BISNISIA, BANDA ACEH – Dengan luas hutan 3,5 juta hektar, Provinsi Aceh memiliki stok karbon yang melimpah. Kekayaan alam tersebut dapat menjadi sumber ekonomi hijau masa depan bagi provinsi paling barat Indonesia itu.
Hal tersebut mengemuka dalam talkshow “Karbon sebagai Potensi Ekonomi Aceh dan Strategi Pengelolaannya” yang gelar oleh Jurnalis Ekonomi Aceh (JEA), Kamis (1/8/2024) di Banda Aceh.
Talkshow itu menghadirkan pembicara dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh (DLHK), PT Pembangunan Aceh dan Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Syiah Kuala (USK).
Direktur Umum dan Keuangan PT Pembangunan Aceh, perusahaan milik daerah, Lukman Age mengatakan potensi karbon Aceh yang besar menjadi potensi ekonomi hijau yang menjanjikan. Oleh karena itu pula, PT PEMA menjadikan perdagangan karbon sebagai salah satu bisnis yang sedang dirintis.

Baru-baru ini PT PEMA melakukan perjanjian kerja sama dengan Pemerintah Kota Langsa terkait pengelolaan hutan bakau di sana. Langsa memiliki hutan bakau mencapai 8.000 hektar. Hutan bakau menyimpan karbon yang besar.
Lukman mengatakan potensi karbon Aceh untuk diperdagangkan cukup besar. Apalagi Aceh memiliki infrastruktur bekas Arun LNG yang dapat digunakan sebagai tempat penyimpanan karbon.
Menurut Lukman proyek Arun Carbon Capture and Storage (CCS), yang berpotensi menjadi CCS terbesar di Asia. Proyek ini bertujuan untuk menangkap dan menyimpan CO2, sehingga mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Kemudian untuk Karbon hutan, sudah kita bentuk tim untuk hutan sosial, hutan desa, sebagai upaya untuk bisnis karbon,” ujarnya.
Melalui inisiatif hutan sosial dan hutan desa dapat melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan dan mendapatkan manfaat ekonomi dari karbon.
Subkoordinator Inventarisasi dan Perencanaan Hutan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh (DLHK) Dedek Hadi Ismanto, dalam kesempatan ini menyampaikan, hutan Aceh memiliki peran penting dalam penyimpanan karbon global.
Namun, permintaan yang tinggi terhadap hasil hutan menjadi ancaman bagi kelestarian hutan dan potensi karbonnya.
Dedek menuturkan hutan Aceh terbaik di Sumatera dan lima terbesar di Indonesia. Potensi karbon bukan hanya di dalam Kawasan hutan, tetapi juga di laur Kawasan hutan yang masih mempunyai tutupan hijau.
Dedek mengatakan perdagangan karbon menjadi solusi untuk menjaga hutan tetap lestari dan memberikan manfaat ekonomi bagi daaerah dan warga.
Perwakilan Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Syiah Kuala (USK), Monalisa mengatakan aktivitas manusia telah menghasilkan emisi yang memicu pemanasan global. Untuk mereduksi emisi dibutuhkan hutan yang baik sehingga emisi dapat diserap dan disimpan di dalam pohon.
“Semakin bagus hutannya semakin besar karbon yang disimpan,” kata Monalisa.
Menjaga hutan dapat menekan pemanasan global dan krisis iklim. Namun, Monalisa menilai warga yang berada di Kawasan hutan harus diprioritaskan manfaat dari perdagangan karbon.