Di pesisir barat Aceh, terdapat sebuah desa bernama Mon Ikeun, di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Desa ini menyimpan jejak peristiwa besar yang mengubah hidup penduduknya selamanya, yakni tsunami dahsyat pada 26 Desember 2004.
Gelombang raksasa yang dipicu oleh gempa bumi berkekuatan 9,1 SR itu menghancurkan hampir seluruh desa, menyisakan kenangan pahit dan kehilangan yang mendalam.
Namun, dua dekade berselang, Mon Ikeun tak lagi dikenal sebagai desa yang hancur karena tsunami, melainkan sebagai Desa Siaga Tsunami.
Desa ini telah meraih pengakuan internasional dari UNESCO sebagai “Tsunami Ready Community” atau Desa Siaga Tsunami, menjadikannya simbol kebangkitan dan kesiapsiagaan di pesisir Aceh.
Transformasi Mon Ikeun
Setelah tsunami, Mon Ikeun berada dalam kehancuran total. Lebih dari seperempat penduduknya hilang dan hampir seluruh bangunannya rata dengan tanah. Namun, dengan bantuan berbagai pihak dan semangat gotong-royong, masyarakat Mon Ikeun mulai bangkit.
Salah seorang warga Mon Ikeun, Rijal mengisahkan bahwa trauma bencana tersebut masih membekas dalam ingatan mereka.
“Tidak ada satu pun di antara kami yang tidak kehilangan keluarga. Itu pasti membekas, apalagi bagi yang langsung merasakannya,” ujarnya saat diwawancarai Bisnisia.id, Senin (23/12/2024).
Rijal mengatakan masyarakat lebih memilih untuk tidak membicarakannya dan fokus pada kesiapsiagaan melalui mitigasi bencana demi melindungi keselamatan di masa depan.
Keuchik (kepala desa) Mon Ikeun, Samsul Kamal, menceritakan bagaimana desanya membangun kembali kehidupannya setelah bencana.
“Dari pertengahan 2005, kami perlahan-lahan mulai bangkit. Trauma itu memang ada, tetapi kami sadar harus menatap masa depan. Dengan bantuan dan kerja keras, kami mulai menata kembali desa ini,” ungkapnya.
Kini, Mon Ikeun tak hanya pulih, tetapi juga tumbuh sebagai desa yang siap menghadapi bencana. Dengan statusnya sebagai desa siaga tsunami, Mon Ikeun telah memiliki berbagai fasilitas dan program mitigasi bencana, seperti pelatihan rutin, peta evakuasi, dan edukasi masyarakat.
Pengakuan dari UNESCO
Pada penghujung 2024, Mon Ikeun bersama desa tetangganya, Lam Kruet, menerima sertifikat “Tsunami Ready Community” dari UNESCO.
Pengakuan ini diberikan setelah Mon Ikeun memenuhi 12 indikator kesiapsiagaan bencana yang ditetapkan oleh UNESCO-IOC, seperti memiliki peta bahaya tsunami, rambu-rambu evakuasi, dan pelatihan rutin untuk masyarakat.
Menurut UNESCO, Mon Ikeun adalah desa yang didefinisikan oleh kekuatan dan dedikasi masyarakatnya dalam membangun kembali setelah tsunami 2004.
Desa ini terus berkembang melalui upaya pemulihan kolektif dan prioritas untuk membangun budaya kesiapsiagaan dan ketangguhan terhadap bencana.
“Dengan bekerja sama dengan berbagai mitra, termasuk BPBD Aceh Besar, BMKG, dan CSR PT. Solusi Bangun Andalas (SBA), Mon Ikeun telah menciptakan fondasi yang kuat untuk menghadapi bencana di masa depan,” dikutip dari laman https://tsunami.ioc.unesco.org/en/tsunami-ready/id/monikeun.
Samsul Kamal mengatakan pengakuan sebagai desa siaga tsunami adalah kebanggaan dan tanggung jawab besar bagi masyarakat Mon Ikeun, yang menunjukkan bahwa mereka tidak hanya belajar dari pengalaman masa lalu, tetapi juga berkomitmen untuk melindungi generasi mendatang.
Sementara itu, Rijal menambahkan bahwa masyarakat kini sudah memiliki keterbiasaan untuk mempersiapkan diri menghadapi keadaan darurat tanpa harus diperintah.
Hampir semua rumah di Mon Ikeun memiliki tempat khusus untuk menyimpan dokumen penting, seperti akta kelahiran dan akta tanah, yang siap dibawa saat kondisi darurat.
“Ini bukan karena komando, tetapi sudah menjadi kebiasaan yang tertanam karena pengalaman kami menghadapi gempa dan tsunami,” jelasnya.
Dia juga menjelaskan bahwa masyarakat telah memahami pentingnya konstruksi rumah yang kokoh.
Sebelum tsunami, konstruksi rumah di Mon Ikeun sudah dirancang untuk tahan terhadap gempa, dengan kerusakan akibat gempa 2004 hanya sekitar 10 hingga 15 persen. Namun, gelombang tsunami menghancurkan hampir seluruh desa.
“Setelah bencana, masyarakat semakin memperhitungkan kekuatan konstruksi rumah mereka,” tambahnya.
Edukasi dan Mitigasi untuk Generasi Muda
Kesiapsiagaan bencana di Mon Ikeun tak hanya melibatkan orang dewasa, tetapi juga generasi muda. Anak-anak sekolah, mulai dari SD, SMP hingga SMA, telah mendapatkan pelatihan dan edukasi tentang mitigasi bencana.
Samsul Kamal mengatakan, mereka diajarkan bagaimana merespons gempa bumi dan tsunami, serta memahami pentingnya evakuasi yang cepat dan terorganisasi.
“Anak-anak adalah masa depan desa ini. Dengan edukasi sejak dini, kami berharap mereka bisa menjadi generasi yang lebih siap dan tangguh,” kata Samsul.
Selain itu, menurut UNESCO, perempuan di Mon Ikeun memainkan peran penting dalam pengurangan risiko bencana, terutama melalui inisiatif peningkatan kapasitas yang meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang risiko gempa bumi dan tsunami.
“Mereka aktif terlibat dalam program kesiapsiagaan bencana, mendukung keluarga dan komunitas mereka dengan keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh melalui pelatihan dan lokakarya,” dikutip dari lamannya.
Meski demikian, Samsul mengakui bahwa masih ada banyak hal yang perlu diperbaiki. Salah satu yang paling mendesak adalah pembangunan “escape building” atau gedung evakuasi tsunami, yang hingga kini belum terealisasi.
“Kami berharap pemerintah dan lembaga terkait dapat membantu merealisasikan fasilitas ini, karena ini sangat penting untuk keselamatan warga,” katanya.
Dari Desa Wisata ke Desa Siaga
Selain dikenal sebagai desa siaga tsunami, Mon Ikeun juga mulai berkembang sebagai desa wisata. Letaknya yang berada di pesisir pantai menjadikan desa ini sebagai destinasi yang menarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Pariwisata juga menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat. Hampir seluruh usaha wisata, seperti kafe dan penginapan, dikelola oleh warga lokal.
“Tanah di sini milik kampung, dan pengelolaannya hampir 100 persen dilakukan oleh masyarakat Mon Ikeun sendiri,” ungkap Samsul.
Menurutnya, pariwisata tak hanya membantu perekonomian, tetapi juga menjadi bagian dari upaya mitigasi bencana.
Wisatawan yang datang ke Mon Ikeun juga diajak untuk memahami pentingnya kesiapsiagaan menghadapi tsunami. “Ini bagian dari edukasi sekaligus promosi desa kami,” ujarnya.
Meski telah mencapai banyak hal, Mon Ikeun masih menyimpan harapan besar untuk masa depan. Selain pembangunan fasilitas evakuasi, masyarakat juga berharap adanya program-program berkelanjutan dari pemerintah dan lembaga internasional untuk mendukung kesiapsiagaan bencana.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Besar, Ridwan Jamil, mengatakan program Tsunami Ready Community bertujuan mempersiapkan masyarakat dan pemerintah daerah di wilayah rawan tsunami agar mampu menghadapi bencana dengan tangguh, sehingga dapat meminimalkan risiko menjadi korban gempa dan tsunami.
Ia mengapresiasi pencapaian Mon Ikeun dan Lam Kruet yang saat ini telah mendapat pengakuan kesiapan masyarakatnya akan bahaya potensi tsunami.
“Lhoknga merupakan wilayah yang paling terdampak saat tsunami terjadi, dengan memiliki beberapa indikator itu, maka Gampong Mon Ikeun dan Lam Kruet layak mendapat predikat tersebut,” kata Ridwan dalam keterangan resminya, Senin (11/11/2024).
Sementara itu, Ketua Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC), Universitas Syiah Kuala, Prof. Dr. Syamsidik menekankan pentingnya menggalakkan edukasi kebencanaan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah. Namun, ia juga mengingatkan bahwa mitigasi struktural tidak boleh diabaikan.
“Edukasi kebencanaan sangat penting, tetapi hal itu harus dibarengi dengan penguatan infrastruktur yang menjamin keselamatan,” ujarnya, Kamis (19/12/2024).
Dia mengatakan bahwa dengan potensi bencana yang masih mengancam, langkah mitigasi perlu menjadi prioritas bersama. Menunda aksi saat ini berarti meningkatkan risiko di masa depan. Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjadikan Aceh lebih tangguh terhadap ancaman bencana.
Bagi Rijal dan warga Mon Ikeun, status sebagai desa siaga tsunami adalah pengingat bahwa kesiapsiagaan adalah kunci untuk melindungi nyawa dan masa depan.
Di tengah keindahan pesisirnya, Mon Ikeun mengajarkan kepada dunia bahwa dari bencana besar, harapan dan ketangguhan dapat tumbuh.
Mon Ikeun, kini bukan hanya tentang masa lalu yang kelam, tetapi juga tentang masa depan yang penuh kesiapan dan harapan.