Di tengah perkembangan dunia global yang semakin canggih, dunia pertanian di Provinsi Aceh tak lagi identik dengan petani yang hanya mengandalkan alat tradisional dan perjuangan berat.
Salah satu sosok yang berusaha mengubah paradigma tersebut adalah Marzukri, seorang petani milenial asal Kabupaten Aceh Selatan.
Dengan latar belakang keluarga petani dan pendidikan di bidang pertanian, ia memanfaatkan teknologi untuk mengoptimalkan hasil pertanian dan memberikan dampak positif bagi petani muda lainnya di Aceh.
Marzukri tumbuh di tengah keluarga petani. Sejak kecil, ia sudah terbiasa dengan kehidupan bertani, di mana orang tuanya mengelola lahan pertanian dengan cara konvensional. Namun, Marzukri ingin lebih dari sekadar menjadi petani biasa.
Setelah menamatkan pendidikan di SMK Pertanian, ia melanjutkan studi di jurusan Agro Teknologi, yang semakin mengukuhkan minatnya dalam dunia pertanian yang berbasis pada teknologi.
Pendidikan formalnya di bidang pertanian diperkuat dengan berbagai pelatihan, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu pengalaman yang sangat berkesan bagi Marzukri adalah magang di Thailand pada tahun 2019 dan di Jepang pada 2022.
Program kunjungan ke Thailand difasilitasi oleh Pemerintah Aceh sedangkan ke Jepang diberangkatkan oleh Kementerian Pertanian RI.
Di Jepang, ia belajar bahwa petani bisa menjadi pengusaha sukses melalui pemanfaatan teknologi yang canggih dalam setiap aspek pertanian.
“Di Jepang, petani itu bisa memiliki rumah dan mobil mewah dari hasil pertanian, karena mereka memanfaatkan teknologi dalam setiap proses, mulai dari budidaya hingga pemasaran,”ujar Marzukri dalam wawancaranya dengan Bisnisia.id, Jum’at (15/11/2024).
Mengadopsi Teknologi Pertanian di Aceh
Setelah kembali ke Aceh, Marzukri memutuskan untuk membuka lahan pertanian sendiri dan memanfaatkan pengetahuan serta teknologi yang ia pelajari selama di luar negeri.
Ia mulai mengelola lahan seluas 10 hektare untuk budidaya jagung, dan 2 hektare untuk tanaman ubi beniazuma yang rencananya akan diekspor ke luar negeri.
Salah satu inovasi pertama yang ia terapkan adalah penggunaan traktor modern dan mesin semprot elektrik untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi beban kerja petani.
Tidak hanya itu, alumni Unversitas Abulyatama itu juga menerapkan teknologi Automatic Weather Station (AWS) untuk memantau kondisi cuaca. Teknologi ini sangat berguna dalam menentukan waktu tanam yang tepat, mengingat cuaca yang sulit diprediksi menjadi tantangan utama dalam pertanian.
“Dengan teknologi AWS, kita bisa memantau cuaca lebih akurat, yang membantu kita menentukan waktu tanam dan perawatan yang tepat. Ini sangat penting di daerah seperti Aceh, yang memiliki iklim yang tidak selalu stabil,” kata Marzukri.
Tidak berhenti di situ, Marzukri juga berencana untuk menggunakan drone untuk penyemprotan pupuk dan pestisida. Teknologi drone akan memungkinkan proses penyemprotan menjadi lebih efisien, mengurangi penggunaan tenaga kerja manual, dan memastikan distribusi pupuk dan pestisida yang merata.
“Dengan teknologi drone, kami bisa lebih efisien dalam memberi pupuk dan pestisida di area yang luas, tanpa harus mengandalkan tenaga kerja manusia yang banyak,”tambahnya.
Pendekatan Bisnis dalam Pertanian
Bagi Marzukri, petani milenial harus berpikir seperti seorang pengusaha. Menurutnya, pertanian harus dikelola dengan prinsip bisnis yang memperhitungkan keuntungan, kerugian, dan strategi pemasaran.
Hal ini mencakup pengelolaan modal, pemahaman tentang keuntungan dan kerugian, serta penghitungan biaya dan laba dalam setiap usaha pertanian.
“Pertanian harus dijalankan seperti bisnis. Kami harus mengelola modal, menghitung keuntungan, dan juga memperhatikan biaya-biaya operasional lainnya. Dengan begitu, kita bisa memastikan usaha ini menguntungkan dan berkelanjutan,” jelas Marzukhri.
Ia juga berfokus pada pentingnya kualitas produk dan transparansi dalam pemasaran hasil pertanian. Petani milenial, menurut Marzukhri, harus dapat memanfaatkan media sosial dan teknologi untuk mempromosikan produk mereka dan menjangkau pasar yang lebih luas.
“Dengan memanfaatkan media sosial dan platform online, petani bisa memperkenalkan produk mereka lebih luas dan menjangkau pasar global. Teknologi ini memberi peluang besar bagi petani milenial untuk sukses,” ujarnya.
Meningkatkan Kualitas Petani Muda di Aceh
Tidak hanya berfokus pada usaha pribadinya, Marzukri yang juga dinobatkan sebagai Duta Petani Milenial Aceh sangat peduli terhadap perkembangan petani muda di Aceh.
Ia merasa bahwa generasi milenial harus menjadi motor perubahan dalam dunia pertanian, dengan memanfaatkan teknologi dan pendidikan yang lebih baik. Oleh karena itu, ia aktif memberikan pelatihan kepada petani muda lainnya di daerahnya.
Saat ini, ia sudah melibatkan lebih dari 45 petani muda di sekitar Desa Gunong Pulo, Kecamatan Kluet Utara, tempat ia mengelola lahan pertaniannya.
Melalui pelatihan ini, para petani muda belajar tentang budidaya tanaman yang lebih efisien, cara menggunakan alat-alat modern, serta bagaimana mengelola usaha pertanian mereka dengan lebih profesional.
“Saya ingin petani muda memahami bahwa bertani itu bukan pekerjaan yang kotor dan kumuh, tetapi sebuah peluang bisnis yang bisa memberikan hasil yang luar biasa. Teknologi dan manajemen yang baik akan membuat pekerjaan kita lebih mudah dan menguntungkan,”ungkap Marzukri.
Tantangan dan Solusi dalam Pertanian Modern
Meski teknologi memberikan banyak kemudahan, pria berumur 29 tahun itu mengakui bahwa ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam menerapkan teknologi di sektor pertanian di Aceh.
Salah satunya adalah infrastruktur yang belum memadai. Meskipun demikian, ia tetap optimis bahwa dengan dukungan yang tepat, pertanian modern di Aceh bisa berkembang pesat.
“Tantangannya memang besar, seperti keterbatasan infrastruktur dan akses ke teknologi. Namun, kami terus berusaha untuk mencari solusi. Di tahun depan, saya berharap teknologi seperti drone dan sistem pemantauan cuaca sudah dapat digunakan oleh banyak petani di Aceh,” ujar Marzukri.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara petani, pemerintah, dan sektor swasta untuk menciptakan ekosistem pertanian yang mendukung perkembangan petani milenial.
“Bantuan pemerintah sangat penting, tetapi kami juga harus bisa mandiri. Kami perlu belajar bagaimana mengelola usaha pertanian dengan lebih efisien dan menggunakan teknologi untuk mengurangi ketergantungan pada faktor eksternal,” tambahnya.
Membangun Masa Depan Pertanian yang Berkelanjutan
Marzukri percaya bahwa masa depan pertanian Aceh terletak pada kemampuan petani muda untuk beradaptasi dengan teknologi dan memperkenalkan sistem pertanian yang lebih ramah lingkungan.
Salah satunya adalah dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia dan pestisida berlebihan, serta beralih ke pertanian organik atau semi-organik yang lebih berkelanjutan.
“Petani harus sadar bahwa keberlanjutan itu penting. Kita tidak bisa terus menerus mengandalkan pupuk kimia tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya. Teknologi juga bisa membantu kita mengurangi dampak lingkungan,” jelasnya.
Dengan tekad untuk mengubah dunia pertanian di Aceh, Marzukri terus berusaha memperkenalkan ide-ide baru dan mendorong petani milenial lainnya untuk berani bermimpi dan berinovasi.
“Kami bisa menjadi petani yang sukses, asalkan kita mau belajar, bekerja keras, dan memanfaatkan teknologi dengan baik,” tutupnya.
Melalui usaha dan dedikasi Marzukri, diharapkan pertanian Aceh akan semakin berkembang dan mampu bersaing di pasar global, sekaligus menjadi contoh bagi petani di seluruh Indonesia bahwa pertanian modern berbasis teknologi adalah masa depan yang menjanjikan.