Bisnisia.id | Banda Aceh – Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh mencatat peningkatan signifikan dalam pemulangan pekerja migran ilegal asal Provinsi Aceh selama tiga tahun terakhir. Sebanyak 612 pekerja migran ilegal berhasil difasilitasi kepulangannya oleh BP3MI Aceh dalam periode 2022 hingga 2024.
Kepala BP3MI Aceh, Siti Rolijah, mengatakan bahwa seluruh pekerja migran yang dipulangkan berstatus ilegal karena tidak terdaftar dalam sistem pemerintah Indonesia.
Pada tahun 2022, BP3MI Aceh memulangkan 109 pekerja migran. Angka ini meningkat menjadi 193 orang pada tahun 2023, dan melonjak tajam menjadi 310 orang pada tahun 2024.
“Angka ini hanya sebagian kecil dari jumlah warga Aceh yang masih berada di luar negeri secara ilegal. Banyak dari mereka menjadi korban bujuk rayu calo yang menawarkan pekerjaan dengan prosedur cepat dan mudah,” kata Siti Rolijah kepada Bisnisia.id, Rabu (15/1/2025).
Modus operandi sindikat perdagangan orang (TPPO) kian berkembang. Korban sering kali dijanjikan pekerjaan dengan penghasilan tinggi tanpa memerlukan keahlian khusus, seperti operator game online atau pelayan restoran. Bahkan, untuk meyakinkan korban, mereka diberi uang muka atau difasilitasi pembuatan dokumen palsu.
Lebih memprihatinkan lagi, kata Siti Rolijah, banyak korban yang direkrut masih berusia muda atau bahkan di bawah usia remaja. Minimnya pemahaman informasi tentang kerja ke luar negeri, ditambah faktor ekonomi dan gaya hidup, membuat mereka mudah terjerat.
“Korban sering kali berasal dari daerah dengan kepadatan penduduk tinggi dan peluang kerja yang minim, seperti Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, serta Pidie dan Pidie Jaya,” jelas Siti Rolijah.
Korban umumnya diberangkatkan tanpa biaya dan dokumen resmi. Namun, sesampainya di negara tujuan, mereka dikenakan target kerja yang sulit dicapai. Jika target tidak terpenuhi, korban sering kali menerima hukuman berupa penyiksaan fisik maupun mental, seperti yang terjadi di Kamboja.
Untuk menekan angka keberangkatan pekerja migran ilegal, BP3MI Aceh telah mengintensifkan langkah pencegahan. Berbagai program sosialisasi dan edukasi dilaksanakan, termasuk pelatihan keterampilan dan bahasa, bekerja sama dengan instansi pemerintah, lembaga pendidikan, dan media.
“Kami masuk ke sekolah-sekolah untuk mengedukasi siswa yang akan memasuki dunia kerja, karena remaja adalah target utama calo ilegal. Selain itu, kami bersinergi dengan imigrasi, dinas tenaga kerja, dan aparat keamanan,” katanya.
Pada tahun 2024, Siti Rolijah mengatakan pihaknya berhasil mencegah keberangkatan 21 pekerja migran ilegal dari Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM), melalui koordinasi dengan pihak imigrasi, termasuk wawancara dan pemeriksaan dokumen calon pekerja yang mencurigakan.
Tantangan terbesar BP3MI Aceh adalah tingginya angka pekerja migran ilegal yang tetap berangkat meskipun telah diberikan edukasi. “Ada yang memahami aturan tetapi tetap mengabaikan. Sementara itu, banyak juga yang belum tahu pentingnya mematuhi prosedur resmi,” kata Siti Rolijah.
Pihaknya terus memperluas penyebaran informasi, terutama di wilayah kantong pekerja migran seperti Aceh Utara, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
“Kami berharap peran kepala desa lebih aktif dalam mencatat dan memantau warganya yang ingin bekerja ke luar negeri, sehingga mereka dapat terlindungi sejak awal,” tambahnya.
BP3MI Aceh berkomitmen untuk melindungi pekerja migran asal Aceh melalui edukasi, sinergi, dan pengawasan yang lebih ketat di masa mendatang.