Pertamina Jadi Pemain Utama Kredit Karbon Indonesia, Kuasai 93% Pangsa Pasar

Bisnisia.id | Jakarta – PT Pertamina (Persero) semakin menunjukkan komitmennya dalam mendukung transisi energi Indonesia dengan menjadikan biofuel, atau bahan bakar berbasis tanaman, sebagai salah satu pilar utama strategi energi masa depan.

Langkah ini sejalan dengan tujuan pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil, memperkenalkan solusi energi rendah karbon, dan mempercepat upaya dekarbonisasi sektor transportasi di Indonesia.

John Anis, CEO Pertamina New & Renewable Energy (PNRE), menegaskan bahwa pihaknya telah mengambil peran pionir dalam bisnis energi rendah karbon di lingkungan Pertamina Grup.

PNRE, yang bertugas mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) dan biofuel, telah merumuskan rencana besar untuk meningkatkan kapasitas pembangkit EBT dan memperluas produksi bioetanol hingga tahun 2031.

“Kami menyebut strategi ini sebagai ‘pertumbuhan ganda’, karena meskipun kami terus memaksimalkan produksi bahan bakar fosil yang lebih bersih, kami juga berfokus pada pengembangan bisnis rendah karbon. Ini adalah dual approach yang kami jalankan untuk mendukung transisi energi Indonesia,” ujar John.

Dalam pencapaian ini, PNRE memiliki peta jalan pengembangan bioetanol yang ambisius hingga tahun 2031.

Proyeksi demand untuk biofuel diperkirakan akan mencapai 51 juta liter pada tahun 2034, sebuah angka yang menunjukkan potensi besar dalam kebutuhan bahan bakar terbarukan di sektor transportasi.

Baca juga:  “Nuga-Nuga” Melukis Sejarah dan Masa Depan Aceh: Refleksi 20 Tahun Tsunami 2004

Sebagai bagian dari upaya tersebut, Pertamina bekerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) untuk membangun pabrik bioetanol di Banyuwangi.

Pabrik ini akan memiliki kapasitas produksi 30 ribu kiloliter per tahun, yang memanfaatkan molase sebagai bahan baku utama tanpa mengganggu produksi gula lokal.

“Kami juga berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi bioetanol melalui reaktivasi pabrik di Banyuwangi, Glenmore, yang akan memanfaatkan molase dari tebu, sehingga memberikan dampak positif bagi petani dan masyarakat setempat,” lanjut John.

2
Laporan Indonesia Carbon Trading Handbook oleh katadata.

Laporan Indonesia Carbon Trading menjelaskan, PNRE telah memiliki peta jalan pengembangan bioetanol hingga 2031 untuk mendukung dekarbonisasi di sektor transportasi.

Hingga 2034 mendatang, menurutnya proyeksi demand atas biofuel bisa mencapai 51 juta liter.

Adapun saat ini Pertamina NRE bekerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) berencana membangun pabrik bioetanol di Banyuwangi dengan kapasitas produksi 30 ribu kiloliter (KL) per tahun.Handbook oleh katadata

Namun, upaya Pertamina dalam pengembangan biofuel tidak hanya terbatas pada bioetanol. PNRE juga telah melangkah lebih jauh dengan menjadi pemain utama dalam perdagangan kredit karbon di Indonesia.

Baca juga:  Nova Raudhalia, Siswa MAN 4 Aceh Besar Terima Piagam Penghargaan Inisiator Muda MB24

Hingga saat ini, Pertamina NRE menguasai 93 persen pangsa pasar kredit karbon, yang berasal tidak hanya dari pembangkit listrik energi rendah karbon, tetapi juga dari inisiatif Nature Based Solutions (NBS), yang mendukung keberlanjutan dan perlindungan lingkungan.

Sejak memulai perdagangan karbon di bursa karbon pada tahun lalu, Pertamina NRE telah berhasil menjual 864 ribu ton CO2 kredit karbon.

Inisiatif NBS yang dijalankan perusahaan ini melibatkan berbagai mitra strategis untuk mempercepat transisi energi di Indonesia.

“Untuk mencapai target 75 GW kapasitas listrik berbasis EBT dalam 15 tahun mendatang, kami membutuhkan kolaborasi intensif. Kolaborasi ini akan memungkinkan kami untuk mendorong investasi yang lebih agresif di sektor EBT, serta menjadikan energi terbarukan lebih terjangkau dan mudah diakses oleh masyarakat,” jelas John.

Dukungan terhadap pengembangan biofuel ini juga diperkuat oleh Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, yang dalam sebuah sesi panel di COP29 menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan sumber biofuel.

Program B35 yang dilaksanakan oleh Pertamina, yang mencampur biodiesel 35 persen dari minyak kelapa sawit (CPO), telah menjadi contoh konkrit upaya Indonesia dalam menurunkan emisi karbon.

Baca juga:  Per Oktober 2024, Bank Aceh Syariah Catat Laba Rp342,8 Miliar

“Indonesia memiliki sumber biofuel yang melimpah, seperti tebu dan singkong, yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati. Program B35 yang saat ini sedang berjalan, adalah salah satu langkah penting untuk menurunkan emisi karbon secara signifikan,” ujar Eddy.

Eddy juga menyoroti keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan Sustainability Aviation Fuel (SAF), bahan bakar penerbangan berbasis biofuel, termasuk dari minyak goreng bekas.

SAF Indonesia kini telah teruji dan berhasil dicampur 5 persen dengan bahan bakar penerbangan konvensional. Uji coba pertama dilakukan sekitar dua tahun lalu, dan hasilnya menunjukkan potensi besar dalam pengurangan emisi penerbangan.

Dengan berbagai langkah strategis ini, Pertamina tidak hanya berperan aktif dalam mendukung transisi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, tetapi juga membuka jalan bagi pengembangan industri biofuel yang lebih luas di Indonesia.

Masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta diharapkan dapat terus bekerja sama untuk menciptakan solusi energi yang ramah lingkungan dan mendukung masa depan yang lebih hijau

Editor:

Bagikan berita:

Popular

Berita lainnya

Memperkuat Ekonomi Lokal Melalui Pasar Tani

BISNISIA.ID - Penjabat Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, Hj....

Dokter Hewan Masuk Gampong, Inovasi Baru dari Pemerintah Aceh

Bisnisia.id | Banda Aceh - Pemerintah Aceh, melalui Dinas...

PON 2024, Ketum KONI Pusat Ajak Media Bangun Optimisme Masyarakat Aceh

Bisniskita.id | Banda Aceh - Ketua Umum Komite Olahraga...

Pendapatan dari Sektor Pertambangan Aceh Capai Rp1,58 Triliun dalam Lima Tahun

Bisnisisia.id | Banda Aceh - Selama lima tahun terakhir,...

PDA Aceh Selatan Rintis Usaha Makanan Sehat Lewat Program Rumah Sehat Aisyiyah

BISNISIA.ID | TAPAKTUAN - Majlis Ekonomi Pimpinan Daerah Aisyiyah...

Tambang Tanpa Izin Siap-siap Didenda hingga Rp 100 Miliar

Bisnisia.id | Jakarta — Kementerian Energi dan Sumber Daya...

Plasma Belum Rampung, Perusahaan Sawit Prima Aceh Agro Lestari Disorot

Bisnisia.id | Aceh Barat -Anggota DPRK Aceh Barat, Ahmad...

Kualifikasi Piala Dunia, Jepang Terbaik di Asia, tapi Indonesia Tidak Takut

Pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2026 antara Timnas Indonesia dan...

Transaksi Kripto di Indonesia Tembus Rp 475,13 Triliun

Bisnisia.id|Jakarta - Data yang dirilis oleh Badan Pengawas Perdagangan...

Target 3 Juta Rumah pada Tahun Anggaran 2025, Kementerian PKP Mendapat Kucuran Dana Rp5,27 T 

Bisnisia.id | Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan...

Mualem-Dek Fad Harus Perkuat Investasi Aceh

Bisnisia.id | Banda Aceh – Forum Bangun Investasi Aceh...

Pasar Mobil LCGC, Honda Brio Geser Dominasi Daihatsu Sigra

BISNISIA.ID - Penjualan mobil di segmen Low Cost Green...

Program Jaminan Kesehatan Aceh Sedot Rp 850 Miliar Per Tahun

Bisnisia.id | Banda Aceh - Program Jaminan Kesehatan Aceh...

Pembatasan Kuota Lapangan Kerja Picu Bentrokan di Bangladesh

BisnisKita.id - Kericuhan parah terjadi Kota Dhaka, Bangladesh sepekan...

Movie Day ACFFEST di Aceh, KPK Ajak Angkat Kearifan Lokal Antikorupsi

BISNISKITA.ID | Banda Aceh - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)...

Ketua HMI Banda Aceh Tolak Kenaikan UMP, Sebut Bisa Rusak Ekonomi

Bisnisia.id | Banda Aceh – Ketua Umum Himpunan Mahasiswa...

Ria, dari Ibu Rumah Tangga jadi Pengusaha Pakaian Bayi

Ria Oktia, seorang ibu rumah tangga kelahiran 1987 di...

Badan Pemenangan Muzakir Manaf – Fadhlullah Siap Hadapi Pilkada Aceh 2024

BISNISIA.ID | Banda Aceh - Dalam upaya meraih kemenangan...

Menyaksikan Pilihan Penyandang Disabilitas di Momen Pilkada Aceh 2024

Bisnisia.id | Banda Aceh – Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara...

Co-Firing, Menciptakan Energi Bersih dan Potensi Ekonomi Baru bagi Warga

Penerapan co-firing pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1&2...