Bisnisia.id|Banda Aceh – Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh (DPKA) kini semakin memperluas perannya sebagai pusat literasi melalui program inklusi sosial yang mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Kepala Bidang Layanan Perpustakaan, Zulfadli, menyampaikan bahwa program inklusi sosial sudah berjalan sejak tahun 2020, kini memasuki angkatan ketujuh, dan telah memberikan dampak positif dalam meningkatkan kreativitas serta inovasi masyarakat, khususnya di tingkat desa.
Menurut Zulfadli, inklusi sosial bertujuan mengubah pandangan masyarakat terhadap perpustakaan sebagai tempat yang tidak hanya untuk membaca dan meminjam buku, tetapi juga sebagai pusat pelatihan dan pemberdayaan ekonomi.
Program ini diimplementasikan melalui rangkaian kegiatan yang memadukan literasi buku dan keterampilan praktis dengan fokus meningkatkan ekonomi keluarga. Dengan fasilitas ruangan yang representatif, perpustakaan menyediakan pelatihan dan klinik inklusi sosial yang menghadirkan narasumber profesional dari berbagai instansi pemerintah terkait.
“Lewat program ini, kami berharap masyarakat, khususnya kaum ibu di desa, bisa lebih kreatif dalam mengembangkan produk lokal dan memanfaatkan media sosial sebagai sarana promosi. Dengan begitu, perpustakaan dapat turut andil dalam meningkatkan perekonomian keluarga melalui inovasi yang dihasilkan dari pelatihan ini,” ujar Zulfadli, Senin (28/10/2024).

Beberapa kegiatan yang dilakukan meliputi pelatihan membuat kue, kebab, serta kerajinan kain. Produk-produk ini dipajang di ruang perpustakaan sebagai contoh produk yang bisa dijual dan menjadi ikon kreativitas dari desa yang terlibat dalam program ini.
Selain itu, perpustakaan mengajarkan masyarakat desa di seluruh Aceh untuk mempromosikan produk mereka melalui konten digital di media sosial, sehingga mereka dapat memperluas jangkauan pemasaran secara online.
Sementara itu, Kepala Bidang Pembinaan, Pengembangan, dan Pengawasan, Mountie Syurga, juga menjelaskan bahwa perpustakaan provinsi menjadi contoh untuk program inklusi sosial ini dan diharapkan dapat diikuti oleh perpustakaan kabupaten lain.
Salah satu kabupaten yang telah berhasil mengikuti program yang dilaksanakan adalah Kabupaten Aceh Besar dengan memajang produk unggulan mereka di etalase lantai 4 perpustakaan.
“Kami berharap kabupaten-kabupaten lain bisa menjadikan program ini sebagai contoh, agar perpustakaan bukan hanya sekadar tempat koleksi buku, tetapi juga sebagai pusat kreativitas yang menghasilkan produk ekonomi bagi masyarakat,” kata Mountie.
Dengan keberhasilan program ini, perpustakaan provinsi Aceh telah menginspirasi banyak pihak untuk ikut terlibat dalam kegiatan inklusi sosial. Produk-produk yang dihasilkan oleh masyarakat desa dari program ini telah mulai dijual dan dipromosikan melalui berbagai acara di perpustakaan, sehingga pengunjung dapat langsung membeli produk-produk tersebut sebagai dukungan terhadap ekonomi kreatif lokal.
Zulfadli juga menuturkan bahwa program inklusi sosial ini masih memiliki agenda kegiatan yang akan terus dilanjutkan tahun ini. Selain pelatihan kreatif, perpustakaan juga menyediakan program literasi digital untuk masyarakat desa guna mengurangi penyebaran hoaks dan memanfaatkan internet untuk keperluan produktif. Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan masyarakat lebih kreatif dan positif dalam memanfaatkan teknologi digital.
“Kami berharap perpustakaan semakin diminati dan dikenal bukan hanya sebagai tempat membaca, tetapi juga sebagai pusat pengembangan kreativitas yang menghasilkan manfaat nyata bagi masyarakat. Kami ingin perpustakaan menjadi ajang promosi karya masyarakat yang sudah dilatih di sini,” tambahnya.
Zulfadli mengungkapkan optimisme bahwa perpustakaan akan terus menjadi tempat inklusi sosial yang dapat meningkatkan kreativitas, inovasi, dan ekonomi keluarga masyarakat Aceh di masa mendatang.