Menjadi Penopang Hidup 800 Ribu Orang, Sektor Sawit Aceh Harus Digarap dari Hulu ke Hilir

BISNISIA.ID – Sedikitnya 800.000 warga Aceh bergantung pada sektor kelapa sawit, baik sebagai petani maupun melalui aktivitas turunannya. Oleh karena itu, pemerintah, petani, dan dunia usaha harus berkolaborasi membenahi sektor hulu serta mendorong hilirisasi. Di bagian hulu, produktivitas harus ditingkatkan, sementara di bagian hilir, industri produk turunan harus dihidupkan.

Hal tersebut mengemuka dalam diskusi publik yang diadakan oleh Jurnalis Ekonomi Aceh dengan tema “Menyukat Tantangan dan Peluang Hilirisasi Kelapa Sawit di Aceh” di Escape Green Bistro, Jumat (11/10/2024). Diskusi ini menghadirkan perwakilan Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), dan PT Pembangunan Aceh (PEMA) sebagai narasumber.

Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Azanuddin Kurnia, mengatakan sektor kelapa sawit masih memiliki peluang besar untuk dikembangkan demi kesejahteraan masyarakat Aceh.

“Kami terus mengupayakan peningkatan produksi dan kualitas sawit di Aceh. Luas lahan kelapa sawit di Aceh saat ini mencapai sekitar 423 ribu hektare, dan kami optimis dapat meningkatkan luas lahan tersebut,” ujar Azanuddin.

Berdasarkan data tahun 2020 hingga 2023, sektor perkebunan menempati posisi utama dalam pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian. Pertumbuhan ini tidak hanya disebabkan oleh perluasan lahan, tetapi juga oleh peningkatan kualitas dan produktivitas tanaman perkebunan.

Baca juga:  Proyek Dana Desa Turunkan Kemiskinan di Aceh
WhatsApp Image 2024 10 11 at 21.22.19 1
Diskusi tantangan dan peluang hilirisasi kelapa sawit di Aceh bersama Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, dan PT. Pembangunan Aceh (PEMA) yang berlangsung di Escape Green Bistro, Jumat (11/10/2024). Foto: Raudhatul/Bisnisia.id

Tanaman dengan nilai ekonomi tinggi, seperti kelapa sawit dan karet, juga mulai dieksplorasi lebih jauh untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal dan internasional. Dalam beberapa tahun terakhir, sektor perkebunan telah berkontribusi signifikan terhadap ekonomi daerah. Di beberapa wilayah, lebih dari 30% hingga 40% penduduk bergantung pada sektor ini untuk penghidupan.

Azanuddin juga menyatakan bahwa stabilitas politik dan keamanan di Aceh pasca-perjanjian damai Helsinki berdampak positif pada sektor perkebunan, terutama kelapa sawit.

“Setelah perjanjian Helsinki, produksi sawit meningkat drastis karena kondisi keamanan yang lebih baik memungkinkan petani dan pelaku usaha untuk fokus meningkatkan hasil produksi,” katanya.

Namun, meskipun sektor sawit terus berkembang, masih ada tantangan yang perlu dihadapi. Salah satu tantangan terbesar adalah produktivitas lahan yang belum optimal. Saat ini, rata-rata produksi kelapa sawit per hektare masih berada di kisaran 2,6 hingga 2,7 ton, lebih rendah dari rata-rata nasional yang mencapai 3 ton per hektare.

“Kami sedang berupaya meningkatkan produktivitas lahan dengan memberikan pendampingan dan pelatihan kepada petani. Faktor yang mempengaruhi rendahnya produksi termasuk kualitas bibit dan metode pengelolaan lahan yang belum maksimal,” jelas Azanuddin.

Baca juga:  Industri Batubara Kalori Rendah di Aceh Tertekan Penurunan Harga Global

Selain itu, tantangan lain berasal dari pasar internasional, khususnya terkait permintaan dari Eropa yang memiliki standar ketat terhadap keberlanjutan lingkungan.

“Sekitar 20% pasar kami adalah Eropa, dan permintaan mereka sangat ketat terkait dengan keberlanjutan. Kami harus memastikan sawit yang dihasilkan memenuhi standar internasional, termasuk sertifikasi keberlanjutan,” tambahnya.

Untuk mengatasi tantangan ini, PT Pembangunan Aceh dan Dinas Pertanian serta Perkebunan Aceh telah berupaya meningkatkan standar keberlanjutan di sektor sawit. Mereka bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat, untuk memastikan produk sawit dari Aceh dapat bersaing di pasar global.

Azanuddin juga menjelaskan bahwa persaingan di pasar global semakin ketat, terutama dengan peningkatan produksi sawit di negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.

“Kita harus siap berkompetisi, dan peningkatan kualitas serta produktivitas adalah kuncinya. Pemerintah Aceh sedang mengkaji ulang regulasi terkait sawit agar lebih adaptif dengan dinamika pasar global,” ujarnya.

Ia juga menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia secara nasional telah mengeluarkan kebijakan terkait keberlanjutan sawit, salah satunya melalui penerapan sertifikasi sawit berkelanjutan yang sudah berlaku sejak 2016.

Baca juga:  Peluang Ekspor: Thailand Minati Kelapa dari Aceh

“Aturan ini menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia, termasuk Aceh, siap bersaing secara berkelanjutan di pasar internasional,” tegasnya.

Namun, petani sawit kecil masih menghadapi kendala dalam mengadopsi teknologi pertanian modern dan memenuhi standar keberlanjutan. Oleh karena itu, Azanuddin menekankan pentingnya dukungan dari pemerintah pusat dan daerah dalam memberikan pendampingan kepada petani kecil.

Petani sawit ebtke.esdm .go .id
Ilustrasi petani sawit. Foto hebtke.esdm.go.id

Azanuddin optimis bahwa dengan kerja sama antara pemerintah, petani, dan pelaku usaha, sektor sawit di Aceh akan terus berkembang dan memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian daerah. Pemerintah Aceh juga terus berupaya meningkatkan akses petani terhadap bibit unggul, teknologi pertanian, dan pasar yang lebih luas.

“Harapan kami adalah agar sektor sawit dapat menjadi salah satu pilar utama ekonomi Aceh. Dengan peningkatan produktivitas dan kualitas, kami yakin kesejahteraan petani dan masyarakat sekitar akan meningkat,” katanya.

Di akhir, Azanuddin menekankan bahwa sektor sawit tidak hanya tentang produksi, tetapi juga keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

“Kami ingin Aceh menjadi contoh bagaimana sektor sawit dapat dikelola secara berkelanjutan, baik untuk kepentingan ekonomi, lingkungan, maupun kesejahteraan sosial,” tutupnya.

Editor:

Bagikan berita:

Popular

Berita lainnya

Muhammad Zul Ilmi Tambah Emas untuk Aceh pada Cabor Angkat Besi PON XXI

Bisnisia.id | Banda Aceh – Muhammad Zul Ilmi sukses...

OJK Cabut Izin 14 BPR, Salah Satunya BPR Aceh Utara

BISNISIA.ID - Sepanjang tahun 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)...

Sah, Nasri Pimpin Badan Pengelola Migas Aceh 2025-2029

Bisnisia.id | Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya...

Utusan Khusus Presiden, Raffi Ahmad Beli Motor Rp 750 Juta

Bisnisia.id | Jakarta – Utusan Khusus Presiden sekaligus selebritas,...

BPH Migas Temukan Dugaan Penyalahgunaan BBM Subsidi di Aceh

Bisniskita.id | Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan...

Pj Gubernur Aceh Ajak Pegiat Media Sosial Bangun Citra Positif Aceh Jelang PON XXI

Banda Aceh – Penjabat Gubernur Aceh, Dr. H. Safrizal...

Mualem Targetkan Serapan 80 Persen Pengangguran Lewat Pengembangan Industri dan Investasi

Bisnisia.id | Banda Aceh – Gubernur Aceh, Muzakir Manaf,...

Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Harus Jadi Fokus Pemimpin Aceh ke Depan

Bisnisia.id | Banda Aceh - Akademisi Fakultas Ekonomi dan...

PT PEMA Salurkan Zakat Senilai Rp 1,36 Miliar ke Baitul Mal Aceh

BISNISIA.ID - PT Pembangunan Aceh (PEMA) menyerahkan zakat perusahaan...

Budaya Patriarki Picu Lonjakan Kasus KDRT di Aceh

Bisnisia.id | Banda Aceh - Angka kekerasan terhadap perempuan...

Lhokseumawe Tertinggi Tingkat Pengangguran Terbuka di Aceh

BISNISIA.ID - Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh tahun...

Tahun 2024, Wisatawan ke Aceh Meningkat, Even Nasional jadi Pendongkrak

Bisnisia.id | Banda Aceh - Badan Pusat Statistik (BPS)...

Per Oktober 2024, Bank Aceh Syariah Catat Laba Rp342,8 Miliar

Bisnisia.id|Banda Aceh -  PT Bank Aceh Syariah mencatat kinerja...

Pj Gubernur Safrizal: Pilkada Aceh Lancar dan Tertib

Bisnisia.id | Banda Aceh – Penjabat (Pj) Gubernur Aceh,...

Dibangun Sejak 2015 dan Menelan Rp 2,7 Triliun, Bendungan Keureuto Masuk Tahap Akhir

Bisnisia.id | Aceh Utara – Bendungan Keureuto, salah satu...

Jelang Nataru, ASDP Imbau Pengguna Jasa Feri Waspada Cuaca Ekstrem

Bisnisia.id | Jakarta – PT ASDP Indonesia Ferry (Persero)...