Bisnisia.id | Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyoroti dampak negatif kehadiran International Monetary Fund (IMF) di Indonesia pascareformasi. Menurutnya, alih-alih menjadi solusi, IMF justru memperburuk kondisi ekonomi nasional.
“Pascareformasi, masuk IMF sebagai dokter yang konon ahli mendiagnosis dan menyembuhkan penyakit ekonomi Indonesia. Tapi apa yang terjadi? Rekomendasinya bukan menambah sembuh, malah banyak membuat penyakit,” ujar Bahlil dalam keterangan resminya, Rabu (19/2/2025).
IMF dan Dampaknya pada Sektor Migas Indonesia
Salah satu kebijakan yang menurut Bahlil memperburuk ekonomi nasional adalah perubahan Undang-Undang (UU) Minyak dan Gas (Migas). Ia menyebut perubahan tersebut melemahkan Pertamina dan berdampak signifikan terhadap penurunan lifting minyak.
Pada era 1996-1997, lifting minyak Indonesia mencapai 1,5-1,6 juta barel per hari, dengan sektor migas berkontribusi hingga 40 persen terhadap pendapatan negara. Namun, kondisi saat ini berbanding terbalik. Lifting minyak hanya berkisar 600 ribu barel per hari, sedangkan konsumsi nasional mencapai 1,5-1,6 juta barel per hari, memaksa Indonesia beralih dari eksportir menjadi importir minyak sebanyak 1 juta barel per hari.
Penyebab Penurunan Lifting Minyak: Banyak Sumur Minyak Nonaktif
Bahlil Lahadalia mengungkapkan, setelah mendalami masalah ini selama 5 bulan sejak dilantik sebagai Menteri ESDM, ditemukan fakta bahwa dari 40 ribu sumur minyak, hanya 16 ribu yang masih aktif. Mayoritas lifting minyak dihasilkan oleh Pertamina (60-65 persen) dan Exxon Mobil (25 persen).
“Kebanyakan sumur minyak sudah tua dan tidak bisa dioperasikan lagi. Masalahnya bukan hanya karena usia, tapi juga kurangnya investasi dan teknologi,” jelasnya.
Strategi Menteri ESDM untuk Mengatasi Tantangan Sektor Migas
Untuk mengatasi persoalan ini, Bahlil menawarkan tiga strategi utama, yaitu; Pertama, mengaktifkan kembali sumur-sumur idle yang akan diambil alih oleh negara dan ditawarkan kepada pengusaha lain. Saat ini, sudah ada 6 ribu sumur yang diambil alih negara.
Kedua, adalah meningkatkan perangkat teknologi baru seperti penggunaan Enhanced Oil Recover (EOR) yang diterapkan untuk meningkatkan produksi minyak dari sumur-sumur tua. Dengan begitu, Indonesia bisa memiliki lifting minyak di atas 900 ribu barel per hari pada era 2028-2029.
Terakhir yaitu sumur-sumur yang sudah selesai eksplorasi dan memiliki Plan of Development (PoD)atau Rencana Pengembangan harus segera diproduksi.