Bisnisia.id | Banda Aceh – Penanggulangan risiko bencana merupakan kerja kolaboratif yang harus terus ditingkatkan guna menumbuhkan pemahaman di masyarakat. Dalam konteks Aceh, penanggulangan risiko bencana (PRB) adalah hal yang sangat penting dan tidak boleh dinomorduakan.
Hal tersebut disampaikan oleh Penjabat Gubernur Aceh, Safrizal ZA, dalam sambutannya saat membuka Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas XVI 2024 di Aula Rumoh PMI, Kamis (03/10/2024).
“Jika kita ingin mengurangi korban jiwa dan kerugian harta benda akibat bencana, kegiatan seperti ini harus dilakukan secara masif dan terus diperkuat. Bagi masyarakat Aceh, acara seperti ini tidak boleh diabaikan,” ujar Pj Gubernur.
“Saya hadir di acara ini sebagai bentuk apresiasi, dukungan, serta memberi semangat kepada teman-teman yang selama ini fokus dalam penanganan dan penanggulangan risiko kebencanaan. Apresiasi kami kepada semua yang terlibat,” imbuh Pj Gubernur.
Safrizal mengungkapkan bahwa besarnya korban jiwa pada bencana tsunami Aceh tahun 2004 disebabkan oleh minimnya pemahaman terkait manajemen risiko bencana.
“Pada saat itu, peralatan seperti early warning system tsunami tidak tersedia, dan pengetahuan kita terkait tanda-tanda alam sebelum bencana terjadi juga sangat minim. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan besarnya jumlah korban jiwa,” ujar mantan Pj Gubernur Kalimantan Selatan tersebut.
Oleh karena itu, lanjut Safrizal, kegiatan yang berkaitan dengan identifikasi kemungkinan risiko bencana di suatu wilayah menjadi sangat penting dan harus dilakukan secara masif.
“Inilah yang mendasari pembentukan komunitas seperti Desa Tangguh Bencana dan Desa Tanggap Perubahan Iklim. Komunitas-komunitas ini sangat penting karena dibentuk berdasarkan risiko di setiap wilayah yang tentu berbeda-beda,” ungkap pria kelahiran Aceh Besar itu.
Pj Gubernur juga mengungkapkan bahwa saat ini ia sedang menggagas pembentukan Kencana, singkatan dari Kecamatan Tangguh Bencana.
“Kencana ini penting, karena jika hanya beberapa gampong di satu kecamatan yang memiliki pemahaman tentang PRB, hasilnya kurang optimal. Namun, jika seluruh gampong di kecamatan tersebut memiliki pemahaman yang sama, upaya penanggulangan bencana akan jauh lebih efektif,” jelas Safrizal.
“Para camat harus memiliki pemahaman terkait PRB, sebab mereka akan menjadi pelatih, agen, dan penggawa dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat luas terkait PRB,” tambah mantan Pj Gubernur Kepulauan Bangka Belitung itu.
Safrizal juga menegaskan bahwa PRB merupakan kerja kolaboratif. Semakin tinggi kesadaran yang dibangun, semakin baik pemahaman masyarakat terkait bencana, sehingga upaya meminimalisir dampak buruk bencana akan membuahkan hasil yang maksimal.
“Bersama-sama, kita akan melakukan segala upaya. Mudah-mudahan semua tetap semangat, karena kerja-kerja ini adalah kerja-kerja kebaikan. Kita tidak mengharapkan bencana, namun ingin memperkuat kebersamaan dan pengetahuan terkait PRB,” ungkap lulusan terbaik STPDN angkatan pertama tersebut.
Kegiatan ini merupakan rangkaian dari peringatan 20 tahun tsunami Aceh dengan tema “Membangun Ketangguhan Masyarakat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Indonesia”. Acara ini telah berlangsung sejak Juli hingga 5 Oktober mendatang. Hingga saat ini, sudah 118 webinar digelar yang melibatkan akademisi dan berbagai elemen masyarakat. Kegiatan hari ini juga dilaksanakan secara hibrida, diikuti oleh 151 peserta dari seluruh Indonesia.