Bisnisia.id | Jakarta – Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS), yang sebelumnya dianggap sebagai permasalahan lingkungan serius, kini dilihat sebagai potensi sumber daya dengan nilai ekonomi tinggi. Transformasi pandangan ini menjadi sorotan utama dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Permasalahan dan Strategi Pengelolaan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) secara Optimal dan Berkelanjutan”, yang digelar di IPB International Convention Center, Bogor, pada Rabu (20/11).
Acara yang diinisiasi oleh Pusaka Kalam dengan dukungan dari BPDPKS ini menghadirkan para pakar, akademisi, dan praktisi untuk mengeksplorasi strategi pengelolaan LCPKS yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga menguntungkan secara ekonomi.
Ketua Dewan Pakar Pusaka Kalam, Yanto Santosa, DEA, membuka diskusi dengan menekankan pentingnya mengubah cara pandang terhadap LCPKS.
“Limbah cair kelapa sawit adalah harta karun. Jika dikelola secara profesional, kandungannya sangat bermanfaat, terutama untuk meningkatkan produktivitas tanaman kelapa sawit,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Bisnisia.id, Jumat (22/11/2024).
Yanto menjelaskan, kandungan unsur hara dalam LCPKS dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan agronomi, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia. Hal ini, menurutnya, adalah peluang besar bagi industri sawit Indonesia untuk berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan.
Basuki Sumawinata dari Pusaka Kalam memberikan wawasan teknis tentang potensi risiko dan manfaat LCPKS. Limbah cair dengan kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD) yang tinggi, jika dibuang sembarangan, berpotensi mencemari lingkungan.
Namun, pendekatan berbasis Land Application (LA) dapat mengubah limbah ini menjadi sumber daya. “Pengukuran Eh (redox potential) menjadi kunci. Nilai Eh di bawah -150 mV menunjukkan risiko tinggi emisi metana, sementara di atas -150 mV lebih aman,” jelasnya.
Hal ini dipertegas oleh Suprihatin, dosen Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA) IPB, yang menyoroti kandungan polutan utama dalam LCPKS seperti BOD, COD, minyak/lemak, nutrien, dan Total Suspended Solids (TSS).
“Tanpa pengolahan yang baik, komponen-komponen ini dapat merusak lingkungan. Pengelolaan LCPKS sebelum dilepaskan ke lingkungan adalah keharusan,” katanya.
Haskarlianus dari PT SMART Tbk menyoroti peluang besar yang bisa digali dari LCPKS. Menurutnya, limbah cair ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik untuk kesuburan tanah, serta energi terbarukan seperti biogas. “Dengan teknologi yang tepat, LCPKS dapat menjadi solusi energi yang ramah lingkungan,” ungkapnya.
Pandangan ini juga didukung oleh Gunawan Djajakirana dari Pusaka Kalam, yang menambahkan bahwa pengurangan BOD secara berlebihan tidak disarankan karena dapat menghilangkan manfaat unsur hara. “Fokus sebaiknya diarahkan pada pengelolaan unsur hara daripada logam berat, karena tanah marginal kebun kelapa sawit cenderung miskin logam berat,” katanya.
FGD ini menghasilkan sejumlah rekomendasi penting, antara lain:
1. Meningkatkan sinergi antara teknologi dan kebijakan untuk pengelolaan LCPKS yang berkelanjutan.
2. Mengembangkan roadmap pengelolaan limbah cair sawit yang terintegrasi.
3. Mengoptimalkan pemanfaatan LCPKS sebagai energi terbarukan dan pupuk organik.
Acara ini menandai langkah penting dalam pengelolaan limbah sawit di Indonesia. Dengan pengelolaan yang profesional dan berbasis teknologi, LCPKS tidak hanya mampu mengurangi emisi gas rumah kaca tetapi juga menghasilkan energi listrik dan biogas untuk kebutuhan kendaraan.
“LCPKS adalah peluang strategis. Dengan inovasi yang tepat, industri sawit dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan sekaligus memperkuat sektor ekonomi dan agrikultur,” pungkas Yanto.
Diskusi ini mencerminkan komitmen para pemangku kepentingan untuk menjadikan limbah cair sawit sebagai salah satu motor penggerak keberlanjutan di sektor agribisnis.