Kemenangan Muharram Idris pada Pilkada 2024 Kabupaten Aceh Besar seperti sebuah anomali. Di tengah kepungan partai politik nasional dan lokal, eks Panglima Kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Aceh Besar itu, yang maju melalui jalur perseorangan, terpilih sebagai bupati. Selama lima tahun ke depan, Aceh Besar berada di bawah komando Panglima Muharram.
Hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Independen (KIP) Aceh Besar menunjukkan pasangan Muharram-Syukri A. Jalil, yang maju melalui jalur independen, keluar sebagai pemenang pada Pilkada Aceh Besar. Muharram meraih 73.673 suara atau 33,8 persen. Persentase itu tidak mampu dikejar oleh tiga kandidat lainnya.
Tiga kandidat yang dikalahkannya bukan sembarang tokoh. Mereka adalah Marwadi Ali (eks Bupati Aceh Besar), Mukhlis Basyah (eks Bupati Aceh Besar), dan Musannif (eks Ketua DPRK Aceh Besar). Namun, tanpa dukungan partai politik, Muharram tetap keluar sebagai pemenang.

Kemenangan Muharram masih menjadi tanda tanya. Faktor utama apa yang membuat warga Aceh Besar mayoritas menginginkannya menjadi bupati? Muharram tidak memiliki pengalaman birokrasi maupun pemerintahan, karena dia tidak pernah menjadi anggota DPR maupun eksekutif.
Namun, justru hal itu menjadi salah satu alasan warga menginginkan dia menjadi bupati. Warga bertaruh berharap bahwa Muharram dapat membawa Aceh Besar menjadi lebih baik dibandingkan capaian bupati sebelumnya. Meski demikian, ekspektasi ini tidak ada jaminan yang dapat terwujud.
Muharram lahir di Banda Aceh pada tahun 1975. Saat berusia 20 tahun, yaitu pada tahun 1995, Muharram bergabung dengan GAM. Dia bergerilya dari hutan ke hutan untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi Aceh. Di internet, banyak beredar foto dan video Muharram muda menenteng senjata serbu. Jabatan terakhirnya di GAM adalah Panglima untuk wilayah Aceh Besar, kabupaten yang kini akan dia pimpin.
Dalam wawancara dengan jurnalis asing, seperti dikutip dari laman NBCnews.com, motivasi dia bergabung dengan GAM adalah untuk memperjuangkan kemerdekaan agar rakyat Aceh sejahtera.
Mengutip tulisan Muhajir Al Fairusy yang dimuat oleh Komparatif , disebutkan bahwa Muharram memiliki garis keturunan ulama, yakni Teungku Chik di Bitai. Kakek buyutnya, Abdul Muthalib Ghazi, dikenal sebagai Teungku Chik di Bitai. Beliau merupakan utusan Kesultanan Turki Utsmani untuk membantu Kerajaan Aceh.
Kala itu, utusan Kerajaan Turki menetap di Gampong Bitai, Banda Aceh. Di Aceh, sudah lazim nama gampong disematkan pada nama orang. Jika pendapat ini benar, maka Muharram adalah keturunan seorang tokoh besar.
Setelah GAM dan Pemerintah RI berdamai pada Agustus 2005, Muharram keluar dari medan gerilya dan melanjutkan kehidupan sebagai warga biasa. Di sisi lain, dia tetap aktif di organisasi eks kombatan, Komite Peralihan Aceh (KPA).
Perdamaian membuka jalan bagi eks GAM untuk mendirikan partai politik lokal. Partai politik lokal dianggap sebagai arena perjuangan selanjutnya setelah konflik berkepanjangan berakhir.
Saat itu, banyak eks GAM maju sebagai calon legislatif maupun eksekutif. Euforia politik menjangkiti warga Aceh. Banyak anggota GAM yang terpilih menjadi kepala daerah atau anggota legislatif. Salah satunya adalah Mukhlis Basyah, teman perjuangan Muharram, yang justru dia kalahkan pada Pilkada 2024.
Di kancah politik lokal, Muharram adalah salah satu dedengkot pendirian Partai Nasional Aceh bersama Irwandi Yusuf dan tokoh lainnya. Namun, dia tidak tertarik untuk menduduki jabatan di pemerintahan.
Saat akan mencalonkan diri sebagai bupati melalui jalur perseorangan, Muharram mengatakan bahwa dirinya mendapat dorongan dari eks GAM dan tokoh masyarakat untuk mengambil peluang tersebut.
“Mereka mendorong saya untuk maju sebagai calon Bupati Aceh Besar,” ujar Muharram seperti dilansir Infoaceh.id . Muharram mencetak tim pemenangnya dengan nama “Komando Independen.”
Muharram-Syukri mengusung kunjungan “Aceh Besar Bermarwah dan Bermartabat, Adil, Makmur, Sejahtera, dan Bersyariah dalam Bingkai Ahlussunnah Wal Jamaah.” Beberapa fokus pembangunannya antara lain penerapan syariat Islam, pengembangan pertanian dan pelestarian pangan, peningkatan sumber daya manusia, serta pemeliharaan perdamaian.

Dalam debat kandidat, Muharram memberi tekanan pada isu syariat Islam dan pengembangan pertanian. Sebagai daerah dengan penerapan syariat Islam, Muharram ingin menghapus budaya korupsi atau melakukan praktik sogok-menyogok. “Sogok-menyogok sudah menjadi budaya, padahal ini dilarang agama dan negara,” kata Muharram.
Dalam konteks pertanian, Muharram memiliki mimpi agar ketersediaan udara terjamin, sehingga petani dapat menggarap sawah mereka secara optimal.
Produksi padi di Kabupaten Aceh Besar menunjukkan tren penurunan yang signifikan seiring dengan berkurangnya luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luas lahan tanam padi di wilayah ini pada tahun 2012 tercatat sebesar 47.475 hektare, menghasilkan 288.521 ton padi. Namun pada tahun 2023, luas lahan hanya tersisa 39.153 hektare, dengan produksi turun menjadi 208.753 ton. Alih fungsi lahan menjadi penyebab utama.
Angka stunting di Aceh Besar juga masih tinggi, yakni 16,2 persen. Muharram mengatakan bahwa untuk menekan angka stunting, pelayanan posyandu harus ditingkatkan, dan pembagian makanan bergizi harus tepat sasaran. Jumlah penduduk miskin juga relatif besar, mencapai 58.980 orang atau 13,21 persen.
Kini, sejumlah persoalan tersebut dibebankan kepada Muharram dan Syukri. Kita doakan mereka bisa menghadirkan kesejahteraan kepada warga Aceh Besar.