BISNISIA- Ratusan seniman, budayawan, serta puluhan organisasi seni dan budaya di Aceh menolak Rancangan Qanun (Raqan) Pemajuan Kebudayaan Aceh 2024 yang diusulkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh. Forum Suara untuk Kebudayaan Aceh yang Terarah (SUKAT), yang mewakili para seniman dan budayawan, menyatakan bahwa Raqan tersebut tidak mencerminkan akar permasalahan kebudayaan yang dihadapi Aceh saat ini.
“Qanun ini disusun tanpa partisipasi yang bermakna, dan proses penjaringan aspirasi dilakukan secara tertutup,” ujar Yulfan, juru bicara SUKAT, dalam pernyataannya pada Senin (2/10). “Hasilnya sangat buruk,” tambahnya.
SUKAT menjelaskan, setelah melakukan evaluasi mendalam terhadap Raqan tersebut, mereka menemukan tumpang tindih dengan regulasi lain yang sudah ada. “Jika dibiarkan, Raqan ini akan memicu konflik regulasi, baik secara vertikal maupun horizontal,” jelas Yulfan.
Selain itu, SUKAT menilai rancangan qanun ini membuka peluang disfungsi hukum dan maladministrasi. Mereka juga menyoroti kurangnya pemahaman dari tim perumus terkait penyusunan qanun yang benar. “Ini adalah keterampilan mendasar yang tidak boleh diabaikan,” tegasnya.
SUKAT mengingatkan DPR Aceh dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan evaluasi mendalam sebelum meloloskan qanun ini, mengingat potensi kerusakan terhadap kebudayaan Aceh yang lebih lanjut.
Dari segi substansi, SUKAT menilai Raqan Pemajuan Kebudayaan Aceh 2024 berbahaya karena tidak mempertimbangkan warisan budaya dan aspek ekologis. Ketidakjelasan pembagian wewenang antara Badan Pemajuan Kebudayaan dan Disbudpar juga dinilai dapat membuka peluang untuk penyalahgunaan aset cagar budaya.
Tungang Iskandar, koordinator SUKAT, mendesak agar DPR Aceh dan Kemendagri mengembalikan Raqan tersebut kepada Disbudpar untuk diperbaiki. Dia juga mengkritik bahwa qanun ini lebih menguntungkan pelaku bisnis daripada ekosistem kebudayaan Aceh, serta berpotensi menyebabkan pemborosan anggaran.
SUKAT juga mengomentari pernyataan Pj Gubernur Aceh, Safrizal ZA, yang mendukung Raqan tersebut. Menurut mereka, qanun ini hanya akan kuat jika disusun dengan partisipasi yang luas dan mengedepankan kepentingan ekosistem budaya.
Sebagai informasi, Raqan Pemajuan Kebudayaan Aceh 2024 merupakan turunan dari Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang diinisiasi oleh Banleg DPR Aceh dan Pemerintah Aceh.