Bisnisia.id | Jakarta – PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pemegang lisensi KFC di Indonesia, mencatat kerugian signifikan dalam laporan keuangan untuk sembilan bulan pertama tahun 2024. Perusahaan membukukan kerugian bersih sebesar Rp 558,75 miliar, naik tajam dibandingkan kerugian sebesar Rp 152,42 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Kerugian ini terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan yang cukup besar. Pendapatan KFC Indonesia merosot 22,3 persen, dari Rp 4,62 triliun pada tahun 2023 menjadi Rp 3,59 triliun pada 2024. Walaupun laba bruto tetap berada di angka Rp 2,08 triliun, beban operasional yang meningkat drastis menyebabkan rugi usaha sebesar Rp 585,34 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan rugi usaha Rp 146,63 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Selain itu, peningkatan beban keuangan menjadi Rp 61,18 miliar serta rugi sebelum pajak yang mencapai Rp 644,27 miliar turut memperburuk kondisi perusahaan.
Faktor lain yang turut memengaruhi kinerja FAST adalah dampak boikot yang dipicu oleh konflik Israel-Gaza, yang merugikan citra merek KFC di beberapa pasar internasional, termasuk Indonesia. Meskipun intensitas boikot di Indonesia tidak sebesar di negara-negara Timur Tengah, perusahaan tetap merasakan dampaknya, yang terlihat dari berkurangnya jumlah pelanggan dan penurunan penjualan, sehingga menyebabkan penutupan sejumlah gerai.
Sejak akhir 2023, KFC Indonesia telah menutup 47 gerai sebagai langkah menghadapi penurunan permintaan dan kinerja keuangan yang kurang memuaskan. Pada 30 September 2024, jumlah gerai KFC yang beroperasi di Indonesia berkurang menjadi 715 gerai dari sebelumnya 762 gerai pada akhir 2023.
Selain penutupan gerai, jumlah karyawan KFC Indonesia juga berkurang sebanyak 2.274 orang dalam sembilan bulan terakhir. Hingga September 2024, Grup KFC Indonesia mempekerjakan 13.715 karyawan, turun dari 15.989 karyawan pada akhir tahun 2023.
Menghadapi situasi ini, manajemen FAST menyatakan sedang mengkaji sejumlah langkah strategis untuk memperbaiki kinerja perusahaan. “Kami tengah mempertimbangkan beberapa opsi tindakan korporasi yang mungkin akan segera diimplementasikan,” ungkap Corporate Secretary FAST, J Dalimin Juwono, dalam pernyataan resmi yang dikutip pada Rabu (6/11/2024). Namun, Juwono belum memberikan rincian mengenai rencana tersebut, tetapi memastikan bahwa setiap keputusan akan disampaikan secara terbuka sesuai ketentuan yang berlaku.
FAST menegaskan komitmen mereka terhadap transparansi informasi dan kepatuhan pada regulasi pasar modal. “Setiap keputusan final akan diumumkan secara terbuka kepada publik dan pemegang saham sesuai dengan peraturan yang berlaku,” tambah Juwono.
Tidak hanya di Indonesia, KFC di pasar global juga mengalami tekanan. Di Amerika Serikat, penjualan KFC menurun 5 persen, menandai penurunan tiga kuartal berturut-turut tahun ini. Meskipun Yum! Brands, induk perusahaan KFC, telah meluncurkan paket menu dengan harga terjangkau untuk menarik konsumen, penurunan penjualan terus terjadi.
Boikot yang meluas serta penurunan permintaan menjadi bukti bahwa ketegangan geopolitik dapat berdampak pada perusahaan multinasional seperti KFC, termasuk memengaruhi ekonomi lokal. Di tengah persaingan ketat dengan restoran cepat saji lainnya seperti McDonald’s dan Burger King, KFC menghadapi tantangan besar dalam upaya memulihkan kinerja positifnya. Sumber Republika.