Bisnisia.id | Banda Aceh – Wacana penghapusan sistem barcode pada Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang disampaikan Muzakir Manaf (Mualem) usai dilantik sebagai Gubernur Aceh menuai kritik tajam dari berbagai pihak.
Pemerhati kebijakan publik, Husnul Jamil, menilai bahwa usulan tersebut dapat merugikan masyarakat kecil serta membuka celah bagi mafia BBM, terutama untuk BBM jenis solar dan pertalite di Aceh.
“Ini salah kaprah! Penghapusan barcode hanya akan membuka celah bagi praktik penyelewengan dan memicu mafia solar di Aceh. Sistem ini justru mendukung transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan energi bersubsidi,” ujar Husnul, dikutip dari Ketik.co.id, Jumat (14/02/2025).
Sistem Barcode BBM, Transparansi atau Kendala?
Husnul menegaskan bahwa sistem barcode dalam distribusi BBM merupakan langkah penting untuk memastikan BBM subsidi tepat sasaran, sekaligus menghindari penyalahgunaan oleh pihak yang tidak berhak.
Menurutnya, solusi yang lebih efektif bukanlah menghapus barcode, melainkan meminta Pertamina dan pemerintah pusat untuk menambah kuota BBM bersubsidi di SPBU Aceh.
“Tujuannya agar kebutuhan BBM bagi masyarakat kecil dapat terpenuhi secara baik dan merata,” ujar Husnul Jamil, tokoh muda Aceh yang berdomisili di Jakarta.
Mualem: Barcode Menyulitkan Masyarakat
Dalam pidato perdananya, Mualem menyatakan bahwa sistem barcode menyulitkan rakyat dan perlu dihapus.
“PR hari ini adalah semua SPBU di Aceh tidak ada lagi istilah barcode. Mohon digarisbawahi semua, siapa saja boleh mengisi BBM,” ujar Mualem.
Namun, Husnul membantah keras pernyataan tersebut. Ia menegaskan bahwa teknologi barcode telah diterapkan di banyak wilayah Indonesia dan terbukti efektif dalam mengontrol distribusi BBM subsidi.
“Fakta di lapangan, dengan adanya barcode saja, masih terjadi kelangkaan solar dan antrean panjang. Jika barcode dihapus dan siapa saja bisa mengisi BBM subsidi, maka rakyat akan lebih sulit mendapatkan haknya,” tegas Husnul.
Tanpa barcode, menurutnya, mafia solar akan memiliki peluang lebih besar untuk menimbun BBM subsidi. Mualem seharusnya berdiskusi dengan stakeholder sebelum melontarkan wacana ini, agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat dan di SPBU Aceh.
Dampak Penghapusan Barcode BBM Subsidi
Husnul menekankan bahwa sistem barcode bukanlah penghalang, tetapi justru solusi untuk memastikan distribusi BBM berjalan sesuai aturan. Jika memang ada kendala dalam penerapannya, maka evaluasi yang lebih mendalam perlu dilakukan.
“Justru barcode itu mempermudah, baik dalam hal pengawasan maupun distribusi agar tepat sasaran. Jika dianggap sulit, maka bisa jadi ada masalah dalam pemahaman substansinya. Wacana ini perlu dikaji ulang,” ujarnya.
Sebagai pemerhati kebijakan publik, Husnul mengajak semua pihak untuk mendukung kebijakan yang memastikan BBM subsidi benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang berhak.
“Kami ingin Aceh maju, baik dalam hal pembangunan, pelayanan pemerintah, maupun kesejahteraan rakyat. Terutama dalam memastikan pemerataan hak bagi semua kalangan,” tutup Husnul.
Sebelumnya, dalam pidato perdananya di DPR Aceh, Mualem menegaskan bahwa sistem barcode tidak memiliki makna signifikan dan perlu dihapus.
“Saya lihat di lapangan, barcode dan stiker itu tidak ada maknanya,” ujar Mualem, didampingi Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah Dek Fadh.