Bisnisia.id | Banda Aceh – Perusahaan raksasa migas asal Amerika Serikat, ExxonMobil, kembali ke Aceh untuk melakukan usaha migas. Perusahaan ini pernah meninggalkan luka bagi warga Aceh. Publik Aceh menuntut ExxonMobil untuk tidak mengulangi ‘dosa’ masa lalu.
Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, kepada Bisnisia.id mengatakan bahwa ExxonMobil telah mengambil banyak sumber daya alam berupa migas di Kabupaten Aceh Utara. Namun, sejak perusahaan itu beroperasi hingga mereka pergi, Aceh Utara masih berada dalam penderitaan. Jumlah penduduk miskin tetap tinggi, bahkan sebagian berada di wilayah operasi perusahaan tersebut.
“Aceh Utara dijadikan sapi perahan. Setelah semua migas di perut bumi disedot, kami ditinggalkan. Itu pengalaman buruk yang tidak boleh dilupakan,” ujar Safaruddin, Kamis (12/12/2024).
ExxonMobil memiliki sejarah panjang di Aceh yang dimulai sejak 1970-an melalui operasinya di Blok Arun, Kabupaten Aceh Utara. Operasi ini menjadikan Aceh sebagai salah satu pusat penghasil gas alam terbesar di dunia.
Meskipun perusahaan ini memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Aceh dan Indonesia, operasinya selama era konflik Aceh kerap diwarnai ketegangan, termasuk dugaan keterlibatan dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Pada tahun 2015, Blok B yang sebelumnya dikelola ExxonMobil diambil alih oleh Pertamina Hulu Energi dan kini diserahkan kepada PT Pema Global Energi, perusahaan milik daerah Aceh.
Safaruddin menuturkan bahwa dalam ingatan warga Aceh Utara, ExxonMobil masih dikenang sebagai perusahaan dengan citra buruk. Meski demikian, negara mendapatkan banyak pemasukan dari bagi hasil migas yang dikelola oleh ExxonMobil.
Saat mendengar kabar ExxonMobil kembali ke Aceh untuk menggarap sumur migas lepas pantai Andaman, Safaruddin, membayangkan konflik dan perampasan sumber daya alam berkedok investasi.
“Jika ExxonMobil ingin menggarap kembali potensi migas di Aceh, mereka harus menunjukkan niat yang sungguh-sungguh untuk membangun Aceh. Berikan kesempatan besar bagi keterlibatan orang Aceh,” ujar Safaruddin.
Kepala Divisi Formalitas, Hubungan Eksternal, dan Sekuriti KKKS Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), Radhi Darmansyah, menyatakan bahwa kembalinya ExxonMobil merupakan perkembangan positif bagi industri migas di Aceh.
“Saat ini, West Andaman sedang beroperasi, dan ExxonMobil kembali. Kehadiran mereka merupakan berita baik, bukan berita buruk seperti yang pernah kita dengar sebelumnya. Kita berharap ke depannya ada pencerahan secara ekonomi,” ujar Radhi Darmansyah.
Radhi juga menuturkan bahwa potensi migas di Aceh masih besar dan akan menjadi sumber pendapatan bagi Pemerintah Aceh.
Kini, Aceh memiliki kewenangan besar dalam pengelolaan migas. Aceh mendapatkan hak hingga 70 persen apabila eksploitasi dilakukan di darat dan maksimal 12 mil laut. Sebaiknya, untuk eksploitasi di atas 12 mil laut, Aceh mendapatkan bagian sebesar 30 persen.
Migas dapat menjadi sumber ekonomi masa depan, apalagi Aceh akan kehilangan sumber dana otonomi khusus yang berakhir pada 2028.