melalui partisipasi dalam event-event lokal seperti yang diadakan di Blang Padang. Pihaknya menyediakan fasilitas seperti tenda dan stand untuk membantu UMKM menampilkan produk mereka kepada khalayak yang lebih luas.
Fadil melihat media sosial sebagai salah satu alat utama untuk mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Aceh. Menurutnya, media sosial memungkinkan jangkauan yang lebih luas dibandingkan pasar tradisional, yang cakupannya terbatas.
Dengan meningkatnya popularitas belanja online, JNE mencatat pertumbuhan pengiriman yang signifikan. Sebelum pandemi COVID-19, penggunaan toko online sudah ada, namun tidak semasif sekarang.
Pandemi mempercepat adopsi belanja online, karena masyarakat lebih memilih untuk mengurangi interaksi fisik. Setelah pandemi, tren ini terus meningkat dengan semakin banyaknya pemain di pasar online.
“JNE melihat pertumbuhan ini sebagai peluang untuk terus berkembang,” ujar Fadil.
JNE Aceh mencatatkan rata-rata pengiriman antara 20.000 hingga 35.000 paket per bulan. Dari jumlah tersebut, sekitar 15.000 hingga 20.000 pengiriman berasal langsung dari Banda Aceh. Ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam volume pengiriman, mencerminkan pertumbuhan kebutuhan logistik dan distribusi di wilayah Aceh.
Aceh dikenal dengan berbagai produk unggulannya yang diminati di pasar nasional, seperti kopi Gayo, minyak nilam, dan produk kuliner lainnya. JNE mencatat bahwa produk-produk ini tidak hanya diminati di dalam negeri, tetapi juga di pasar internasional. Misalnya, minyak nilam dari Aceh yang sangat dicari bahkan hingga ke Perancis.
Meskipun pasar online tumbuh, JNE juga menghadapi tantangan dalam mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan konsumen. Mereka fokus pada pelayanan konsumen yang konsisten dan kualitas layanan pengiriman yang baik. JNE juga terus berinovasi dengan menyediakan program-program khusus dan promosi untuk menarik lebih banyak pelanggan.
Dengan pendekatan yang komprehensif, JNE berharap dapat terus mendukung UMKM di Aceh untuk berkembang dan bersaing di pasar yang lebih luas, baik secara nasional maupun internasional.
PENULIS : ZULKARNAINI