Bisnisia.id | Banda Aceh— Fenomena investasi bodong kembali mencuat di masyarakat Aceh, kali ini menelan banyak korban dengan janji manis keuntungan cepat. Skema penipuan terbaru ini melibatkan ratusan korban, termasuk seorang warga asal Nagan Raya bernama Fira, yang tergoda untuk mengisi saldo dengan nilai yang bervariasi, mulai dari Rp 50.000 hingga Rp 150.000, guna membeli “robot” yang dijanjikan akan menghasilkan keuntungan harian bagi pemiliknya.
Fira, salah satu korban investasi bodong ini, menceritakan bagaimana sistem investasi tersebut menjanjikan penghasilan harian yang cukup besar. “Misalnya, kami membeli robot dengan saldo Rp 100.000, maka setiap hari akan masuk Rp 30.000 ke saldo kami. Begitu terus sampai 90 hari, tapi baru seminggu, aplikasi sudah ditutup dan kami kena scam,” ungkapnya kepada Bisnisia.id, Minggu (10/11/2024).
Skema ini menarik perhatian banyak warga karena dianggap sebagai cara mudah untuk mendapatkan keuntungan cepat. Korban diarahkan untuk mengisi saldo, yang kemudian diputar melalui penjualan “robot” dalam aplikasi tersebut. Namun, setelah beberapa waktu berjalan, aplikasi ditutup secara mendadak tanpa adanya pengembalian modal atau keuntungan seperti yang dijanjikan.
Jumlah korban investasi bodong ini semakin hari kian banyak, mengingat daya tarik skema tersebut yang menggoda banyak warga dari berbagai lapisan masyarakat. “Banyak orang yang sudah balik modalnya, jadi mereka lanjutkan saja tanpa rasa curiga. Padahal, investasi bodong ini seperti lingkaran setan,” ujar Fira. Walau sebagian korban telah berhasil mengembalikan modal, dampak psikologis yang dirasakan tetap berat, seperti kekecewaan dan rasa kehilangan.
Kasus Sebelumnya: Amirul Fuady dan Aplikasi AGT
Fenomena investasi bodong ini mengingatkan pada kasus serupa yang terjadi pada 2021 silam. Amirul Fuady, seorang warga Aceh Besar, juga menjadi korban investasi bodong yang melibatkan aplikasi bernama AGT. Dalam kasus tersebut, Amirul dan banyak korban lainnya dijanjikan keuntungan harian dengan modal yang mereka setor. Namun, seperti kasus yang terjadi dengan Fira, aplikasi AGT juga akhirnya ditutup tanpa memberikan pengembalian modal atau keuntungan yang dijanjikan.
Salah satu tantangan besar dalam kasus ini adalah tidak adanya pihak yang secara resmi dapat dimintai pertanggungjawaban. Transaksi dilakukan antarindividu, yang semakin menyulitkan identifikasi pelaku utama. Oleh karena itu, banyak korban yang merasa tidak ada yang dapat disalahkan dan tidak melanjutkan upaya hukum.
Meskipun belum ada pelaporan resmi atau upaya hukum kepada pihak berwenang, masyarakat berharap adanya langkah preventif dari pemerintah. “Kalau nasihat pemerintah mungkin sudah ada, cuma ya, masyarakat ini memang membutuhkan uang, makanya gampang tertarik. Mungkin pemerintah bisa buat edukasi biar orang-orang lebih hati-hati,” lanjut Fira.
Para ahli menyarankan masyarakat untuk waspada terhadap skema investasi yang menawarkan keuntungan besar dalam waktu singkat, karena penawaran semacam ini sering kali merupakan indikasi penipuan. Skema yang terlihat menjanjikan di awal, namun tidak jelas sumber keuntungan sebenarnya, sering kali menggunakan pola seperti money game atau skema Ponzi, yang akhirnya akan mengakibatkan kerugian bagi para investor.
Pemerintah juga mengingatkan agar masyarakat memilih investasi pada lembaga yang memiliki izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan lembaga berwenang lainnya. Memastikan bahwa lembaga atau aplikasi investasi terdaftar secara legal dan diawasi merupakan langkah penting untuk mengurangi risiko penipuan. Selain itu, memahami potensi risiko dan meneliti profil perusahaan juga dianjurkan sebelum memutuskan untuk berinvestasi.
Kasus penipuan investasi Tesla ini, yang melibatkan Fira dan sebelumnya Amirul Fuady, menjadi pengingat betapa pentingnya literasi keuangan di masyarakat. Edukasi mengenai investasi yang aman dan pemahaman akan tanda-tanda investasi bodong perlu ditingkatkan, agar masyarakat lebih berhati-hati dan mampu mengenali ciri-ciri skema penipuan sejak awal. Literasi keuangan yang baik diharapkan dapat mencegah kasus-kasus serupa terulang di masa mendatang, melindungi masyarakat dari kerugian finansial yang merugikan.