BISNISIA.ID|BANDA ACEH- Sore itu, di tengah barisan keramba yang mengapung rapi di perairan Gampong Lamkuweuh, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, Mahfud tampak sibuk dengan rutinitas hariannya. Di bawah sinar matahari yang mulai redup, pemuda berusia 27 tahun ini memeriksa satu per satu kepiting soka dalam keramba, memilah yang masih hidup dan yang mati. Sebuah senter kecil terpasang di kepalanya, membantu menerangi saat ia mengawasi tangkapan-tangkapan kecil yang harus ia urus dengan saksama.
Mahfud adalah tangan kanan pamannya dalam mengelola bisnis budidaya kepiting soka. Setiap hari, ia memeriksa satu per satu keramba dan memastikan bahwa kepiting-kepiting dalam kondisi sehat dan layak panen. Usaha ini dimulai dari sang paman, yang sejak beberapa tahun terakhir mencoba peruntungan dalam budidaya kepiting soka di Lamkuweuh, daerah yang terkenal dengan perairannya yang kaya akan berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya. Di balik rutinitas yang tampak biasa, terdapat kisah perjuangan yang tak kenal lelah, bertahan di tengah berbagai tantangan yang kadang datang tanpa terduga.
Mahfud mengakui, budidaya kepiting soka tidak selalu mendatangkan hasil yang memuaskan. “Kali ini hasil panen tidak terlalu banyak,†ujarnya sambil memeriksa keramba di depan mata. Hasil panen kepiting soka bergantung pada banyak faktor, termasuk bibit yang dipilih, kondisi air, dan cuaca. Saat ditemui di lokasi budidaya, Mahfud menjelaskan bahwa panen kali ini tidak sebanyak sebelumnya, yang bisa mencapai sehari 10 kilo  kepiting siap jual.
Usaha ini memiliki empat bagan keranjang budidaya, dengan masing-masing bagan terdiri dari sekitar 70 keranjang. Setiap keranjang adalah ‘rumah’ bagi kepiting soka yang dibesarkan hingga mencapai ukuran yang layak jual. “Pada panen lalu, sekiranya bisa dapat satu ember cat penuh,†kata Mahfud. Sabtu 2 November 2024.  Namun, panen kali ini tidak sesuai harapan, meskipun kerja keras dan waktu yang diinvestasikan tetap sama.
Bagi Mahfud dan pamannya, ketidakpastian ini sudah menjadi bagian dari perjalanan usaha. “Budidaya kepiting memang penuh tantangan, tergantung pada bibit yang kami sediakan,†tambah Mahfud sambil menatap keramba yang terhubung satu sama lain. Tak semua bibit dapat tumbuh dengan baik, dan sebagian mungkin mengalami kematian sebelum mencapai ukuran yang layak untuk dijual.
Dengan harga bibit yang mencapai 35 ribu rupiah per ekor, investasi awal dalam budidaya kepiting soka tergolong tidak murah. Selain itu, Mahfud menjelaskan, setiap kepiting membutuhkan perawatan intensif, terutama dalam hal pengaturan kualitas air dan pemberian pakan yang sesuai. Perawatan tersebut memerlukan biaya tambahan, yang jika digabungkan dengan harga bibit, membuat usaha ini membutuhkan modal yang cukup besar.
Namun, di balik tantangan modal, keuntungan dari budidaya kepiting soka dapat menarik. Saat mencapai ukuran ideal, kepiting soka dijual dengan harga sekitar 110 ribu rupiah per kilogram. Meski harga jual ini terbilang baik, pengelola budidaya tetap harus cermat dalam mengatur modal agar tetap seimbang dengan hasil panen yang diharapkan.
“Kepiting soka ini banyak diminati karena teksturnya yang lembut dan cita rasanya yang khas,†ujar Mahfud. Menurutnya, kepiting soka memiliki pasar yang cukup luas, mulai dari pasar lokal hingga luar daerah, dan permintaannya relatif stabil. Namun, harga bibit yang tinggi dan risiko kematian kepiting di dalam keramba membuat keuntungan menjadi tidak selalu sebanding dengan investasi yang dikeluarkan.
Mahfud dan pamannya bukan satu-satunya yang bertahan dalam bisnis budidaya kepiting soka di Lamkuweuh. Banyak keluarga lain di sekitar daerah ini yang juga menggantungkan hidup dari hasil laut. Di tengah persaingan, Mahfud mengandalkan kerja keras, kesabaran, dan ketelitian untuk menghasilkan panen terbaik.
Ke depan, Mahfud berharap dapat memperluas usaha ini bersama pamannya. Mereka berencana menambah jumlah keramba dan memperbaiki fasilitas budidaya agar kepiting-kepiting yang dihasilkan bisa lebih berkualitas. Selain itu, Mahfud berkeinginan untuk mengembangkan pemasaran hingga ke pasar yang lebih luas, dengan harapan agar usaha ini semakin berkelanjutan dan mampu memberikan hasil yang lebih baik bagi keluarganya.
Bagi Mahfud, budidaya kepiting soka bukan sekadar mata pencaharian, tetapi juga tanggung jawab moral terhadap keluarga dan alam. “Ini usaha keluarga, dan saya ingin agar bisa terus berjalan,†katanya dengan penuh harap.