Hanya tersisa empat tahun lagi, dana otonomi khusus akan berakhir. Hingga 2024, Aceh telah menerima dana otonomi khusus mencapai lebih dari Rp 95 triliun. Dana sebesar itu seharusnya menjadi modal bagi Aceh untuk membangun fondasi ekonomi agar setelah otonomi khusus berakhir, kondisi fiskal Aceh tidak runtuh.
Salah satu opsi yang dapat diambil oleh Pemerintah Aceh adalah memperkuat perusahaan daerah, dalam konteks ini yakni PT Pembangunan Aceh (PEMA).
Sebagai sebuah perusahaan daerah, PT PEMA dimandatkan untuk mengelola potensi ekonomi Aceh, baik dari sumber daya alam maupun pertanian. Jika potensi tersebut dikelola dengan baik, PEMA tidak hanya akan menjadi kran yang mengalirkan dana ke kas daerah, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat dan menampung banyak tenaga kerja.
Aceh memiliki banyak potensi ekonomi yang seharusnya dapat menjadi sumber pendapatan daerah dan menyediakan lapangan kerja, seperti perikanan tangkap, pertanian, pariwisata, hingga kehutanan. Potensi tersebut perlu dikelola secara tepat dan profesional.
Setelah perubahan nama dari Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA) menjadi PT PEMA pada 2019, perusahaan ini tampak mendapatkan semangat baru untuk bertumbuh. Tidak butuh waktu lama, pada 2021, PEMA berhasil mencatatkan pendapatan sebesar Rp 52,065 miliar, dengan laba bersih Rp 43,133 miliar.
Yang lebih menggembirakan, PEMA dapat menyerahkan keuntungan sebesar Rp 21,6 miliar kepada Pemerintah Aceh selaku pemilik sekaligus pemegang saham pengendali (PSP). Keuntungan tersebut sekaligus menjadi Pendapatan Asli Aceh (PAA).
Catatan positif itu dihasilkan dari pengelolaan sumur migas Blok B di Aceh Utara. Pengelolaan ini dilakukan oleh anak perusahaannya, yaitu PT Pema Global Energi (PGE). Hal ini membuktikan bahwa perusahaan daerah memiliki kemampuan untuk mengelola bisnis, bahkan di sektor migas.
Dalam sebuah diskusi santai di kantor PEMA pada akhir September lalu, seorang manajemen menyampaikan bahwa saat ini perusahaan berjalan di jalur yang tepat. Sektor bisnis yang digarap telah bertambah. Tidak hanya migas, PEMA kini mengelola bisnis perikanan, komersialisasi sulfur, hingga merencanakan pengelolaan potensi panas bumi sebagai energi di Gunung Seulawah. Namun, untuk mengelola potensi bisnis tersebut secara maksimal, diperlukan modal yang kuat.
Sebagai perusahaan induk (holding company), PEMA menaungi banyak anak perusahaan yang masing-masing bergerak di sektor berbeda. Namun sayangnya, saat ini belum semua anak perusahaan mampu memberikan dividen karena minimnya modal kerja.
Memperkuat perusahaan daerah sebenarnya dapat menjadi strategi keluar (exit strategy) bagi Pemerintah Aceh saat otonomi khusus berakhir. Selain memperkuat modal, para karyawan juga harus diseleksi dengan ketat agar yang terpilih hanya mereka yang memiliki kapasitas. Paling tidak saat ‘kapal otsus’ telah berhenti berlayar kita masih punya sekoci untuk bertahan agar tidak benar-benar tenggelam.