Bisnisia.id | Banda Aceh– Pungutan liar (pungli) masih menjadi salah satu hambatan meningkatkan investasi di Aceh. Menurut hasil analisis yang dilakukan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DPTMSP) Aceh tahun 2022 praktik pungli oleh oknum tertentu kerap mengganggu kenyamanan pelaku usaha di berbagai sektor dan wilayah, mengurangi minat investor, dan mencoreng citra daerah di mata calon penanam modal, terutama dari luar negeri.
Hasil riset tersebut ditulis oleh Saiful Mahdi, Salsabila Mahdi, Muhammad Shiddiq, dan Mira Suci Yana yang diberi judul ‘Seri Analisis Promosi Investasi, Analisis Persepsi Investor/Pelaku Usaha’. Dalam riset itu disebutkan pungli masih terjadi di banyak sektor usaha dan di berbagai kabupaten/kota seperti Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Selatan, dan Kabupaten Aceh Besar. Pelaku usaha di wilayah tersebut melaporkan pungutan dengan dalih “sumbangan kegiatan sosial,” “perayaan keagamaan,” atau “perayaan hari besar,” yang dianggap membebani operasional bisnis. Bahkan, beberapa pelaku usaha di Banda Aceh dan daerah lain juga mengaku masih menghadapi tantangan serupa.
Di sektor jasa, pungli sering muncul dalam bentuk permintaan upah tinggi oleh oknum yang menawarkan jasa keamanan atau transportasi. Dalam sektor industri listrik, gas, dan air, pungli terjadi ketika perusahaan mendatangkan barang atau alat dari luar Aceh, di mana oknum meminta upah angkut yang dinilai terlalu mahal.
Meski secara keseluruhan banyak investor dan pelaku usaha mengapresiasi tata kelola dan regulasi di Aceh, beberapa kendala masih ditemukan, terutama terkait dengan proses perizinan. Pengurusan izin dianggap berbelit-belit, serta masih terjadi pungli dalam proses tersebut. Penerapan Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) juga disebut menjadi tantangan bagi kegiatan operasional sejumlah pelaku usaha, yang melihat regulasi ini sebagai penghambat.
Dalam riset itu disebutkan dalam sebuah diskusi di Medan, Sumatera Utara, perwakilan pengeusaha Malaysia yang telah berinvestasi dalam sektor sawit dan pengolahan kenaf di Aceh, menyatakan kekhawatiran terhadap praktik pungli masih terjadi. Hal ini, menurutnya, dapat merusak citra Aceh di mata investor asing dan menimbulkan pertanyaan terkait kewajiban bagi investor luar daerah untuk memiliki mitra lokal.
DPTMSP Aceh menyoroti pentingnya perbaikan pada sektor administrasi, perizinan, dan regulasi agar investasi di Aceh dapat berjalan dengan lebih baik. Diperlukan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan untuk menuntaskan masalah ini, dengan fokus pada pemberdayaan sumber daya alam lokal, diversifikasi produk, perluasan pasar, serta peningkatan kemudahan dalam berusaha.
Unduh hasil riset, Klik di sini