Fenomena Ekonomi ‘Vibesession’, Ketika Konsumsi Berdasarkan Suasana Mendominasi Generasi Muda

Bisnisia.id | Sebuah fenomena ekonomi baru yang dikenal sebagai vibesession telah menarik perhatian para ahli ekonomi dan pengamat budaya di seluruh dunia baru-baru ini. Fenomena ini menyoroti pergeseran yang signifikan dalam perilaku konsumsi, terutama di kalangan generasi milenial dan Gen Z. Alih-alih membeli barang dan jasa semata-mata berdasarkan kegunaan atau kualitas produk, konsumen sekarang lebih cenderung terpengaruh oleh suasana atau vibe yang dipancarkan oleh produk, layanan, atau pengalaman. Di balik tren ini, media sosial dan budaya visual menjadi katalisator utama.

Apa Itu Vibesession?

Secara sederhana, vibesession adalah tren di mana keputusan konsumsi dipengaruhi oleh suasana emosional atau estetika yang ingin diciptakan oleh konsumen. Fenomena ini berakar dari pergeseran perilaku konsumen yang tidak lagi hanya membeli berdasarkan kebutuhan atau harga, tetapi juga berdasarkan perasaan dan pengalaman yang diberikan oleh suatu produk atau layanan. Dalam konteks ini, vibe menjadi lebih penting daripada nilai utilitas.

Kyla Scanlon, seorang konten kreator dan ekonom muda asal Amerika Serikat, telah mempopulerkan istilah “vibecession”—sebuah konsep yang menggambarkan bagaimana perasaan atau suasana hati publik dapat mempengaruhi persepsi terhadap ekonomi, meskipun data ekonomi mungkin menunjukkan keadaan yang stabil.

Baca juga:  “Nuga-Nuga” Melukis Sejarah dan Masa Depan Aceh: Refleksi 20 Tahun Tsunami 2004

vibecession terjadi ketika sentimen konsumen menurun, meskipun indikator ekonomi seperti pertumbuhan dan pekerjaan tampak “baik-baik saja”. Fenomena ini menggarisbawahi bahwa persepsi negatif tentang ekonomi dapat terbentuk bukan hanya dari data ekonomi aktual, tetapi juga dari suasana emosional yang ada di masyarakat​,” jelas Kyla dalam sebuah wawancara untuk  program “Marketplace” bersama Kai Ryssdal.

Scanlon juga menyoroti peran besar media sosial dalam mengukur dan mempengaruhi suasana ini. Dia mengatakan bahwa sentimen yang terpantul di platform seperti Twitter (sekarang X) dan komentar-komentar dari para pengikutnya bisa menjadi indikator penting tentang bagaimana orang-orang merasakan kondisi ekonomi mereka

Produk dan layanan yang menjadi populer di era vibesession adalah yang mampu menciptakan atau memperkuat “suasana” tertentu—entah itu suasana tenang dan alami, futuristik dan modern, atau nostalgia. Kafe dengan dekorasi estetis, pakaian yang mencerminkan gaya hidup “santai dan bebas”, hingga produk-produk teknologi yang mengusung desain minimalis, semuanya mendapatkan tempat di hati konsumen vibesession.

Baca juga:  Tahun 2025, Belanja APBN di Aceh Ditargetkan Rp46,98 Triliun

Bagaimana Media Sosial Mempengaruhi Vibesession?

Media sosial menjadi pusat dari fenomena vibesession. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Pinterest mendorong visualisasi estetika yang kuat, dengan foto-foto dan video yang menonjolkan tempat, produk, dan pengalaman yang estetik. Banyak bisnis ritel, kafe, dan restoran kini didesain secara khusus agar tampak menarik di media sosial—istilah yang sering digunakan adalah “Instagrammable”.

Generasi muda tidak hanya membeli produk, mereka juga membeli pengalaman yang bisa dibagikan di media sosial. Foto di kafe dengan pencahayaan lembut, latte art yang indah, atau pakaian yang terlihat pas di feed Instagram menjadi pertimbangan penting bagi konsumen vibesession. Dalam hal ini, keputusan pembelian lebih banyak didorong oleh bagaimana produk tersebut terlihat dan apa yang mereka representasikan, daripada fungsi utamanya.

Seorang pemilik kafe di Jakarta, yang kafenya menjadi viral karena dekorasi yang menonjolkan tema tropis modern, mengungkapkan bahwa lebih dari 70% pelanggannya datang karena mereka ingin berfoto. Mungkin hanya segelintir yang benar-benar datang untuk merasakan kopi.

Baca juga:  BPKS Sabang Diminta Wujudkan Pariwisata Bertaraf Internasional dan Optimalisasi Perikanan

Peran dan Pengaruh “Vibe Economy”

Lebih jauh, Kyla menambahkan bahwa vibe economy adalah perpanjangan dari budaya konsumen yang sangat visual dan emosional, di mana nilai simbolis dan emosional dari suatu produk bisa jauh lebih besar daripada nilai material atau utilitas produk tersebut.

Fenomena vibesession adalah cerminan dari pergeseran besar dalam perilaku konsumsi modern. Dalam dunia yang didominasi oleh media sosial, estetika dan suasana menjadi elemen penting dalam keputusan pembelian. Generasi muda, terutama milenial dan Gen Z, memprioritaskan produk yang tidak hanya berguna, tetapi juga dapat memperkuat suasana hati atau pengalaman visual mereka. Di balik fenomena ini, Kyla Scanlon dan para kreator ekonomi lainnya berperan penting dalam memetakan dinamika *vibe economy* yang semakin mendominasi pasar.

Dengan tantangan yang terkait dengan keberlanjutan dan tekanan sosial, vibesession menjadi fenomena yang menarik untuk diamati di masa depan, khususnya dalam bagaimana bisnis dan konsumen beradaptasi dengan tren yang selalu berubah-ubah.

Editor:

Bagikan berita:

Popular

Berita lainnya

Pemerintah Didorong Percepat Stimulus Ekonomi Pulihkan Daya Beli

Bisnisia.id | JAKARTA — Kondisi perekonomian Indonesia yang lesu...

Universitas Syiah Kuala Kukuhkan Empat Profesor Baru

Bisnisia.id | Banda Aceh  - Universitas Syiah Kuala (USK)...

Cawagub Fadhil Rahmi Sambangi Alim Ulama di Pesisir Timur Aceh

BISNISIA.ID | BANDA ACEH - Calon wakil gubernur Aceh,...

Punya Hutan 3,5 Juta Hektar, Stok Karbon Aceh Potensi Ekonomi Besar

BISNISIA, BANDA ACEH - Dengan luas hutan 3,5 juta...

Tips Mengatur Keuangan untuk Keluarga Muda

Mengatur keuangan sebagai keluarga muda bisa menjadi tantangan, terutama...

Transformasi Menyeluruh, 7 BUMN Dibubarkan

Bisniskita.id | Jakarta – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)...

Harga Emas Antam Turun Rp 1.000 Per Gram Hari Ini

Bisniskita.id | Jakarta - Harga emas batangan PT Aneka...

Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 2024 Naik 0,85 Persen

Bisnisia.id | Jakarta — Badan Pusat Statistik (BPS) kembali...

Lowongan Kerja di PT Hutama Marga Waskita: Pendaftaran Dibuka Hingga 12 Oktober

BISNISIA.ID - PT Hutama Marga Waskita, anak perusahaan PT...

BPRS Mustaqim Bidik Program KUR 2025, Andalkan Inovasi Super Mikro

Bisnisia.id | Banda Aceh – Bank  BPRS Mustaqim sedang...

Dana Otonomi Berkurang, Pj Gubernur Aceh: Pengelolaan SDA hingga Pariwisata jadi Andalan

BisnisKita.id- Penjabat Gubernur Aceh, Bustami, merespons pendapat Badan Anggaran...

Bulan Agustus, Hari Belanja Diskon Indonesia Target Penjualan Rp60 Triliun

Hippindo (Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia) menggelar...

ICMI Aceh Dorong Gubernur Terpilih Selesaikan RS Regional dan Bangun Pelabuhan Ekspor

Bisnisia.id | Banda Aceh - Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia...

DEM Aceh Bahas Kelangkaan BBM dan Transisi Energi Bersih di Aceh

Bisnisia.id | Banda Aceh – Dewan Energi Mahasiswa (DEM)...

Warung Nasi Kambing Bang Jal, Tempat Kuliner Khas Aceh yang Patut Dicoba

Bisnisia.id | Banda Aceh – Di jantung Kota Banda...

Tahun 2024, Penindakan Barang Ilegal Capai Rp6,1 Triliun

Bisnisia.id | Jakarta — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani...