Bisnisia.id | Jakarta — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menegaskan komitmennya dalam menindak tegas pelaku tambang ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di seluruh Indonesia.
Melalui perubahan yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020, yang merupakan revisi atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pelaku PETI kini terancam hukuman denda maksimal sebesar Rp 100 miliar dan pidana penjara hingga 5 tahun.
Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI pada Selasa (12/11).
“Semua kegiatan pertambangan yang dilakukan tanpa izin, baik itu eksplorasi, produksi, hingga pengelolaan dan pemurnian, akan dikenakan sanksi berat. Kami tidak hanya menargetkan penambang ilegal, tetapi juga pihak yang menampung, memanfaatkan, atau mengelola hasil tambang ilegal,” ujar Tri.
Dalam pemaparannya, Tri mengungkapkan bahwa hingga saat ini, terdapat 128 laporan kasus tambang ilegal di berbagai wilayah di Indonesia.
Data ini dikumpulkan dari laporan kepolisian serta keterangan ahli terkait kegiatan PETI.
“Sumatera Selatan menjadi wilayah dengan jumlah laporan tertinggi, yakni mencapai 25 laporan. Selain itu, Pulau Kalimantan dan Jawa juga menjadi fokus pengawasan kami,” tambahnya.
Tri menjelaskan bahwa laporan-laporan tersebut merupakan hasil dari pengawasan intensif serta laporan masyarakat yang peduli terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal.
Kegiatan PETI tidak hanya merugikan negara dari segi pendapatan pajak, tetapi juga merusak lingkungan secara masif, mulai dari kerusakan hutan, pencemaran air, hingga perubahan topografi lahan yang bisa memicu bencana alam seperti longsor dan banjir.
Ditjen Gakkum ini akan segera beroperasi untuk memastikan bahwa sanksi-sanksi yang diatur dalam UU dapat ditegakkan secara efektif di lapangan,” ujar Tri.