Bisnisia.id | jakarta – ExxonMobil merilis proyeksi terbaru mengenai permintaan dan suplai energi dunia hingga tahun 2050. Dengan terus bertambahnya populasi global dan meningkatnya standar hidup, kebutuhan energi diprediksi akan meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade mendatang. Â
Pertumbuhan Permintaan Energi Global Â
Menurut Chris Birdsall, Director of Energy & Economics ExxonMobil, permintaan energi dunia pada 2050 diperkirakan tumbuh sekitar 15% dibandingkan tahun 2023. Â
“Negara-negara berkembang akan mengalami peningkatan permintaan energi hingga 25%, sedangkan di negara-negara maju, konsumsi energi justru diproyeksikan turun hingga 10% akibat efisiensi energi,” ujar Chris Birdsall,dikutip CNBC indonesia, Rabu (19/2/2025).
Pada tahun 2023, konsumsi energi dunia tercatat mencapai 600 kuadriliun British thermal unit (Btu). Dari jumlah tersebut, minyak dan gas bumi masih mendominasi dengan porsi 55,5%, diikuti oleh batu bara sebesar 25%, bioenergi 9%, nuklir 5%, serta energi terbarukan seperti tenaga air, angin, surya, dan panas bumi yang berkontribusi sebesar 5,5%. Memasuki tahun 2050, bauran energi global diproyeksikan mengalami perubahan. Minyak dan gas bumi diperkirakan sedikit menurun menjadi 54%, batu bara berkurang menjadi 13%, nuklir naik menjadi 7%, bioenergi meningkat menjadi 11%, sementara energi terbarukan diproyeksikan tumbuh signifikan hingga 15%.
Meskipun dunia tengah berupaya melakukan transisi energi, ExxonMobil menilai bahwa minyak dan gas bumi masih akan menjadi sumber energi utama hingga 2050.
“Permintaan minyak dunia diperkirakan tetap stabil di kisaran 100 juta barel per hari (bph) dari 2030 hingga 2050,” ungkap Chris Birdsall, dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (19/2/2025). Â
Bahkan, meskipun hanya mobil listrik yang dijual mulai 2035, permintaan minyak dunia pada 2050 masih diprediksi mencapai 85 juta barel per hari. Â
“Konsumsi minyak untuk kendaraan penumpang akan turun, tetapi industri manufaktur, petrokimia, serta transportasi logistik (kapal, truk, dan pesawat) masih sangat bergantung pada minyak,” jelasnya. Â
Investasi Migas Tetap Vital untuk Menjaga Pasokan Â
Dengan permintaan minyak dan gas bumi yang tetap tinggi, investasi di sektor hulu migas tetap diperlukan. Tanpa investasi baru, produksi minyak global akan mengalami penurunan drastis, menyebabkan kekurangan pasokan jauh sebelum 2050. Â
Menurut outlook ExxonMobil, produksi minyak dunia secara alami menurun 15% per tahun. Angka ini dua kali lebih tinggi dibandingkan perkiraan Badan Energi Internasional (EIA), yang mencatat penurunan 8% per tahun. Â
“Tanpa investasi baru, pasokan minyak global bisa turun lebih dari 15 juta barel per hari dalam satu tahun saja. Jika tren ini berlanjut, pada 2030 produksi minyak dunia akan anjlok dari 100 juta barel per hari menjadi kurang dari 30 juta barel per hari, menciptakan defisit hingga 70 juta barel per hari,” paparnya. Â
Defisit tersebut dapat menyebabkan krisis energi global dan lonjakan harga minyak lebih dari 400%, sebagaimana terjadi saat krisis minyak tahun 1970-an. Â
“Investasi berkelanjutan di sektor migas tetap diperlukan, bahkan ExxonMobil telah menggelontorkan miliaran dolar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus memastikan keberlanjutan pasokan energi,” ujar Birdsall. Â
Teknologi Energi Baru untuk Mengurangi Emisi Â
Meskipun permintaan minyak tetap tinggi, reduksi emisi karbon menjadi fokus utama industri energi. Sejumlah inovasi teknologi diperlukan untuk menekan emisi global sambil memenuhi kebutuhan energi. Â
Energi terbarukan seperti angin dan surya diproyeksikan mengalami pertumbuhan empat kali lipat pada 2050, dari hanya 3% bauran energi dunia pada 2023 menjadi 12% pada 2050. Peningkatan ini seiring dengan kenaikan permintaan listrik global hingga 80% pada 2050. Â
Namun, pada tahun 2050, sekitar 50% emisi karbon global masih akan berasal dari sektor industri dan transportasi komersial. Energi terbarukan seperti angin dan surya memiliki keterbatasan dalam menyuplai kebutuhan sektor-sektor energi intensif seperti penerbangan, industri baja, dan manufaktur. Â
Untuk mengatasi tantangan ini, ExxonMobil menyoroti pentingnya penerapan teknologi energi rendah karbon seperti bahan bakar hijau (biofuels), teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS), serta pengembangan hidrogen sebagai alternatif energi di sektor industri dan transportasi berat. Jika teknologi ini diterapkan secara luas, emisi karbon global diperkirakan dapat berkurang hingga 25% pada 2050.  Â
Laporan ExxonMobil menegaskan bahwa meskipun transisi energi terus berlangsung, minyak dan gas bumi tetap menjadi pilar utama bauran energi dunia hingga 2050. Sementara itu, investasi di energi terbarukan dan teknologi pengurangan emisi menjadi krusial untuk mendukung keberlanjutan lingkungan. Â
Dengan proyeksi permintaan energi yang terus meningkat, dunia dihadapkan pada tantangan besar untuk menyeimbangkan kebutuhan energi, investasi, dan upaya menekan emisi karbon.