Bisnisia.id | Aceh Besar – Dermaga Lampuyang pagi itu tampak sunyi, tak banyak lalu lalang kapal nelayan di bantaran kuala. Meski lengang, senggang waktu terus melaju berkala ke arah jam 10.
“Jam segini, biasa kami nelayan sudah di lepas pantai,” ucap Fakhrol Razi (37).
Ia bercerita tentang tabiat nelayan, yang sering meninggalkan sepeda motor di dermaga. Meski seolah tak berpenghuni, parkiran dermaga Lampuyang tetap dipenuhi jejeran sepeda motor. Dermaga ini berada tepat di tepi teluk Lampuyang yang berbatasan langsung dengan pulau Nasi.
“Kami di sini melaut siang dan malam hari,” cerita Fakhrol sambil menyeruput kopi sasetan di kedai nelayan.
Fakhrol menjelaskan bahwa menangkap ikan di malam hari itu lebih efektif, biasa hasil tangkapannya akan lebih banyak.
“Banyak ikan aktif mencari makan pada malam hari, terutama untuk jenis ikan yang tertarik pada cahaya lampu,” ungkap Fakhrol.

Namun, Fakhrol juga mengungkapkan bahwa ada kendala utama yang dihadapi nelayan saat menangkap ikan di malam hari, yaitu keterbatasan pasokan energi. Karena kurangnya akses listrik yang stabil di Desa Lampuyang, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar. Ketergantungan pada bahan bakar minyak atau pengisian baterai untuk lampu juga menambah biaya operasional mereka, yang bisa menjadi beban, terutama bagi nelayan dengan penghasilan terbatas.
Pulo Aceh merupakan sebuah kecamatan terluar di Aceh Besar. Terdapat dua pulau kembar di kecamatan itu yakni Pulo Breuh dan Pulo Nasi. Dua pulau itu dipisah sebuah teluk. Dari Kota Banda Aceh, ibu kota provinsi butuh waktu 45 menit untuk berlayar ke sana.
Menurut buku Kecamatan Pulo Aceh dalam Angka 2023, jumlah penduduk di Kecamatan Pulo Aceh pada tahun 2023 mencapai 4.821, terdiri dari 2.512 jiwa laki-laki dan 2.309 jiwa perempuan. Lampuyang adalah desa dengan populasi terbesar, dengan 536 jiwa. Desa nelayan ini terletak di Pulau Breuh, pulau terluar di ujung barat Indonesia yang berbatasan langsung dengan perairan Nicobar, Samudera Hindia. Mayoritas masyarakatnya menopang hidup dari hasil Laut.
PLTD Seurapung, Suplai Utama Listrik Pulo Breuh
Untuk memenuhi kebutuhan listrik, Lampuyang bergantung pada PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Seurapung sebagai suplai utama untuk pulau yang secara administrasi berada di wilayah Kabupaten Aceh Besar.
“Kami di Lampuyang, seminggu hampir 10 kali lampunya padam,” tutur Ridwan sambil duduk bersila di kedai kopi panglima laot Pulo Breuh Selatan, pada Jumat (25/10/2024).
Ridwan adalah Geusyiek gampong Lampuyang. Ia bercerita tentang ketersediaan energi bagi masyarakatnya yang amat terbatas. Tak dipungkiri, hal ini disebabkan oleh posisi Lampuyang sebagai kawasan 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) yang aksesnya cukup jauh dari pusat distribusi energi. Kondisi geografis dan keterbatasan infrastruktur membuat suplai listrik di Lampuyang kerap kali tidak stabil, bahkan sering kali mengalami pemadaman.

Sebagai tulang punggung pasokan energi bagi Pulo Aceh, PLTD Seurapung memasok listrik untuk berbagai kebutuhan masyarakat—baik rumah tangga maupun fasilitas umum seperti masjid, sekolah, dan balai pertemuan desa. Ketersediaan listrik dari PLTD ini mendukung berbagai kegiatan sehari-hari, mulai dari penerangan, penggunaan alat elektronik, hingga kebutuhan operasional fasilitas publik.
Alternatif Energi Terbarukan dari Program DEB SOBI
Meskipun demikian, keterbatasan kapasitas PLTD sering kali menyebabkan gangguan pasokan listrik di wilayah tersebut, termasuk pemadaman berkala. Situasi ini mendorong masyarakat setempat untuk mencari alternatif, seperti penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dari program DEB SOBI sebagai solusi tambahan. Panel surya yang diperkenalkan melalui program ini diharapkan dapat menjadi sumber energi cadangan ketika PLTD mengalami gangguan, serta mendukung masyarakat Lampuyang dalam mengakses energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
Desa Energi Berdikari Sobat Bumi (DEB SOBI) adalah program yang dirancang untuk menghadirkan energi terbarukan di desa-desa terpencil dan membantu memberdayakan masyarakat lokal melalui penggunaan energi mandiri yang ramah lingkungan. Program ini merupakan hasil kolaborasi antara mahasiswa Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dan Pertamina melalui Pertamina Fondation.

Ridwan menyatakan harapannya agar kapasitas energi dari sumber alternatif seperti PLTS dapat ditingkatkan, mengingat tingginya kebutuhan energi para nelayan di Pulo Aceh.
“Dengan adanya peningkatan kapasitas panel surya, kami berharap ketergantungan pada PLTD bisa berkurang, dan masyarakat bisa mengandalkan energi yang lebih stabil dan berkelanjutan,” ujar Ridwan.
PLTD Seurapung akan tetap berperan sebagai penyedia utama, namun integrasi energi alternatif ini membuka peluang bagi pengembangan akses listrik yang lebih andal dan ramah lingkungan di Pulo Aceh.
“Setiap perahu nelayan yang melaut membutuhkan dua baterai untuk penerangan selama satu malam,” jelas Ridwan.

“Jika kapasitas panel ditingkatkan, kami yakin bisa lebih maksimal dalam memanfaatkan listrik alternatif dan terbarukan ini,” jelas Ridwan.
Ridwan menyampaikan apresiasinya atas pelaksanaan program DEB SOBI yang telah menyediakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) skala kecil berkapasitas 1,4 kW peak.
Meskipun kapasitas ini masih terbatas, Ridwan menekankan bahwa program ini memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat setempat, terutama untuk penerangan masjid dan balai nelayan di Desa Lampuyang, Kecamatan Pulo Aceh.
“Kehadiran PLTS ini sangat membantu kami di sini. Meskipun kapasitasnya masih kecil, PLTS ini sudah cukup membantu penerangan di masjid dan balai nelayan. Di Pulo Aceh, suplai listrik sangat terbatas dan sering mati, jadi panel ini menjadi alternatif yang sangat berguna ketika listrik utama padam,” ujar Ridwan.

Meskipun belum sepenuhnya mencukupi kebutuhan penerangan untuk aktivitas melaut di malam hari, Ridwan mengakui bahwa program ini merupakan langkah awal yang positif. Dalam kondisi saat ini, pengisian aki baterai untuk perahu nelayan yang melaut di malam hari masih terbatas.
Lebih lanjut, Ridwan mengungkapkan harapannya agar program ini dapat ditingkatkan kapasitasnya di masa mendatang.
Dengan adanya peningkatan kapasitas, Ridwan berharap penggunaan energi terbarukan di Lampuyang dapat semakin dioptimalkan. Program DEB SOBI ini diharapkan menjadi inspirasi bagi inisiatif serupa di wilayah Pulo Aceh dan sekitarnya, demi menciptakan masyarakat mandiri energi yang lebih berkelanjutan.
Desa Percontohan Energi Terbarukan
Fathia Zahira Fauzi, ketua tim DEB SOBI Universitas Syiah Kuala (USK), mengatakan ia berharap Desa Lampuyang bisa menjadi desa percontohan dalam penerapan energi terbarukan di Indonesia.
“Dengan menghadirkan solusi berupa sarana pengisian baterai penerangan menggunakan tenaga surya, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan efisiensi dalam aktivitas penangkapan ikan para nelayan, sekaligus turut serta mengurangi emisi,” ungkap Fathia.
Fathia berharap agar Desa Lampuyang tidak hanya menjadi proyek sementara tetapi berkembang menjadi desa binaan. Selain sektor energi, ia berharap desa ini mendapat pendampingan di bidang ekonomi dan pendidikan, khususnya untuk mengembangkan produk turunan ikan dan meningkatkan kualitas pendidikan di desa tersebut.
“Kami telah menjalani proses monitoring evaluasi (monev) pada bulan September. Evaluasi menunjukkan bahwa kapasitas baterai masih perlu ditingkatkan, karena kapasitas PLTS saat ini hanya 1,4 kW peak,” jelas Fathia.
Program Berkelanjutan
Direktur Operasi Pertamina Foundation, Yulius S. Bulo, mengatakan PLTS ini merupakan bukti nyata kontribusi generasi muda dalam menciptakan dampak positif di daerah terpencil.
“DEB SOBI merupakan bentuk melting pot antara industri, universitas, dan masyarakat dalam mencapai target-target SDGs (Sustainable Development Goals atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan), serta membangun ekonomi sirkuler yang berkelanjutan,” jelas Yulius ketika peresmian PLTS Lampuyang pada Sabtu (01/06/2024).
Ia juga berharap, inisiatif ini menjadi inspirasi bagi kolaborasi serupa di berbagai daerah di Indonesia.
Inisiatif mahasiswa USK ini menjadi gambaran nyata dari peran perguruan tinggi dalam memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat. Mereka tidak hanya menghadirkan inovasi teknologi untuk menjawab tantangan kebutuhan energi di pelosok negeri, namun juga membangun pondasi yang kuat untuk keberlanjutan dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Di Lampuyang, cahaya dari energi surya kini bukan hanya sekadar penerangan, tetapi juga simbol harapan para nelayan dan kemandirian masyarakat pesisir.