Banda Aceh – Sebanyak 50 balita dan dua ibu hamil dengan kondisi Kekurangan Energi Kronis (KEK) berkumpul untuk menerima bantuan makanan bergizi dari Pemerintah Kota Banda Aceh. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Launching Makanan Bergizi bersama Bumil KEK dan Balita Gizi Kurang, yang digelar berbarengan dengan layanan Puskesmas Keliling di Gampong Beurawe, Kamis (17/4/2025).
Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, hadir langsung untuk menyerahkan bantuan itu. Ia tampak berbincang dengan para ibu, mendengarkan keluhan mereka, dan memberi semangat agar tak menyerah pada kondisi ekonomi yang membatasi asupan gizi keluarga.
“Kalau kita ingin anak-anak tumbuh sehat dan cerdas, maka perhatian harus diberikan bahkan sebelum mereka lahir. Masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan sangat menentukan,” ujarnya dengan nada hangat namun tegas.
Illiza juga menekankan pentingnya pemanfaatan bahan pangan lokal. “Kita dorong konsumsi pangan lokal. Bukan hanya lebih murah, tapi juga lebih segar dan mudah diperoleh. Dari dapur sendiri bisa lahir generasi yang kuat,” tambahnya.
Dari 50 balita yang menerima makanan tambahan hari itu, datanya tak sekadar angka. Mereka terbagi dalam tiga kategori: 13 anak dengan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang kurang, 22 anak dengan berat badan menurut umur (BB/U) yang tak sesuai, dan 15 anak lainnya mengalami stagnasi berat badan alias tidak mengalami kenaikan sama sekali. Dua ibu hamil dalam kondisi KEK pun menjadi bagian dari penerima manfaat hari itu.
Bagi Pj Keuchik Gampong Beurawe, Boy Ferdian, kegiatan ini bukan sekadar seremonial. Ia menyebut bahwa perhatian pemerintah kota sangat berarti, terutama bagi warga yang secara ekonomi belum mampu memenuhi kebutuhan gizi secara layak.
“Gampong Beurawe siap menjadi mitra Pemko untuk menekan angka stunting. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga kami sebagai pemimpin lokal,” ujarnya.
Stunting bukan isu baru di Banda Aceh. Pada 2021, tercatat ada 364 anak mengalami kondisi ini. Angka itu melonjak di tahun 2022, di mana sekitar 1.095 anak—atau 14 persen dari 7.828 balita yang diukur—dinyatakan stunting. Namun berkat berbagai program intervensi, tahun 2023 mencatatkan penurunan prevalensi menjadi 21,7%, turun dari 25,1% tahun sebelumnya.
Namun angka itu masih jauh dari target nasional yang ingin dicapai pada 2024: 14%. Maka, kegiatan seperti yang digelar di Beurawe ini menjadi sangat penting. Ini bukan hanya soal makanan yang dibagikan, tetapi tentang pemahaman, pendampingan, dan keberlanjutan.
Kehadiran dapur umum hari itu mungkin hanya berlangsung beberapa jam, tapi dampaknya bisa mengubah masa depan seorang anak. Dan seperti kata Wali Kota Illiza, perjuangan mencegah stunting tak hanya di meja makan, tetapi juga di ruang-ruang diskusi, penyuluhan pra-nikah, hingga kebijakan anggaran.
Karena sejatinya, membesarkan anak sehat adalah urusan bersama—mulai dari dapur gampong, hingga ruang rapat pemerintahan.