Ketua HMI Banda Aceh Tolak Kenaikan UMP, Sebut Bisa Rusak Ekonomi

Bisnisia.id | Banda Aceh – Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Banda Aceh, Syifaul Huzni, menyatakan penolakan keras terhadap usulan Aliansi Buruh Aceh yang meminta kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh untuk tahun 2025 menjadi Rp4 juta per bulan, dari angka yang berlaku saat ini, yakni Rp3,46 juta.

Menurut Syifaul, kebijakan tersebut bisa merugikan perekonomian Aceh dan mempengaruhi daya saing daerah.

“Kami sangat menyayangkan audiensi yang dilakukan oleh Aliansi Buruh Aceh dengan Pj Gubernur Aceh, Safrizal ZA, yang mengusulkan kenaikan UMP secara signifikan. Saya kira, kenaikan yang terlalu agresif tanpa mempertimbangkan situasi ekonomi saat ini, akan justru memperburuk keadaan ekonomi di Aceh,” ujar Syifaul  kepada Bisnisia.id.

Menurutnya, penting untuk memahami hubungan antara upah minimum dan pertumbuhan ekonomi secara lebih holistik.

Syifaul menjelaskan bahwa peningkatan UMP yang drastis tanpa disertai dengan perkembangan industri yang memadai akan berisiko memperlambat potensi pertumbuhan daerah, dan malah bisa menciptakan ketidakstabilan ekonomi yang merugikan masyarakat luas.

Syifaul menegaskan bahwa upah yang lebih tinggi memang dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dalam jangka pendek, namun jika tidak didukung dengan pertumbuhan industri dan investasi yang optimal, kebijakan itu justru bisa menyebabkan inflasi yang tinggi, penurunan daya beli masyarakat, serta pengurangan minat investasi.

Baca juga:  Bank Mandiri Lelang 3.000 Rumah Sitaan, Diskon Capai 50 Persen

“Jika UMP naik tanpa ada sektor industri yang berkembang, maka biaya produksi akan semakin tinggi. Hal ini membuat investor berpikir dua kali untuk menanamkan modalnya di Aceh. Akibatnya, lapangan kerja baru yang diharapkan tidak akan tercipta,” terang Syifaul.

Sebagai contoh, lanjutnya, banyak industri yang merelokasi pusat produksinya dari Jawa Barat dan Jabodetabek ke Jawa Tengah.

Relokasi ini tidak hanya dipengaruhi oleh biaya tenaga kerja yang lebih rendah, tetapi juga oleh infrastruktur yang lebih baik dan potensi pasar yang lebih besar.

Syifaul mengingatkan bahwa untuk menarik investor, Aceh harus lebih fokus pada pengembangan sektor industri dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para pengusaha.

Syifaul juga menyoroti masalah daya beli masyarakat yang sering kali diabaikan dalam diskusi tentang kenaikan UMP.

Menurutnya, meskipun angka UMP meningkat, jika sektor industri tidak berkembang, maka daya beli masyarakat akan tetap rendah, bahkan bisa tertekan akibat inflasi yang tinggi.

Baca juga:  NIKI Gelar Konser di Jakarta, Harga Tiket Mulai Rp 850 Ribu hingga Rp 4 Juta

Dalam keadaan ini, meskipun harga barang-barang kebutuhan pokok tidak akan terjangkau, masyarakat tetap akan kesulitan.

“Jika industri berkembang, maka kebutuhan pokok akan lebih terjangkau karena banyaknya perusahaan yang beroperasi. Tapi jika industri mandek, bahkan dengan UMP yang tinggi, daya beli masyarakat tidak akan sebanding dengan kenaikan harga barang. Ini bisa menciptakan kesenjangan sosial yang semakin lebar,” paparnya.

Syifaul menambahkan bahwa alih-alih terus memfokuskan perhatian pada angka UMP yang tinggi, seharusnya lebih banyak upaya yang dilakukan untuk mendorong pertumbuhan industri dan penciptaan lapangan kerja.

Tanpa adanya investasi dan tumbuhnya sektor industri, maka peningkatan UMP justru akan menjadi bumerang bagi para pekerja.

Menurutnya, kebijakan yang diambil oleh pihak berwenang di Aceh harus berorientasi pada penciptaan ekosistem industri yang sehat, yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Untuk itu, Syifaul menekankan bahwa penting bagi Aliansi Buruh Aceh untuk mempertimbangkan daya saing daerah dan keberlanjutan industri dalam setiap kebijakan yang diusulkan.

Baca juga:  Andalkan Pasokan Listrik PLN, Produktivitas Pabrik Es di Sigli Meningkat 12 %

“Aliansi Buruh Aceh seharusnya lebih memprioritaskan strategi yang dapat mengembangkan industri dan lapangan kerja, daripada hanya fokus pada peningkatan angka UMP. Kalau industri tidak berkembang, maka kesejahteraan pekerja pun tidak akan terwujud dalam jangka panjang,” tegas Syifaul.

Ia juga menyarankan agar Ketua Aliansi Buruh Aceh lebih memahami dinamika ekonomi yang ada, dan berpikir jangka panjang dalam setiap kebijakan yang diusulkan. Peningkatan UMP tanpa mempertimbangkan faktor-faktor tersebut hanya akan mengarah pada ketidakseimbangan ekonomi yang lebih besar, dan berisiko meningkatkan angka pengangguran.

Syifaul menyatakan harapannya agar Aceh bisa menjadi pusat produksi yang menarik bagi investor.

Namun, untuk mewujudkan itu semua, diperlukan kebijakan yang mendukung pengembangan sektor industri, penciptaan lapangan kerja, serta upaya untuk mengurangi pengangguran.

“Jika semua kebijakan dapat seiring sejalan dengan penciptaan ekosistem industri yang berkembang, maka Aceh tidak hanya akan menjadi tempat yang menarik bagi investor, tetapi juga mampu mengurangi pengangguran, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” tutup Syifaul.

Editor:

Bagikan berita:

Popular

Berita lainnya

Piala AFF U-19 2024: Indonesia Lolos ke Final Usai Kalahkan Malaysia

Pada Sabtu, 27 Juli 2024, Timnas U-19 Indonesia berhasil...

‎Sisi Positif Inovasi Pelatihan Kreatif, Tren Angka Pengangguran di Nagan Raya Turun

‎Bisnisia.id | Nagan Raya – Tingkat pengangguran terbuka (TPT)...

Miris, 799 Anak di Aceh Barat Putus Sekolah

Bisnisia|Aceh Barat - Anggota DPRK Aceh Barat, Ahmad Yani,...

Tanpa Peningkatan Belanja Modal, Ekonomi Aceh Sulit Tumbuh

Bisnisia.id | Banda Aceh - Pengamat ekonomi dari Universitas...

Kini, Anggaran PON 2024 di Aceh Dirasionalkan Jadi Rp 800 Miliar

Bisniskita.id | Banda Aceh - Juru Bicara Pemerintah Aceh...

H-1 PKA-8 Dominan Anjungan Masih Lakukan Penataan

BISNISKITA.ID | Banda Aceh - Pelaksanaan Pekan Kebudayaan Aceh...

Pemerintah Targetkan Nol Impor Pangan Strategis pada 2025

Bisnisia.id | Jakarta – Pemerintah terus menunjukkan komitmen serius...

Semifinal Piala AFF U-19: Indonesia vs Malaysia Duel Penuh Gengsi

BISNISIA.ID - Timnas Indonesia U-19 akan bentrok dengan Malaysia...

Forbina Kritik Pj Gubernur Aceh: Jangan Bikin Gaduh di Akhir Masa Jabatan

Bisnisia.id | Banda Aceh – Direktur Eksekutif Perkumpulan Forum...

Sempat Merajai Pasar HP, Begini Nasib BlackBerry Saat ini

BlackBerry, yang sebelumnya dikenal sebagai Research In Motion (RIM),...

Action Mobile Bank Aceh Semua Lebih Mudah

Di era digitalisasi saat ini Bank Aceh terus berupaya...

PT PEMA Menyetor Deviden untuk Aceh, Bangkit Setelah Masa Sulit

Bisnisia.id| Banda Aceh – Setelah melewati masa sulit akibat...

KEK Arun sebagai Mesin Ekonomi Aceh dan Lapangan Kerja

Bisnisia.id | Aceh Utara – Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)...

Freeport dan Antam Teken Kontrak Penjualan 125 Kg Emas Senilai 12,5 Miliar Dolar AS  

Bisnisia.id | Jakarta – PT Freeport Indonesia (PTFI) secara...

Harga Minyak Nilam Diprediksi Stabil di Atas Rp1,5 Juta per Kilogram

Bisnisia.id | Banda Aceh – Rektor Universitas Syiah Kuala...

PON XXI Dorong Pertumbuhan Ekonomi Aceh secara Signifikan

Bisnisia.id | Banda Aceh – Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI...

Meutya Hafid: Perempuan Korban Terbanyak Penipuan Digital, Literasi Jadi Solusi

Bisnisia.id | Jakarta - Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya...

Harga Emas Menguat ke $2.630 di Tengah Pelemahan Dolar dan Ketidakpastian Geopolitik

Bisnisia.id - Harga emas kembali menanjak dan mencapai level...