Bisnisia.id | Banda Aceh – Berdasarkan data dari Direktur Jendral Perkebunan Kementerian Pertanian per Juni 2024, sebanyak 37 perusahaan kelapa sawit di Aceh hingga saat ini belum memiliki sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), yang menjadi salah satu syarat penting untuk pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan sesuai dengan standar pemerintah.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Perkebunan (P2Bun) Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh, Cut Regina mengatakan bahwa banyak perusahaan kelapa sawit di Aceh belum memenuhi kewajiban memperoleh sertifikat ISPO karena berbagai kendala, termasuk tingkat kepatuhan yang masih rendah.
“Ketika mengurus ISPO, ada beberapa tahapan yang harus dilalui, seperti stage satu, dua, hingga tiga. Kadang-kadang, dari stage pertama saja butuh waktu hingga setahun untuk naik ke tahap berikutnya. Banyak perusahaan terkendala dengan kewajiban atau kepatuhan terhadap regulasi yang belum terpenuhi,” ujar Cut Regina kepada Bisnisia.id, Senin (6/1/2024).
Ia menjelaskan, salah satu hambatan terbesar adalah kurangnya keseriusan perusahaan dalam memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan regulasi melalui Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020, tingkat kepatuhan perusahaan masih rendah.
“Belum ada punishment atau sanksi tegas yang diterapkan kepada perusahaan. Kami hanya menyurati dan memberikan peringatan. Kalau perusahaan tetap tidak patuh, dilemanya adalah tandan buah segar (TBS) masyarakat tidak tahu akan dibawa ke mana karena pabrik kelapa sawit (PKS) terbatas,” tambahnya.
Cut Regina menegaskan, perusahaan yang tidak memiliki sertifikat ISPO sebenarnya merugikan diri sendiri. Mereka akan menghadapi kendala besar dalam memasarkan minyak kelapa sawit mentah (CPO) ke pasar internasional.
“Buah yang tidak sesuai standar ISPO tidak dapat bersaing di pasar dunia. Jalur pemasaran CPO pun akan terkendala jika mereka tidak memenuhi standar keberlanjutan. Selain itu, program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang seringkali menjadi salah satu persyaratan ISPO juga terabaikan, sehingga daerah tidak mendapatkan manfaat optimal,” jelasnya.
Lebih jauh, Cut Regina menyoroti persoalan infrastruktur ekspor di Aceh yang membuat CPO dari daerah tersebut lebih banyak dikirim melalui Pelabuhan Belawan, Medan. Hal ini menyebabkan data ekspor minyak sawit Aceh sering kali tercatat sebagai milik Sumatera Utara, sehingga Aceh kehilangan potensi kontribusi langsung terhadap nilai ekspor.
Untuk mendorong perusahaan agar segera memenuhi kewajiban ISPO, pemerintah Aceh melalui Distanbun telah melakukan berbagai langkah. Menurut Cut Regina, pemerintah secara rutin menyurati perusahaan, melakukan pembinaan, dan evaluasi.
“Kami telah memberikan surat peringatan secara bertahap, mulai dari tingkat kabupaten hingga provinsi. Jika tetap tidak ada perubahan, kami akan mengajukan tindakan lebih lanjut ke pemerintah pusat. Namun, kami berharap perusahaan-perusahaan ini mulai lebih serius dan sadar akan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi,” ujarnya.
Surat terbaru dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Nomor B-491/KB.410/E/06/2024 menegaskan, perusahaan yang tidak segera mengurus sertifikasi ISPO dapat dikenakan sanksi berupa pencabutan izin usaha.
Distanbun Aceh berharap semua perusahaan kelapa sawit dan kebun rakyat di Aceh bisa segera memiliki sertifikasi ISPO. Dengan begitu, pengelolaan sawit yang berkelanjutan dapat terwujud, memberikan dampak positif bagi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
“Jika perusahaan patuh terhadap regulasi, ini bukan hanya meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan, tetapi juga membawa dampak positif bagi kebun rakyat di sekitarnya. CSR yang terlaksana dengan baik dapat membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar perkebunan,” pungkas Cut Regina.
Saat ini, 38 perusahaan kelapa sawit tersebut tersebar di 9 kabupaten/kota di Aceh. Dengan adanya pengawasan dan pembinaan yang lebih tegas, diharapkan persoalan ini dapat segera diatasi untuk mendukung perkembangan sektor kelapa sawit yang berkelanjutan di Aceh.