Bisnisia.id | Banda Aceh – Kegiatan melukis bertajuk “Nuga-Nuga” menjadi salah satu rangkaian acara dalam Festival Smong 2024, yang digelar untuk memperingati 20 tahun bencana tsunami Aceh 2004. Acara ini tidak hanya menjadi medium refleksi, tetapi juga perayaan atas ketangguhan masyarakat Aceh dalam menghadapi tragedi besar tersebut.
Ketua Panitia Festival Smong 2024, Agung Fiki Ramadhan, menjelaskan bahwa “Nuga-Nuga” yang dalam bahasa Aceh berarti “kayu bekas” mengandung filosofi mendalam tentang pentingnya mengingat sejarah sebagai landasan untuk membangun masa depan. “Kegiatan ini adalah wadah bagi pelajar dan mahasiswa untuk mengekspresikan karya seni sekaligus menyampaikan pesan tentang memori kolektif, kesiapsiagaan, dan harapan,” ujar Agung.
Dengan simbol utama kearifan lokal seperti smong—istilah lokal untuk tsunami yang digunakan oleh masyarakat Simeulue—peserta diajak untuk menggali inspirasi dari nilai-nilai leluhur. Sebanyak 200 pelukis pemula, yang terdiri dari pelajar dan mahasiswa, menghasilkan karya seni yang merekam trauma, perjuangan, dan pemulihan masyarakat Aceh. Pesan-pesan visual ini diharapkan menjadi pengingat kuat bagi generasi mendatang.
Kurasi kegiatan “Nuga-Nuga” dilakukan oleh praktisi seni rupa ternama, yakni Iskandar (Dosen Seni Rupa ISBI Aceh), Udin (seniman lukis dengan pengalaman lebih dari 30 tahun), dan Agusriansyah Riski. Acara ini digelar di Museum Tsunami Aceh dan didukung oleh berbagai pihak, termasuk Kemdikbud, DanaIndonesia, LPDP, Universitas Bina Bangsa Getsampena (UBBG), PT Pema, USAID, dan Aceh Documentary.

Smong, Kearifan Lokal yang Mendunia
Momentum peringatan 20 tahun tsunami Aceh juga dimanfaatkan untuk memperkenalkan istilah smong sebagai pengganti kata “tsunami.” Muhammad Ikbal, Ketua Yayasan Khadam Indonesia, dalam sambutannya di Festival Smong, menekankan bahwa smong bukan sekadar kata, tetapi simbol kebijaksanaan lokal yang telah menyelamatkan ribuan jiwa pada tahun 2004.
“Smong, yang berasal dari bahasa lokal Simeulue, adalah wujud kearifan leluhur. Kisah ini mengajarkan kita untuk selalu waspada dan mengingat petuah nenek moyang dalam menghadapi bencana alam,” ujar Ikbal.
Ia menambahkan, penggantian istilah tsunami menjadi smong memiliki tujuan memperkenalkan nilai-nilai budaya Simeulue ke ranah lokal maupun global. Langkah ini diharapkan tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga meningkatkan kesadaran mitigasi bencana berbasis kearifan lokal.
Dengan Festival Smong 2024 dan berbagai kegiatannya, masyarakat Aceh diajak untuk mengingat tragedi tsunami sebagai pelajaran berharga, sekaligus mempersiapkan masa depan yang lebih tangguh.